“Tasya, kamu pulang sama siapa?” Tezaar menghentikan laju motornya di depan Tasya yang berdiri di depan loby.
“Pulang sendiri, ini lagi pesan ojeg online.” Tasya menjawab tanpa menatap wajah Tezaar.“Ayo aku antar.” Tezaar menawarkan tumpangan.Tasya mengangkat kepalanya menatap Tezaar sesaat.“Terima ajakannya enggak ya? Gimana kalau nanti aku baper?” Tasya membatin.“Enggak deh, makasih … aku pulang sendiri aja.” Tasya menolak karena kalau sudah baper, dirinya sulit mengendalikan diri.Seperti yang sudah-sudah, menangis setiap malam karena tahu Tezaar ternyata tidak pernah mencintainya.“Kok kamu gitu?” Tezaar tidak terima.“Aku mau ke Supermarket dulu, mau beli skin care dulu terus mau beli makan malam dulu … banyak yang mau aku lakuin, udaaaah … kamu pulang aja sana.” Tasya sedang berusaha menjaga hatinya.Tezaar berdecak lidah kesal. “Kamu kaya sama ke siapa aja, dulu kamu sering minta anter aku ke sana ke sini … aku mau.”“TerHancur, satu kata yang bisa menggambarkan perusahaan di Singapura saat ini.Jangankan bisa mengejar target dari kakek, yang sudah ada pun tidak bisa Leonhard pertahankan.Sekeras apapun Leonhard berjuang mempertahankan perusahaan tidak akan berhasil kalau yang menghancurkannya ada di dalam perusahaan itu sendiri.Leonhard melempar berkas-berkas yang berserakan di atas meja ke udara.Dia menggeram sembari meremat rambutnya. “Tidak ada yang bisa kita selamatkan?” Leonhard menatap nanar Ava.Ava menggelengkan kepala dengan raut wajah penuh penyesalan.“Kita kumpulkan bukti lalu laporkan kelakuan Mia ke kakek, setidaknya kamu tidak sendirian menanggung ini semua.” Ava malah memberi saran seperti itu padahal Mia adalah kakak kandungnya sendiri.“Tapi Mia kakakku … aku tidak ingin kakek membencinya.” Leonhard masih memikirkan orang lain padahal nasib dirinya berada di ujung tanduk.“Kamu enggak bisa seperti ini, Leon … kamu sudah berusaha, kamu telah bekerja keras untuk perusahaan i
Enam jam perjalanan udara berhasil Leonhard tempuh hingga sampai ke rumah mewah keluarga Lee.Sekuriti langsung membukakan pintu pagar besar itu setelah mengetahui sang tuan muda duduk di kabin belakang taksi yang datang.Leonhard meminta driver menurunkannya di depan rumah utama melewati area rumah kedua orang tuanya.Leonhard di sambut kepala asisten rumah tangga.“Di mana ibu tiriku?” Leonhard bertanya.“Sedang di ruangan sayap kanan bersama nyonya Wulandari, Tuan.” Tanpa menunggu detik berlalu Leonhard menderapkan langkah ke ruangan yang dimaksud.Kehadirannya membuat kedua wanita paruh baya yang dicintai sang papi itu menoleh.“Leon! Apa yang terjadi?” Mami Wulandari menjerit histeris melihat wajah anaknya yang babak belur.Mami langsung memburu Leonhard, mengusap wajahnya yang memar.“Apa yang terjadi, Nak? Katakan sama Mami?” Mami Wulandari menangis.“Leon enggak apa-apa, Mi ….” Leonhard menurunkan tangan mami dari wajah
“Mami yakin kamu bisa melewati semua ini, Doa Mami selalu bersamamu.” Mami Wulandari mengecup kening sang putra.“Makasih ya Mi ….” Leonhard tersenyum.“Hati-hati di jalan ya sayang, sampaikan salam Mami sama Nova ….” Mami Wulandari membalas senyuman Leonhard.Senyum di bibir Leonhard memudar mendengar nama disebut, dia mengecup kening mami Wulandari sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.Leonhard harus kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda karena setelah itu dia akan menetap di Singapura menduduki jabatan Lower Manager seperti apa yang sudah diputuskan sang kakek.Leonhard tidak akan berharap banyak kepada istri pertama papinya, yang penting sudah berusaha—biarlah Tuhan yang menjadi penentu jalan hidupnya.Tapi Leonhard penasaran bagaimana reaksi papa mertuanya setelah mengetahui ini.Apakah papa Handoko akan meminta Nova menceraikannya lalu menikahkan Nova dengan Ethan mengingat Ethan yang nanti akan melanjutkan posisinya di Asia Sinergy.Selama p
