Maya bergumam sendiri disaat dia memasuki ballroom hotel mewah. Dia hanya mengintil pada pria didepannya yang berjalan tergesa.
Pria tadi berdiri di depan lift. Maya baru sadar penampilan pria tadi dengan gaun yang dipakainya sangat senada. Seperti pakaian couple. Mata maya masih celingak celinguk, “Ho—hotel? Mau apa kesini ya?” gumamnya yang terdengar ditelinga Reno. "Ops, maaf aku lupa mengatakan, ini adalah resepsi pernikahan kita. Jadi, nanti kamu harus akting yang benar ya. Ingat aku bayaran kamu mahal. Aku nggak mau kecewa hanya kesalahan kecil saja dari kamu." Maya melonggo. Tahu-tahu resepsi pernikahan. Bagaimanapun itu bisa terjadi dalam satu jam dia mengalami hal hal diluar nalarnya. Ada orang yang membiayai perawatan ibunya dan sekaligus dia tahu tahu sudah menikah. "Pak, jangan bercanda, saya menikah dengan, Bapak? Itu bagaimana ceritanya. Benar-benar tidak masuk akal," Maya berkata sambil menyentuh tangannya. Namun, sedetik kemudian tangannya ditarik kembali dengan cepat saat Reno memicingkan tajam matanya. "Kita akan bicarakan kontraknya nanti. Yang terpenting sekarang, kamu nanti di hadapan ibu, ayah dan adikku jangan buat masalah. Aku akan mengalihkan semua, kamu cukup tersenyum saja." Maya masih belum mengerti apa yang akan dilakukan oleh laki-laki yang menolongnya. Meski dari ucapannya terdengar mudah, pasti saat dijalankan luar biasa. "Ko-kontrak? Kontrak apa, Pak maksudnya?" masih dalam kebingungan dengan ucapan Reno. "Reno, Reno Baskoro. Sayang, honey atau beb. Panggil aku dengan salah satu itu saat ada dihadapan ibu, ayah atay adikku. Aku mau kamu ingat itu mulai sekarang saat memanggilku. Jangan sampai kamu lupa, Reno suami Maya mulai sekerang. ingat itu. Jangan tanya lagi pokoknya sekarang kamu harus senyum!" Reno meraih pinggang Maya, dia sangat terkejut tiba-tiba lelaki yang nggak dikenalnya melakukan itu. "Ini tidak akan lama, dua jam paling lama. Kamu hanya perlu berada disampingku saat menyapa keluarga dan tamu undangan, kamu mengerti kan, Maya?" Meski Maya ingin menggelengkan kepala atau menolaknya. Itu nggak dia lakukan selain mengikuti permainan dan sandiwara yang Reno inginkan. Pintu ruangan terbuka, jelas Reno dan Maya langsung jadi tokoh utama dalam tayangan sinetron yang sedang mereka lakoni. Jantung Maya ketar ketir nggak karuan. Dia nggak bisa membayangkan dalam satu waktu yang tak terduga, dia tiba-tiba menghadiri pesta resepsi pernikahan yang nggak pernah sama sekali dia lakukan. "Mah, Pah, perkenalkan ini Maya, istrinya Reno. Bukan Reno mau menyembunyikan semua, Reno hanya nggak mau kalau Mama terus menerus jodohin Reno. Jadinya sekarang Reno bawa kehadapan Mama, biar Mama dan Papa percaya. Aku nggak berbohong, cuma maafkan Reno, Mah, Pah, Maya tidak seperti lain yang suka memamerkan diri. Dia gadis sederhana yang bisa menaklukkan hati Reno, Mah, Pah!" Maya hanya bengong mendengar karangan yang sedang dibuat Reno. Bagaimana laki-laki berkata seolah nggak terjadi apapun. Apalagi tangannya dengan leluasa memeluk pinggang dan mengecup kening Maya. “Cantik, dia cantik sekali, Reno. Dia memang sedikit berbeda dari para wanita yang sering kau bawa, uhm,” wanita yang disapa oleh Reno tadi menyentuh pipi Maya