Share

Bab 2. Kediaman Keluarga Chan

Bab 2. Kediaman Keluarga Chan

Namun, usaha tidak mengkhianati hasil. Roni memenangkan hati Lola, waktu itu bertepatan hari valentine. Roni membawa seutas bunga menyatakan cinta dan Lola pun menerimanya. Saat itulah Roni mencium bibir tipis pujaan hatinya untuk pertama kalinya.

“Kita sudah lama berpisah jadi tidak ada komunikasi lagi antara kita berdua,” jawab Roni yang menambah kecepatan laju mobilnya.

 

Marco pun tidak bertanya lagi, sesaat suasana menjadi hening hanya terdengar suara lantunan musik dari DVD dalam mobil. Tidak berapa lama mobil pun berhenti di sebuah rumah mewah dengan dua lantai.

Orang- orang menyebut rumah itu sebagai kediaman Keluarga Hendri Chan. Meskipun pemiliknya sudah lama tidak menempati, tetapi rumah itu dibiarkan dihuni oleh pelayan-pelayan yang setia dengan keluarga Hendri Chan. 

“Selamat datang Tuan Muda,” kata seorang pelayan yang menghampiri Marco dan Roni.

Mereka berdua masuk kedalam rumah mengikuti pelayan itu yang membawa barang-barang Marco. Mereka berdua berbincang-bincang di teras rumah. Ketika sedang asyik mengobrol, Roni menerima telepon dari kantor.

“Marco aku masih ada urusan di kantor, kamu istirahat dulu.”

“Thanks, Ron,” kata Marco mengantarkan Roni ke depan rumahnya.  

Setelah kepergian Roni, pemuda itu berdiri di ruang tamu memperhatikan sebuah photo keluarga. Tepatnya, photo pernikahan kedua orang tuanya yang tak banyak dikenal. Marco cuma tahu Om Hans, ayah Roni yang berdiri dekat ayahnya. 

“Itu kakek dan nenekmu, mereka masih tampak muda, 'kan?”

Marco menoleh ke arah sumber suara itu, tepat di belakangnya berdiri seorang bapak paruh baya yang berpakaian rapi. Bapak itu tersenyum memberikan salam kepada Tuan mudanya tersebut.

“Saya Pak Salim, ketua pelayan di rumah ini. Tuan masih kecil waktu Tuan meninggalkan rumah,” kata Pak Salim memberitahu.

“Ya, Pak Salim, Daddy pernah cerita tentang Bapak.” Marco tersenyum kepada Pak Salim.

Pak Salim merupakan pelayan setia keluarga Chan, dia orang yang mengatur segala kebutuhan di rumah. Beliau mengajak tuan mudanya berkeliling di sekitar rumah, di belakang terdapat halaman yang sangat luas dengan kolam renang dan tempat bersantai.

Dulunya, halaman itu sering dijadikan tempat bermain golf oleh ayah Marco. Pak Salim menceritakan secara detail setiap sudutnya, maklum dia sudah bertahun-tahun menjadi pelayan setia keluarga Chan.

Marco menanyakan kabar kakeknya, Pak Salim menceritakan sepeninggal nenek, sang kakek memilih tinggal di panti jompo, beliau bersikeras tinggal di sana.

Mendengar hal itu, Marco hanya bisa bertanya dalam hati kenapa selama ini keluarganya tidak ada yang menceritakan jika kakeknya masih hidup dan tinggal di sebuah panti jompo. 

“Aneh, kenapa kakek tidak tinggal bersama om Hans?” gumam Marco dalam hati. 

***

Malam pun berlalu dengan kesunyian, hingga tiba sang mentari menyapa dengan sinarnya yang terang. Pemuda tampan itu masih tertidur di atas ranjangnya. Sayup-sayup terdengar suara manja yang berbisik di telinganya, mencium daun telinganya begitu lembut, lalu menyapanya, "Honey…"

Pemuda itu pun membuka matanya lalu tersenyum pada sosok wanita yang berbaring di atas dadanya, menatapnya lekat dengan penuh perasaan cinta, baru saja pemuda itu hendak mencium wanitanya, namun kemudian… 

Tok, tok, tok! 