Aruna : Sayang.Leonhard yang sedang berkoordinasi dengan banyak karyawan melalui pesan singkat sebelum kepindahannya ke Singapura dapat melihat pop up pesan dari Aruna.Dua hari ini dia dan Aruna tidak berkomunikasi bahkan Leonhard belum membalas pesan dari Aruna yang bertanya kabar karena hatinya sedang dilanda gundah.Alasan gundah yang pertama adalah dia harus menerima posisi barunya di Lower Manager.Bekerja dengan orang-orang yang dulu pernah dia pimpin dan mungkin sedikit keras dengan banyak tekanan.Bayangkan bagaimana mereka akan membully Leonhard nanti.Lalu yang kedua, Leonhard sedang merasa bersalah kepada Nova telah mengkhianati wanita itu.Yang ketiga, Leonhard merasa bersalah kepada Aruna yang menidurinya saat masih berstatus suami Nova.Dan yang keempat adalah dia tidak ingin Aruna disebut sebagai pelakor.Menurut Leonhard, dia harus menyelesaikan hubungannya dengan Nova dulu baru meresmikan hubungan bersama Aruna.Kebetulan sekarang dia sudah tidak menjabat
Leonhard terus melangkah tidak menghiraukan teriakan Nova memanggil namanya.Sampai akhirnya kaki Leonhard berhenti tepat di depan pintu unit apartemen.Dia sudah mengangkat tangan untuk menekan angka tapi pintu tiba-tiba terbuka dari dalam.Mata Leonhard membelalak, langsung mendorong benda tersebut hingga sosok pria muncul di hadapannya.Mata Dewa tidak kalah lebarnya, pria itu tampak terkejut bukan main.“Leon!” Nova berteriak melihat Leonhard mengangkat kepalan tangannya untuk menghantam wajah Dewa.Wanita itu mempercepat langkah tapi sayang bogem Leonhard yang dilayangkan sekuat tenaga sudah sampai di wajah Dewa.Bugh!Dewa mundur beberapa langkah kemudian terjerembap ke belakang tidak sempat menangkis pukulan Leonhard.Seakan tidak puas sampai di situ, Leonhard menarik kaos Dewa agar kembali bangkit kemudian menghajar pria itu habis-habisan menggunakan segala amarah dari semua masalah yang tengah menyerangnya tanpa henti.“Leon! Lepaskan Dewa! Leon, aku mohon!” Nova de
Leonhard menutup pintu setelah kepergian para perawat mengantar Nova ke ruang rawat.Dia menundukan kepala, memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.Leonhard sedang menimbang banyak hal termasuk obrolannya dengan Dewa.Dia meminta Dewa pergi saat Nova berhasil keluar dari ruang operasi dengan selamat.Leonhard membawa tubuhnya memutar kemudian menarik langkah pelan ke sisi ranjang di mana Nova terbaring dengan mata terpejam dan selang oksigen di hidung.Tidak berhenti Leonhard mengucap syukur di dalam hati karena Nova berhasil selamat.Tangannya terulur hendak menarik selimut untuk menutupi hingga ke dada Nova namun dia melihat tangan dan lengan kemejanya dipenuhi bercak darah.Leonhard baru sadar kalau pakaiannya banyak dikotori darah Nova.Dia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci tangan lalu menghubungi orang rumah agar mengantarkan pakaian bersih ke rumah sakit tidak peduli waktu masih menunjukan dini hari.Satu jam kemudian driver datang mengantar sebuah tas beri