dan tersenyum. “Kamu pasti sangat bekerja keras untuk menaklukan hati anak playboy Mama ini kan, May? Ah, sampai lupa, nama Mama, Siska Amelia, kamu bisa panggil Mama, Mama Siska atau Mama Amel, sama saja kok. Ini Papanya Reno, Tomi Baskoro,” wanita yang memperkenalkan dirinya dan suami. “I—iya, Mama Amel, namaku, Maya Sari Bakti,” mereka menautkan kening dan terkekeh kecil saat mendengar nama Maya. “Sudah sudah yang penting Mama bahagia dan senang. Mama ingin kamu segera dapat momongan biar keluarga Baskoro nggak sepi lagi. Pokoknya kalau bisa kamu bikin yang banyak ya, May.” Maya hampir tesedak saat mendengar ucapan ibunya Reno. Sedikit terkejut, keluarga yang terlihat kaya seperti keluarga Baskoro biasa saja saat menerima calon menantu. “Dimana Rama, Mah, Pah?” kemudian Reno terdengar mempertanyakan seseorang. “Dia sedang menyambut tamu dan bersama Nadia, tadi Mama lihat mereka sedang disa—,” ucap Mama Amel menggantung, “Nah tuh mereka, mereka ada dipojokan sedang mengobrol!” tunjuk kembali Mama Amel. Setelah perkenalan yang tidak banyak bicara Ayah Reno. Dia terlihat menatap terus Maya seolah ada satu hal yang dia tangkap. “Ya sudah, aku kesana dulu ya, mau memperkenalkan Maya dengan mereka,” ucapnya. Reno terlihat sumringah saat mendengar nama Nadia. Lalu dia menggandeng Maya ikut bersamanya lagi, tanpa Maya sempat berkata apapun. Hanya tersenyum dan menganggukan kepala persis seperti yang dikatakan olehnya. “Rama,” panggil Reno saat mendekat kearah mereka. Maya mengkrejabkan matanya, dia terkejut dengan sosok laki-laki dihadapannya. Wajahnya benar—benar mirip dengan Reno. “Maya, kenalin, ini adikku Rama Baskoro, adik kembar aku,” Maya hanya bisa mematung saat mengulurkan tangannya. Dia nggak sangka akan bertemu dengan laki—laki kembar yang kalau dilihat dari kasat mata itu nggak ada bedanya sama sekali. Dan kebetulan banget baju yang dipakainya pun mirip dengan mereka. Berwarna putih. Maya mengulurkan tangannya perlahan, “Ma—Maya,” sedikit ada perasaan aneh saat Maya menatap laki—laki dihadapannya. Entah apa dia tidak suka dengan Maya atau ada hal lainnya saat Rama menyambut tangannya. Tangan Rama dingin saat bersentuhan dengan tangan hangat Maya. “Ram, gue titip bini gue sebentar. Lo temenin dia dulu makan, dia kayaknya belum makan sejak siang tadi. Gue ada urusan dulu sama Nadia, ada yang harus kita obrolin soal pekerjaan, bukan begitu, Nad?” Nadia seolah mengerti dan memehami maksud dari ucapan mendadak Reno. “Ah, iya,kontrak yang kemarin itu kan, Ren,” sambut Nadia dengan jawabannya sambil tersenyum. “Iya, penting banget. Yang kontrak di perusahaan Mawar itu, yuk!” Reno melepaskan tangannya dari pinggang Maya dan meraih pinggang Nadia. Makin nggak karuan Maya. Dia belum kenal semua, tapi sudah ditinggalkan pergi begitu saja. “Kita kesini kakak ipar,” ucap Rama membuatku terkejut. Suaranya benar benar mirip juga dengan Reno. Orang nggak akan sangka kalau Maya berbicara dengan orang lain. “I-iya,” Maya menurut saat Rama mengajaknya duduk ke sudut sofa dan memanggil beberapa orang pelayan untuk mengambilkan beberapa minuman dan camilan. “Minumlah,” Maya nggak tahu minuman apa yang diberikan oleh Rama. “I—ini, tidak beralkohol kan? Aku