Senja yang indah serta angin yang berhembus sepoi-sepoi membuat pepohonan melambai-lambai kesana-kemari, bergoyang indah mengikuti arah angin yang membawanya.Sinta dan Peter sedang duduk di pinggir pantai menikmati pemandangan senja yang indah, sekaligus menghilangkan rasa penat karena bekerja seharian.Setelah laporannya dicatat oleh petugas polisi dan pihak polisi mengatakan akan segera menangani kasus tersebut membuat Sinta sedikit lega." Aku suka melihat pantai, indah dan menyejukkan hati. Bagaimana denganmu, Sint?" tanya Peter seraya melihat sekeliling pantai yang sunyi." Hmmm, Aku juga suka dengan suasana pantai yang tenang seperti ini, rasanya semua keindahan dan kedamaian menjadi satu. Peter coba kamu rasakan." Sinta berdiri dia memejamkan mata, dan merentangkan kedua tangannya lalu menarik nafasnya dalam.Peter mengikuti seperti yang Sinta lakukan, dia merasakan kedamaian dan ketenangan hatinya ketika dia menarik nafasnya yang disertai hembusan angin membuatnya berada di at
Kesunyian kembali menemani kedua Insan itu. senja pun telah pergi ...berganti dengan gelapnya malam.Peter memakai kacamatanya lalu mengajakku Sinta pergi meninggalkan tempat itu.Derrrrtt....Derrrrtt .....Derrrrrrtt ....Suara getaran ponsel yang terus bergetar kencang itu telah membangunkan sepasang insan yang sedang tertidur pulas. Suara panggilan telepon yang di setting agar terdengar suara getaran itu memang di sengaja, supaya tidak mengganggu istirahat si pemilik ponsel.Marco mengucek- ngucek matanya yang masih terasa mengantuk, di sampingnya seorang wanita masih tertidur di atas dadanya yang bidang." Sayang, siapa pagi-pagi sudah mengganggu." Suara manja layaknya anak kecil sedang merajut itu semakin memeluk Marco dengan erat.Pemuda itu tidak menjawabnya dia segera mengambil ponselnya yang berada di samping tempat tidurnya. Marco melihat begitu banyak pesan W******p dan panggilan masuk di ponselnya beberapa di antaranya panggilan dari ayahnya.Semalam dia begitu menikmati
Astaga, Kamu lagi. Dunia ini begitu sempit ya! sampai-sampai harus bertemu dengan mu lagi," ucap Marco yang seolah-oleh dia tidak sengaja berada di sana.Marco tersenyum sendiri membayangkan ketika mengatakan kalimat itu, dia bisa menebak ekspresi gadis tersebut yang akan membuatnya tersenyum geli.Hayalannya itu segera memudar saat dirinya sudah melihat gadis itu keluar dari toko pengadaian, dia semakin cepat melangkahkan kakinya agar dia terlihat seperti orang yang buru-buru dan berpura-pura tidak sengaja bertemu dengan si gadis. Marco juga sudah mempersiapkan semua jawaban jika gadis itu membantah semua ucapannya. Namun, niatnya itu dibatalkannya tak kala dia melihat sosok pria sedang menghampiri gadis itu." Sinta, ternyata kamu di sini. Aku kira kamu pergi kemana, kamu tahu,'kan polisi belum berhasil menangkap sosok penguntit itu, jadi jangan pergi sendirian? tanyanya tampak cemas." Maaf, Peter. Tadi aku cari toilet malah nyasar," ucap Sinta penuh rasa menyesal." Ya sudah, tida
" Aku takut dia menolak perasaan ku, dan ...,yang paling aku takutkan dia tidak mau lagi menjalin pertemanan dengan ku. Aku benar-benar takut kehilangan kedua-duanya, cinta sekaligus teman."Luna yang mendengar itu hanya bisa memeluk Sinta dan memberikan dukungan penuh apa pun pilihan Sinta.Sebagai sahabat, Luna sangat berharap Peter akan memiliki perasaan yang sama dengan Sinta karena menurutnya Peter orang yang tepat bersama Sinta. Beberapa menit berlalu kedua gadis itu menyudahi keharuan atas kegusaran hati Sinta. Terlihat, seseorang sedang berlari kecil menghampiri kedua gadis itu yang baru saja berdiri dari tempat duduknya. " Luna, handphone mu ketinggalan di meja kasir, aku lihat ada yang menelepon mu. Sepertinya itu telepon penting karena berulang kali nomor itu menelepon mu," ucap salah satu teman pramusaji mereka." Astaga, aku lupa membawa handphone ku," jawab Luna yang merogok saku celananya." Ya sudah, Lun. Cepat ambil handphone mu kali saja itu telepon penting. Lis, ka
