“Untuk apalagi kamu datang kesini?” tanya Nana ketus. Tidak menjawab pertanyaan Arni sebelumnya.Arni menghentakan kaki kesal. Duduk di kursi tunggu. Menatap interior warung yang sederhana dengan warna merah bata. Nyaman dengan kipas angin yang terus berputar. Menyejukan udara dari teriknya sinar matahari pukul dua belas siang.“Aku hanya ingin tahu kenapa rencanaku bisa gagal kemarin. Ternyata karena kau minta bantuan pacarmu.” Arni tersenyum sinis. Melipat tangannya di depan dada. Mengangkat kaki kanannya yang kemudian bertumpu ke kaki kiri.Stocking putih menyamarkan pahanya yang hanya memakai rok di atas lutut. Sejujurnya penampilan Arni sangat norak karena memakai kaos tanpa lengan dengan motif bunga dan rok berwarna merah. Apalagi pulasan mekapnya yang sangat menor.“Kami tidak berpacaran,” bantah Nana tidak terima. Inilah yang ia takutkan jika berinteraksi dengan lawan jenis saat masih dalam masa iddah. Akan ada orang yang membuat asumsi sendiri. Seperti Arni.“Halah aku nggak
“Benarkah? Lalu apa jawabanmu Di?” tanya Nana menempelkan ponsel ke telinga.Jam sepuluh malam Diah menelepon. Menceritakan kunjungannya saat membesuk Roni di penjara bersama Intan. Serta permintaan Roni untuk membujuknya datang.“Aku menolak. Lagipula Mbak Nana pasti sibuk mengurus warung, membuat novel dan menjaga anak-anak. Oh ya. Mbak Nana kasih balasan apa sama Pak Andra?” tanya Diah mengalihkan percakapan. Suaranya terdengar sarat akan godaan.“Kami hanya makan bersama di warung dengan anak-anak. Selain itu, Andra juga memintaku berteman. Aku terpaksa setuju sebagai bentuk rasa terima kasihku padanya,” jawab Nana.“Wah sudah panggil nama nih,” Diah menggoda lagi. Tawanya terdengar sangat puas dari sebrang telepon.“Namanya juga berteman.” Nana hanya bisa menggeleng. Merebahkan tubuhnya disamping Dinda yang terlelap.“Sepertinya Pak Andra suka sama kamu Mbak. Kalau masa iddahmu selesai dan dia mendekatimu, terima saja,” ucap Diah membuat Nana termenung.Orang kaya seperti Andra s
"Terima kasih atas bantuannya Pak," kata Nana lega."Tidak masalah Bu Nana. Aku senang bisa membantumu," jawab Andra.Mereka duduk di dekat jendela. Andra sedang berkunjung ke warung Nana saat wanita itu panik karena video viral yang tersebar. Nana segera menghubungi Sania. Meminta pertolongan pada sahabatnya"Aku sudah menghubungi tim pengacara. Beri kami waktu satu hari untuk menyingkirkan video viral itu," kata Sania dari sebrang telepon."Satu hari tetap saja lama Mbak. Kita hubungi Mbak Tari sekarang," ucap Diah yang ikut panik."Iya. Aku akan menelepon Mbak Tari sekarang." Nana mengusap keningnya yany berkeringat.Hanya dengan membaca komentar-komentar netizen yang kejam bisa membuat jantungnya berdegup kencang. Apalagi ada netizen yang mengetikan nama warung dan lokasinya."Tidak perlu. Biar aku saja yang tangani." Andra berdiri disamping mereka. Membaca sekilas komentar netizen di hp Nana."Pak Andra," ucap Nana dan Diah bersamaan."Tidak perlu. Saya akan merepotkan anda," tol
“Pak Lucky mengajakmu pergi kemana Ar?” tanya Pak Indra saat mereka bersantai di ruang tengah rumah sederhana yang baru saja disewa Arni.Ia sudah mengumpulkan banyak pundi-pundi uang. Awalnya Arni ingin membeli rumah dua lantai yang besar. Sama seperti milik Roni dan Nana dulu. Namun Pak Indra tidak setuju Arni menghabiskan seluruh tabungannya hanya untuk membeli rumah. Pak Indra ingin Arni menabungkan uang itu demi kebutuhan mereka di masa depan.“Cuma ke hotel sama restaurant ayam krispi Pa. Sialnya hari ini Pak Lucky membawaku ke warungnya Mbak Nana,” jawab Arni kesal.“Apa? Nana jualan ayam krispi,” seru Pak Indra menghina. Dia tertawa puas membayangkan penderitaan yang sekarang dialami mantan anak tirinya.“Kenapa Papa tertawa? Apa Papa pikir Mbak Nana hidup susah?” tanya Arni heran.“Tentu saja. Uang sewa ruko pasti tidak cukup menyambung hidup. Karena itulah dia berjualan. Berapa sih pendapatan dari restaurant kecil ayam krispi?” Pak Indra mendengkus. Tatapannya yang tertuju
Pria itu berdiri saat jarak mereka sudah dekat. Bersalaman dengan Nana dan Mbak Wiwin. Wajahnya tampak kikuk. Jelas sekali tidak nyaman berada disini.“Anda mau bertemu saya Pak?” tanya Nana tanpa basa-basi.“Eh iya. Kebetulan saya baru pulang dari luar kota. Ada yang mau saya berikan untukmu,” jawab Andra malu.Sebenanrya Nana ingin menolak. Takut jika ada tetangga yang melihat dia menerima tamu semalam ini. Namun tidak etis jika dia menyuruh Andra pulang setelah jauh-jauh datang kesini.“Oh begitu. Mari masuk dulu.” Nana segera membuka pintu. Mempersilahkan Andra masuk ke dalam.Mbak Wiwin membawa anak-anak ke kamar mandi untuk cuci tangan dan kaki. Baru menidurkan Dinda di kamar utama. Nana ke dapur. Mengambil minuman untuk tamunya. Dia menyajikan segelas teh hangat dan setoples kue nastar.Pak Andra menikmati teh hangatnya dalam diam. Melirik Nana yang sibuk dengan ponselnya. Ia meletakan dua paper bag besar di meja. Mendorongnya ke arah Nana.“Ini hadiah untukmu dan anak-anak. Se
Roni kembali ke dalam sel. Setelah telepon Nana ditutup tanpa pamit. Dia bersandar ke dinding. Tidak tertarik ikut kegiatan olahraga diluar. Tubuhnya menggigil ketakutan. Jika Nana terkena sifilis maka kemungkinan besar Roni adalah pembawanya. Berarti sekarang dia juga terkena penyakit itu.“Siapa yang menularkannya padaku? Arni atau wanita lain?” Roni mengigit kuku jarinya bingung.Dia tidak bisa menebak siapa yang memberi penyakit itu padanya. Semua wanita yang pernah ia tiduri setelah Nana memberinya kesempatan kedua hanya empat orang. Arni dan tiga teman kerjanya yang dulu pernah saling menggoda.Jarum jam terus bergerak hingga tanpa terasa langit berubah malam. Jam sepuluh hampir semua tahanan sudah tidur. Hanya Roni yang terjaga. Dia duduk bersandar setelah pergi ke kamar mandi. Memeriksa miliknya sendiri. Tidak ada yang aneh. Jika Roni punya hp sekarang ia ingin mencari tanda-tanda gejala itu.“Siapa tahu Nana juga selingkuh dengan pria lain sehingga dia terkena penyakit itu.”