nggak bisa minum itu. Aku takut mabuk seperti yang ada di teve—teve,” Rama terkejut dan menarik sudut bibirnya kecut. Dia nggak akan sangka akan mendapatkan jawaban yang begitu waspada. “Tenang saja kakak ipar, kalau kakak ipar mabuk, masih ada aku atau Kak Reno. Mau aku atau Kak Reno sama saja kan, pasti bisa membuat kakak ipar senang,” Rama tiba—tiba mendekat, berbisik dan menyusupkan tangannya dibalik gaun yang Maya gunakan.Reno berjalan menyusuri tempat dimana dia mengurung Nadia. Dia akan mengecek bagaimana kondisi Nadia saat ini. Meski hatinya sedih pada akhirnya dia harus mencoba merelakan wanita yang sangat dicintainya. Reno benar-benar tidak ingin membuat Maya dalam kondisi bingung seperti kemarin. Ia ingin mencoba berjuang keluar dari lingkaran yang sudah direncanakan secara sengaja olehnya. "Yah, setidaknya, ini hutang gue sama lo, Rama. Gue akan mengalah dan gue akan belajar mencoba menerima Nadia. Meski sulit, gue akan tetap mencobanya, Rama. Gue ingin, kita sama-sama mendapatkan pasangan yang lebih baik," gumam Reno sendiri sebelum dia benar-benar memasuki lorong dengan suasana remang dan tangga baru yang menuju sel dimana Nadia di kurung. Perlahan Reno menuruni tangga berbatu itu. Tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan emosi saat akan bertemu dengan Nadia. Sekarang Reno sedikit tenang dengan hatinya yang mantap untuk berbicara dengan Nadia. Reno membuka selnya. Aroma menyengat dan tak
"Baik, Tuan. Saya akan menjalankan semua yang Anda katakan," jawab Markus yang akan pergi."Urus perceraian saja dulu. Aku akan melihatnya kesana," ucap Reno.Reno sudah memutuskan untuk memberikan Nadia kesempatan dan dia akan melihat kondisinya sekarang. Kemudian Reno melangkah pergi dan saat itu berpapasan dengan Maya dan Rama.Reno melihat wanita yang dicintainya itu keluar dengan kemeja milik Rama."Mau kemana?" Rama bertanya saat melihat wajah kakaknya gusar."Gue mau ke danau belakangan," jawab Reno seolah memberikan kode pada adiknya."Jangan bilang lo …"Rama tidak melanjutkan kata-katanya yang menggantung. Cukup menatap wajah kakaknya saja."Hah, lo benar-benar sudah nggak waras!" sedikit komentar kecut penuh penekanan keluar dari mulut Rama."Gue cuma kasih dia sedikit pelajaran karena dia sudah mengganggu dan menyakiti Maya," balas Reno lagi dan mengalihkan wajahnya pada Maya.Maya menoleh saat namanya disebut lalu dia mencoba mencerna apa yang sedang dua lelaki itu bicara
"Kalo gitu, gue bawa Maya. Gue anggap, mulai hari ini, lo setuju dengan omongan gue. Dan mulai hari ini dia akan tidur di kamar gue. Jadi, lo nggak usah cemburu lagi."Perkataan Rama tegas, ia menarik tangan gadis itu."Oya, jangan lupa bilang Markus untuk urus surat perceraiannya. Setelah itu, gue mau nikah sama dia," Rama berkata penuh percaya diri meraih pinggang Maya untuk ikut bersamanya. "Ra–ma tunggu, ini serius?"Maya menghentikan langkah kaki Rama saat dia akan membawanya masuk ke kamar. "Serius sayang, memangnya aku main main sama kamu. Aku kan sudah bilang, aku serius melakukannya. Aku sudah ada disini dan akan menjagamu. Aku akan menepati janjiku. Aku nggak akan meninggalkan kamu lagi," jelas Rama. "Tapi, aku nggak mau disini. Ini dimana sih? Aku boleh pulang ke rumahku saja nggak?"Maya mencoba bernegosiasi, kalau memang Rama bisa melepaskan dirinya, dia akan benar-benar pergi. "Kamu kan tahu, aku nggak suka liat kamu tinggal di tempat seperti itu. Itu tempat jelek d