Aldi si penguntit itu tersenyum puas karena Sinta sudah ada dalam genggamannya, tapi senyuman itu berubah menjadi kepanikan di wajahnya ketika dia mendengar suaranya sendiri.Ya, sebuah pengakuan kejahatan yang barusan dia ucapkan kepada Sinta. Aldi mencari sumber suara rekaman itu, lalu seorang pria keluar dari balik dinding di tangannya memegang ponselnya yang masih mendengarkan suara rekaman pembicaraan Aldi dan Sinta.FlashbackSetelah selesai makan siang bersama Peter, Sinta meminta Peter menunggunya karena dia ingin ke toilet. Peter hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil, tapi yang tidak dia ketahui oleh Peter sebenarnya Sinta ingin pergi ke toko tempat pengadaian perhiasan.Dari sana, Sinta sudah bisa merasakan jika ada seseorang yang sedang mengikutinya, memperhatikan gerak-geriknya dari tempatnya bekerja sampai mengikutinya sampai sejauh ini.Setelah mengambil uang hasil mengadaikan kalungnya, Sinta ingin cepat-cepat pergi menemui Peter. Dan, ternyata Peter telah lebi
Malam yang panjang nan sunyi.diserta rasa takut yang mencekam telah berlalu.Berganti dengan, Sang Mentari yang telah kembali bersinar memancarkan cahayanya yang hangat.Sinta yang belum lama memejamkan matanya terbangun karena dia mengalami mimpi yang sangat buruk. Dia teringat kembali kejadian semalam, di mana Peter harus mengalami luka di lengannya hanya untuk melindungi dirinya dari serangan Aldi yang membabi buta.Tadi Malam, Luna yang mendapat kabar dari Sinta langsung menemui sahabatnya itu di rumah sakit. Luna menemani Sinta selama beberapa jam di rumah sakit, lalu dia mengajak Sinta pulang untuk beristirahat. Awalnya, Sinta tidak ingin pulang dia ingin menemani Peter yang kala itu sudah tertidur sangat pulas karena kelelahan.Tapi, Luna terus membujuknya dengan mengatakan jika kakek Lau akan panik bila mendapati Sinta tidak ada di rumah.Sinta yang mendengar perkataan Luna itu akhirnya bersedia untuk pulang karena dia juga tidak ingin kakek Lau khawatir akan dirinya. Lagi
" Anna, Apa menurutmu yang ku lakukan sejauh ini, hanya terlihat seperti perlakuan seorang kakak ke adiknya? Tidakkah kamu merasakan sedikit pun perhatian ku sebagai seorang laki-laki yang mencintai mu, Hah?"Deg ....Jantung Sinta yang mendengar percakapan itu berdetak kencang, deru nafasnya tak beraturan. Rasa sakit yang dirasakan oleh Sinta seperti sayatan belati yang menusuk-nusuk ke dalam hatinya. Sakit ... Luka yang di rasakannya tak sedikit pun mengeluarkan darah, akan tetapi rasa sakitnya tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.Sambil terus memegang dadanya, butiran air matanya yang sedari tadi ditahannya kini perlahan mulai sedikit demi sedikit membasahi pipinya.Luna yang hampir sampai di kamar Peter, dia merasa heran melihat Sinta yang masih berdiri di belakang pintu. Sinta yang melihat kedatangan Luna, dengan cepat Sinta menaruh jari telunjuk di bibirnya. Sebuah tanda agar sahabatnya itu tidak bertanya apa pun, Luna menganggukan kepalanya mengerti dia pun mendekati S
Sinta menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil, kedua gadis itu pun pergi meninggalkan Peter yang masih tersenyum dengan kesenduan yang terpancar di matanya.Setelah meninggalkan rumah sakit, kedua gadis itu sedang berada di sebuah caffe shop yang berada di pusat kota. Kedua gadis itu hanya memesan minuman serta beberapa camilan ringan yang telah tersaji di atas meja mereka.Sejak keluar dari rumah sakit sampai tiba di caffe shop itu, mereka berdua tidak banyak bicara. Sinta terlihat sangat galau, raut wajahnya sulit untuk diartikan. Luna berusaha menghibur Sinta dengan bercerita banyak hal, tapi sahabatnya tidak meresponnya sama sekali.Tentunya sebagai sahabat yang baik, Luna tidak menyerah dia memberikan semangat supaya Sinta tetap tegar dan tidak putus asa." Sinta, Apa kamu tahu siapa wanita tadi? Hmmm, maksudku Peter pernah cerita sesuatu," tanya Luna ragu-ragu." Iya, Peter pernah bercerita sekilas tentang seorang wanita, tepatnya sahabat masa kecilnya. Tidak salah lagi mungki