Tok … Tok … Ceklek … Langkah berat mendekat ke area ranjang, awalnya Nova dan Leonhard berpikir kalau perawat yang datang hendak mengecek kondisi Nova tapi saat tirai yang mengelilingi area ranjang di singkap, sosok Dewa yang kepalanya masih diperban muncul sepagi ini. “Dewa ….” Nova bergumam tapi matanya menoleh menatap Leonhard. Dia jadi tidak enak hati dengan kedatangan Dewa. Dewa berdiri di samping sisi ranjang yang lain, mengusap kepala Nova yang dililit perban. “Sakit?” Pria itu bertanya penuh khawatir. Nova menggelengkan kepala. “Kepala kamu, sakit?” Nova balas bertanya penuh perhatian. “Udah enggak, tapi masih harus diperban sampai lukanya kering.” Dewa menimpali. Bersamaan dengan itu Leonhard bangkit dari kursi lalu meninggalkan area ranjang pasien. Dewa langsung memeluk Nova yang hanya bisa memandangi punggung Leonhard menghilang dibalik tirai dengan per
Papa Handoko beserta mama Pramesti datang ke rumah sakit.Leonhard memaksa untuk memberitahu mereka tentang kecelakaan yang dialami Nova, dia bersedia mengganti kronologis cerita kenapa Nova sampai mendapat trauma di kepala demi menutupi perselingkuhan wanita itu.Saat memasuki ruangan, raut wajah pak Handoko tampak bengis sedangkan mama Pramesti langsung memburu putrinya yang kebetulan sedang tidur.“Ya ampun sayang, kenapa bisa kaya gini? Kamu itu memang ceroboh, dari kecil kalau jalan suka tersandung … makanya Mama bilang ‘kan hati-hati kalau jalan … bangun tidur itu duduk dulu jangan langsung ke kamar mandi.” Mama Pramesti menegur Nova sambil menangis melihat kepalanya sang putri dibalut perban dan katanya sampai harus melakukan operasi kecil.Seperti itu lah kronologis yang disepakati Leonhard dengan Nova yang kebetulan sesuai dengan kebiasaan Nova yang ceroboh.Nova jadi terjaga, matanya perlahan terbuka saat mama masih memeluknya.“Apa kabar, Pa.
Tok …Tok …Ceklek …Aruna dan Arumi yang sedang asyik mengobrol seketika menoleh ke arah pintu.Sosok Reynand masuk memunculkan senyum di bibir kedua perempuan cantik itu namun pudar ketika sosok perempuan ikut masuk mengikuti Reynand dari belakang.“Aruna … kamu udah makan malem? Aku bawain makanan ini, tadi Danisa yang beli.” Reynand menunjuk gadis yang kini berdiri di sampingnya.Arumi dan Aruna masih bingung, keduanya menatap Reynand dan gadis bernama Danisa secara bergantian.“Oh … ini Danisa, mamanya lagi dirawat di sini juga, beberapa hari lalu kami bertemu di coffe shop ….” Lalu Reynand beralih ke Danisa. “Danisa, kenalin ini Arumi adik aku dan Aruna kakak sepupu aku.” Danisa mengulurkan tangan sembari tersenyum ramah.“Hallo … aku Danisa.” Danisa memperkenalkan diri.Meski masih heran karena setau mereka—Reynand adalah sosok pendiam, dingin dan tertutup kepada orang baru apalagi perempuan tapi Arumi dan Aruna mencoba menya
Sikap Tasya berubah seratus delapan puluh derajat menghadapi Tezaar.Dia butuh waktu untuk menata hatinya setelah penolakan Tezaar kemarin dan tentunya menerima kenyataan kalau pria itu akan menikah.Karena pekerjaan mereka dilakukan tanpa mengobrol dan sungguh-sungguh jadi lah pekerjaan cepat selesai.Sebelum sore mereka sudah dalam perjalanan kembali ke Jakarta namun karena berbarengan dengan jam pulang kerja, jadilah Tasya dan Tezaar harus melewati kemacetan.Saat pergi tadi Tezaar sengaja duduk di depan di samping driver untuk memberi Tasya ruang agar bisa menerimanya kembali dan sekarang saat pulang Tezaar memilih duduk di kabin belakang bersama Tasya yang duduknya terlalu mepet ke pintu seakan enggan berdekatan dengannya.Tezaar menoleh menatap Tasya yang pandangannya lurus ke depan dengan kepala bersandar pada kaca jendela, gadis itu sedang melamun.“Hei … laper enggak?” Tezaar bertanya memulai pembicaraan karena sepanjang jalan baik pergi tadi maupun sekarang saat pulang