Maya dengan kuat menggigit bibir Reno dan tanpa sadar mendorong tubuhnya hingga dia tersungkur di samping ranjang."Ahh shh lebih cepat, aku mau sampai."Mungkin itu terdengar menyakitkan di hati Reno. Dia benar-benar melihat penolakan dari mata istrinya."Jangan sentuh aku, Mas Reno. Aku mohon. Kalau kau berani menyentuhku lagi, aku akan bunuh diri," ancam Maya.Sedetik kemudian kepala Maya ke belakang, tangannya meremas sprei saat Rama menghujamnya dengan kencang."Ughh ah!" lolongan panjang dari Rama dan Maya menandakan keduanya sudah sampai pada tahap pelepasan.Maya mengatur napasnya yang memburu, Rama dengan cepat menarik benda beruratnya dan menunjukkan di depan kakaknya."Dia, bukan Nadia, Ren. Dia, nggak akan pernah menerima diperlakukan kayak begitu. Lo salah kalau menilai wanita gue seperti itu," dengus Rama, dia memakai celananya dulu. Berjalan ke lemari dan mengambilkan baju untuk Maya."Pakai ini, Sayang. Kita hanya beristirahat sebentar," ucap Rama. Maya menurutinya dan
"Tolong jawab aku, sayang, apa kau baik-baik saja?" Kini tanpa ragu, tangan Rama menyentuh pipinya. Rama sedikit gusar karena Maya belum memberikan respon apapun.Jelas mereka berdua tahu kalau gadis itu sedang kebingungan. Tapi, mereka pun penasaran dengan sikap apa yang akan dipilih oleh gadis itu.Gadis dimana dia berstatus istri dari kakaknya dan dia tanpa sadar sudah memberikan hati untuk menjadi kekasih dari adik iparnya."A-aku, baik-baik saja, hanya masih sedikit pusing," jawaban itu mau tak mau keluar dari mulut Maya."Pusing? Di sebelah mananya, sayang? Katakan. Aku akan memijat kepalamu!"Sebelum Reno kalah start dari adiknya, dia sudah mencuri start lebih dulu mendekati Maya."Ti-tidak, aku tidak apa-apa, Mas Reno," jelas Reno mendengar kalau gadis itu menyebutkan namanya.Sesaat Reno tertegun dan kembali menarik tubuhnya. Bagaimanapun sekarang, dia tak boleh membuat bingung atau menekan perasaan gadis itu. Sepertinya yang James katakan, kondisi pemulihannya beresiko."Kau
"Kenapa? Kenapa lo diam? Apa yang gue bilang benar kan? Jadi, lo nggak usah sok perhatian dan bilang lo cinta sama dia deh. Lo tuh cuma manfaatin dia demi kepentingan lo.""Gue, nggak apa-apa. Apa yang lo inginkan bisa lo dapetin. Sebab dari dulu gue nggak minat dengan semua ini. Gue ingin bebas tanpa harus menyandang nama keluarga.""Dan, itu lo bisa ambil semua. Kita barter saja. Lo dapatkan semua, dan gue dapat apa yang gue mau. Gue cuma mau dia dan gue mau bawa dia pergi jauh dari sisi lo!"Terdengar dengan jelas dan tegas permintaan yang keluar dari mulut Rama. Itu bukan main-main. Rama tidak pernah seserius ini terhadap seorang wanita.Reno memang tahu, sejak dulu adiknya lebih senang membangun apapun tanpa nama besar keluarga. Bukan Reno tak sanggup melakukan itu, tapi dia pun sudah banyak ambil andil dalam kontribusi membuat nama perusahaan Baskoro semakin melambung."Nggak. Lo tau itu nggak mungkin. Gue nggak akan pernah melakukan itu. Dia, sudah gue pilih jadi istri gue, sel