Seseorang mengetuk pintu kamar pemuda itu. Dia pun langsung terbangun dari mimpinya. Dengan mata yang masih mengantuk, dibukanya pintu itu. Seorang pelayan berdiri di depannya.

“Tuan, maaf saya mengganggu. Semalam Tuan minta dibangunkan jam sembilan pagi," ucap pelayan wanita setengah paruh baya. 

“Ah, iya. Terima kasih.” 

Marco kemudian melihat jam di kamarnya sudah jam sembilan lewat. Dia segera membersihkan dirinya, berganti pakaian lalu turun ke bawah. 

Di ruang makan sudah tersedia sarapan dan segelas kopi. Pak Salim pun menghampirinya dan menanyakan keperluan apa saja yang Marco butuhkan. Pemuda itu tidak menjawab malah berbicara yang lain.

“Pak Salim, kapan-kapan antar saya ketemu kakek,” ucap Marco meminta dengan sopan.

“Tuan mau ketemu dengan Tuan Besar?” Pak Salim balik bertanya takut apa yang  didengarnya itu salah. Menurut Pak Salim, Roni yang tinggal di Indonesia saja hampir tak pernah mengunjungi sang kakek di panti jompo.

“Ya Pak,  tentu saja tak ada yang melarang, 'kan?” tanya Marco sambil minum kopi yang ada di mejanya.

“Tentu tidak Tuan, dengan senang hati nanti akan saya antar kesana,” jawab Pak Salim dengan perasaan bahagia. 

Siang itu Roni datang menemui Marco, pemuda itu sedang duduk di sebuah ruangan. Kedatangan Roni disambut hangat oleh Marco, dia mengambil sebuah botol whiskey lalu menuangkan minuman itu ke dalam gelas.

Roni pun dengan senang hati menemani Marco minum. Diminumnya whiskey yang ada di gelasnya. Seteguk rasanya biasa saja namun lama-lama rasanya begitu khas, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Badannya pun menjadi hangat.

“Rasanya berbeda daripada yang biasanya aku minum. Ini merk apa?” Roni yang menghabiskan sisa-sisa minuman yang ada di gelas bertanya. 

“ Domaine de la Romanee Conti 1990, ini merupakan hasil produksi terbaik dari kota Perancis.” Marco menjelaskan lalu menuangkan kembali isi botol itu ke dalam gelas mereka.

Mereka berdua pun menikmati minuman sambil berbincang banyak hal. Roni pun mengajak Marco untuk melanjutkan minum-minumnya di sebuah Klub yang sering dia kunjungi. 

Marco tentu saja tidak menolak. Dua pemuda itu akhirnya berangkat menuju ke Klub yang dimaksud oleh Roni. Di tengah perjalanan, Marco melihat gadis yang bertengkar dengannya di bandara, gadis itu sedang berdiri menunggu bus.

“Stop Ron! Dia gadis yang kemarin di bandara, kan?”  Marco menunjuk ke arah halte bus.

“Gadis? Gadis yang mana?” Roni melihat kearah gadis yang Marco maksud, lalu memutar arah kendaraannya. Setelah Roni memutar kendaraannya dan berhenti tidak jauh dari halte bus itu, Marco pun segera berlari. Karena padatnya orang yang mengantri bus tentu saja geraknya tidak cepat.

Gadis itu tampak santai menunggu bus yang akan segera datang. Namun, tiba-tiba matanya menangkap sosok pemuda yang tidak asing baginya. Pemuda itu sedang berusaha melewati orang-orang yang sedang menunggu bus. Si gadis ingat siapa pemuda itu, di saat dia merasa panik bus pun berhenti tepat pada waktunya, gadis itu segera masuk ke dalam bus.

Marco yang berdesak-desakan berlari mengejarnya. Tetapi sayang, bus itu telah pergi. Kehilangan jejak, dia pun kembali masuk kedalam mobilnya dengan raut muka yang memerah.

Brak! 

Pintu mobil dibantingnya dengan sangat keras. 

"Sialan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status