Sampai di depan ruangan Arumi, Aruna langsung membuka pintunya.Di dalam sana masih ada om Kaivan dan tante Zhafira.“Om … Tante … pulang aja, biar Arumi sama aku,” kata Aruna setelah menyalami kedua orang tua Arumi diikuti Leonhard.“Oke deh, kami pulang dulu ya … mungkin Tante sama om agak lama di Bandung jadi nanti Arumi ditemani Reynand.” Tante Zhafira memberitahu.“Oke Tante … Om, hati-hati di jalan.” “Titip Arumi, ya sayang.” Tante Zhafira berpesan.“Kami duluan Pak Leon,” ujar om Kaivan saat meninggalkan ruangan dan berbalas anggukan kepala dari pria itu.“Kapan mulai theraphy?” Aruna bertanya seraya meletakan paperbag berisi dessert kesukaan Arumi di atas meja.“Minggu depan.” Arumi menjawab.“Lekas sembuh ya Arumi.” Leonhard akhirnya buka suara.“Makasih Pak Leon.” Arumi menyahut.Leonhard mengangguk sambil tersenyum tipis.“Aku pulang ya.” Leonhard pamit kepada Aruna.Aruna mendekat kemudian memeluk Leonhard
“Amore ….” Enzo yang duduk di tepi ranjang meraih satu tangan Arumi yang bebas.Malam hampir larut, hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu karena papa dan mama sudah pulang untuk beristirahat.“Besok aku akan pulang ke Italia untuk menyelesaikan beberapa urusan di sana lalu aku akan kembali untuk membangun bisnis dengan papa kamu di sini dan menikahi kamu … kamu tunggu aku ya, aku usahakan hanya seminggu di Italia.” Arumi menggelengkan kepala. “Pergilah Enzo, tapi aku tidak akan menunggumu … jangan berjanji apa-apa … kamu bebas, aku tidak berharap apapun padamu.” Bukannya Arumi sok jual mahal tapi justru dia tidak ingin membuat Enzo terikat karena sadar diri dengan keadaannya.Menurutnya, Enzo adalah pria baik dan berhak mendapatkan wanita yang sempurna.Enzo terkekeh, dia tidak mengambil hati ucapan Arumi justru sangat mengerti makna tersembunyi dibalik ucapannya itu.Bergerak ringan, Enzo membaringkan tubuhnya di samping Arumi dalam posisi miring kebetulan ranjang pasi
Om Kaivan dan tante Zhafira baru saja keluar dari ruangan mami Zara setelah sebelumnya dokter Patologi menjelaskan hasil lab yang kini tengah tante Zhafira peluk.Keduanya melangkah pelan dengan tatapan kosong menuju kamar Arumi.Sampai di sana, mereka melihat Arumi sedang disuapi makan siang oleh Enzo.Pria itu begitu tekun merawat Arumi pagi siang malam tanpa lelah atau pun mengeluh padahal Arumi belum memutuskan menerima cintanya.“Mau Mama atau Papa aja yang sampaikan hasil lab ini ke Arumi?” Om Kaivan meminta pendapat istrinya.“Papa aja, Papa yang paling dekat dengan Arumi.” Tante Zhafira mengusap pundak suaminya kemudian mendorong pelan untuk masuk ke dalam ruang rawat itu.Enzo dan Arumi seketika menoleh saat sosok om Kaivan mendekat ke area ranjang pasien.Enzo tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah sofa set di mana di atas mejanya terdapat MacBook yang terbuka sebagai media Enzo memantau pekerjaan di Italia, di sana juga telah duduk tante Zhafira yang memberi kod
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka