Perkenalkan, saya arini asisten pribadinya dokter Saka," ucap Arini mengulurkan tangannya.
"Dokter saka?" Aura terkejut. Hatinya kian berdesir begitu hebat dengan penuturan Arini. Pikirannya mulai tertuju pada Saka kekasihnya.
"Iya, dokter Saka kekasih mbak," kata Arini yang membuatnya semakin panik. "Kebetulan mbak aura di sini, saya hanya ingin memberikan ini untuk dokter saka," ujar Arini menyerahkan tas kertas yag berisi sesuaatu untuk saka.
Aura semakin yakin kalo saka yang dimaksud itu adalah saka kekasihnya, adik dari suaminya. Ya Tuhan, apa ini hanya kebetulan atau memang kenyataan yang harus aku hadapi? tanya batin aura terperangah saat melihat sosok pemuda yang turun dari mobil yang berwarna hitam tersebut.
Saka tersenyum senang saat tiba di depan rumah peninggalan orangtuanya. Sudah lama ia tak menginjakkan kaki di rumah yang saat ini di tempati oleh devian. Tak ada yang berubah dan masih terlihat sama. Hanya saja, hiasan lampu kerlip yang menghiasi tanaman halaman rumahnya.
"Pasti ini permintaan alya," ucap Saka berjalan menuju ke dalam rumah.
Sesaat, langkah kakinya terhenti saat melihat wanita yang ia cintai kini berada di rumahnya. Sesuatu hal yang membuatnya terkejut akan kehadirannya.
"Sayang, kamu di sini?" tanya Saka menghampiri Aura dan Arini.
Aura menyeringai. Ia sangat bingung bagaimana menyikapi saka yang saat ini sudah resmi menjadi adik iparnya.
"Aku sangat merindukanmu," ucap Saka memeluk aura begitu erat. Rindu yang begitu besar membuat ia tak mau melepas pelukannya.
Arini tersenyum melihat mereka yang terlihat begitu bahagia."Mereka memang pasangan yang serasi! Beruntung banget jadi mbak Aura," gumam Arini dalam hati.
"Saka, lepaskan aku!" pinta Aura yang membuat senyum manis saka memudar. Ia terkejut dengan sikap aura kepadanya. Saka yang tak mau kekasihnya ngambek, dengan cepat melepaskan pelukannya.
"Sayang, kenapa kamu memanggilku seperti itu? Apa kamu tak merindukanku?" tanya Saka penasaran. Ia masih bingung, kenapa aura memanggilnya dengan sebutan nama. Sejak awal pacaran hingga sekarang, aura selalu memanggil saka dengan sebutan 'sayang'.
Arini menghela nafas panjang. Dan tak seharusnya ia berada di antara mereka."Maaf, dok. Sebelumnya saya ingin ...," kata Arini terhenti saat saka mengkodenya untuk diam.
Arini mulai jenuh melihat drama percintaan yang terjadi di hadapannya saat ini. Ingin rasanya ia cepat-cepat pergi meninggalkan mereka.'Ya Tuhan, haruskah aku menjadi obat nyamuk di antara mereka?" gumamnya dalam hati. Ia memilih duduk menunggu mereka yang melepas rindu.
"Maafkan aku!" kata aura yang merasa sangat bersalah.
Saka tersenyum, jari jemari tangannya mulai membelai rambut indah aura yang terurai panjang.
"Kamu tak perlu minta maaf. Oiya, Arini tolong ambilkan bingkisan di mobil!" perintah saka.
Arini mengernyit. Ia tak habis pikir jika saka menyuruhnya di luar jam kerja. Aku lagi? gumam batin arini mendesah.
Saka menoleh melihat arini yang tak merespon perintahnya.
"Arini!" panggil Saka mengagetkannya.
"Iya, Dok!" jawab Arini.
"Kenapa kamu masih di sini? Buruan!" lirih Saka memicing.
"Baik, Dok!" gegas arini menuju ke arah mobil.
Saka mengajak aura menuju ke arah teras. Ia tak mau kekasih hatinya capek karena terlalu lama berdiri. "Sayang, aku masih bingung. Bagaimana kamu bisa tau kalo aku pulang hari ini? Dan bagaimana pula kamu juga tau kalo aku akan datang ke rumah ini, di rumah kakakku?" tanya Saka penasaran.
Kedua mata Aura tak mampu menatap wajah tampan yang di miliki saka. Ia semakin bersalah. Ia juga tak bisa bayangkan jika saka mengetahui tentang kenyataan yang sebenarnya.
"Sayang, kenapa diam?" tanya Saka penasaran.
Aura tersenyum tipis. Perlahan, ia mulai menarik tangan yang di pegang erat oleh saka.
"Maafkan aku. Sebenarnya ...," kata aura terhenti saat saka menggenggam erat tangannya kembali dan menciumnya.
"Daritadi kamu selalu bilang maaf. Kamu nggak salah. Justru aku yang salah. Tanpa sepengetahuan kamu, aku diam-diam pulang tanpa memberi kabar padamu. Maafkan aku, ya!" tuturnya dengan lembut.
"Dengarkan dulu penjelasanku!" ketus Aura mengejutkan saka. Hal yang tak pernah aura lakukan sebelumnya. Sejak menjalin hubungan, aura tak pernah berbicara keras pada Saka
"Ada apa?" tanya Saka penasaran.
Aura menunduk seraya mengusap air matanya yang sempat terjatuh.
"Sayang, why?" tanya saka sekali lagi. Perlahan, ia menyentuh dagu kekasihnya dan mendongakkannya. Ia mengernyit saat melihat kedua mata indah aura berkaca-kaca dan bersiap untuk menetes.
"Sayang, kenapa kamu menangis? Apa aku melakukan kesalahan yang membuatmu terluka? Jika iya, aku minta maaf," ucap saka mencium kedua tangan aura secara bertubi-tubi. Sesaat, saka terkejut ketika kedua tangannya terlepas dari tangan aura.
"Saka, apa-apaan kamu ini!" ketus Devian mengejutkan saka.
Saka berdiri. Tatapan matanya tertuju pada tangan devian yang menggenggam erat tangan kekasihnya.
"Kakak yang apa-apaan. Bisa-bisanya kakak menyentuh tangan kekasih saka seperti ini?" tanya Saka yang menarik tangan aura hingga terlepas dari tangan devian.
Devian memicing. Tatapannya begitu tajam ke arah mereka. Aura yang tak mau kehilangan sang suami, dengan cepat ia melepas tangan saka.
"Sayang, kamu jangan salah paham," ujar Aura mengejutkan saka.
"Sayang ...," lirih saka bingung saat aura memanggil kakaknya dengan sebutan 'sayang'.
Devian hanya terdiam.
"Dulu, saka memang kekasih aku tapi kami sudah putus," kata aura menggenggam erat tangan suaminya.
Saka mengerling. Ia semakin tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi."Sayang, apa maksud kamu? Kenapa kamu panggil kakak aku dengan sebutan 'sayang'? Dan kenapa kamu bilang kalo kita putus? Apa maksud kamu?" tanya Saka yang membuat Aura terdiam.
Dari kejauhan, langkah arini terhenti. Kedua matanya memicing menatap mereka yang seperti sedang beradu mulut. "Lho! Kenapa mbak aura memegang tangan lelaki itu? Trus, kenapa dokter saka seperti orang marah seperti itu?" tanyanya penasaran dan berjalan menghampiri mereka.
Buk
Tonjokan keras tepat mengenai wajah tampan saka.
"Saka, aura ini adalah kakak ipar kamu. Istri kakak!" tegas Devian mengagetkan saka termasuk arini.
"Apa? Istri kakak?" tanya Saka seakan tak percaya.
"Ya, istri kakak!"tegas Devian.
Perlahan, saka mulai berdiri. Ia menatap Aura yang sama sekali tak menghiraukan dirinya lagi. Kekasih yang dulu selalu peduli, penyanyang dan manja kepadanya kini berpindah ke lain hati.
"Aura, apa ini semua benar?" tanya saka dengan mata berkaca-kaca.
Aura terdiam. Ia menunduk dan bersembunyi di balik bahu sang suami.
"Aura jawab," teriak saka.
"Saka cukup! Perlu berapa kali kakak katakan. Aura adalah istri kakak, kakak ipar kamu!" tegas devian terkejut saat saka memukul perutnya.
Aura terperangah melihat perkelahian yang terjadi pada mereka.
"Hentikan! Saka, cukup!" teriak aura yang tak bisa menghentikan mereka.
Hati saka benar-benar hancur. Ia tak menyangka jika dua orang yang ia sayangi tega mengkhianatinya.
Hentikan! Saka, cukup!" teriak aura yang tak bisa menghentikan mereka.Hati saka benar-benar hancur. Ia tak menyangka jika dua orang yang ia sayangi tega mengkhianati dirinya."Bisa-bisanya kakak menikah dengan kekasihku sendiri!" ketus Saka yang terus menghajar Devian."Dokter stop!" ujar Arini menghentikan tangan Saka yang akan melayang ke arah wajah Devian.Saka benar-benar tak terima dengan apa yang terjadi. Tatapannya terus menatap Aura yang begitu perhatian dengan kakaknya."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" Perkataan Aura yang membuat hati Saka semakin teriris-iris. Wanita yang seharusnya memberi perhatian lebih kepadanya kini malah berpindah ke lain hati. Ke hati sang kakak."Aku tak apa!" jawab Devian mencoba untuk berdiri. Tatapannya memicing menatap Saka yang juga menatap dirinya dengan tajam."Kakak nggak menyangka, kamu melakukan hal yang memalukan seperti ini. Hanya demi wanita, kamu berani memukul kakakkmu seperti
"Siapa Arini? Temen kamu itu cewek pa cowok?" tanya ayah yang berharap yang memberikan cincin pada putrinya adalah seorang cowok."Temen Arini ...," kata Arini menatap ke arah ayah dan ibunya yang sangat penasaran akan jawaban darinya.Drt ... Drt ...Pandangan mata Arini beralih pada ponsel yang ada di genggaman tangannya. Kedua matanya mengerling melihat nama yang tertera di balik layar pipih tersebut."Dr. Saka?" tanya Arini mulai mengangkat telepon."Iya, Dok!" jawab Arini menjauh dari ayah dan ibunya.Ayah dan ibu saling menatap satu sama lain. Mereka sangat bingung melihat putrinya begitu panik saat mendapat telepon dari dokter Saka."Apa ibu sudah tau wajah dokter Saka seperti apa?" tanya Ayah berbisik seraya menatap putrinya begitu sibuk dengan ponselnya."Belum, Yah!" jawab ibu juga memicing melihat Arini yang berdiri di depan pintu."Ayah sangat penasaran. Seperti apa dokter itu, berani-bera
"Ayah saya juga sama seperti dokter. Cuma bedanya, ayah saya adalah korban tabrak lari sedangkan dokter malah korban menabrak dirinya sendiri," tutur Arini mencibir."Saya heran, kenapa dokter bisa menjadi orang bodoh seperti ini hanya karena wanita itu?"Pertanyaan Arini membuat Saka memicing menatapnya. Untuk pertama kalinya, Arini menyebutnya sebagai orang bodoh."Apa kamu bilang?" tanya Saka.Arini mengernyit, ia mengulum bibir mungilnya saat tersadar dengan apa yang ia katakan."Kata dokter Han, dokter nggak boleh banyak gerak. Dokter masih dalam masa pemulihan, nanti dokter tambah sakit lho! Mendingan saat ini, dokter istirahat, ya!" ucap Arini mengalihkan pembicaraan."Saya tau itu! Apa kamu lupa saya ini siapa?" tanya Saka yang membuat Arini terdiam."Pergilah! Saya ingin istirahat!" kata Saka memalingkan wajahnya dan mencoba memejamkan matanya.Arini mengernyit heran. Tak biasanya, Saka tak membahas apa yang membuat hatinya sakit hati
Putrinya kambuh? Apa maksud dokter adalah Alya?" tanya Saka penasaran."Iya, siapa lagi kalo bukan Alya. Bukankah putrinya hanya Alya?""Iya, benar. Tapi, kenapa dokter bilang kalo putrinya kambuh? Apa maksud dokter?" tanya dokter penasaran.CeklekSemua mata tertuju pada Sarah yang terlihat panik saat membuka pintu."Maaf, Dokter Han. Ada pasien yang membutuhkan dokter," ucap Sarah dengan nafas terengah-engah."Baik, saya akan segera ke sana!" ucap Dokter Han bersiap untuk berdiri."Dok ...," kata Saka terhenti."Saya tinggal dulu, ya! Pikirkan kesehatan kamu jangan memikirkan orang lain," kata dokter Han tersenyum dan pergi meninggalkan Saka."Permisi, Dok!" pamit Sarah pergi."Apa yang sebenarnya terjadi pada Alya? Apa dia punya penyakit yang serius?" tanya Saka bingung. Jari jemari tangannya dengan cepat mengambil ponsel dan berniat untuk menghubungi kakaknya. Namun, jari jemari tangannya terhenti
Sejenak, Arini terkejut saat amplop di tangannya melayang ke tangan orang lain."Tak seharusnya, kamu mendapatkan uang ini!" ketus Aura tiba-tiba.Arini mengerling, ia berdiri dan memicing menatap Aura yang berdiri di depannya."Apa maksud mbak Aura? Jelas-jelas itu uang saya. Tolong kembalikan!" kata Arini menengadah tangan kanannya."Heh, siapa kamu? Berani-beraninya kamu memerintah saya!" ucap Aura sombong.Arini menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir jika wanita yang selalu di banggakan oleh dokter Saka ternyata memiliki sifat yang begitu angkuh. Tak seperti wajahnya yang sangat cantik dan manis."Saya hanya orang biasa, Mbak. Nggak seperti mbak Aura yang kaya raya," ucap Arini sinis.Di dalam, Saka mengernyit saat mendengar suara yang mengganggu istirahatnya."Ada apa di luar?" tanya Saka menghela nafas dan mencoba untuk memejamkan matanya kembali. Tapi, kedua matanya terbuka kembali saat suara Au
Arini menghela nafas panjang. Ia tau kalo dokter saka tidak nafsu makan karena mengingat pertemuannya dengan Aura."Haruskah aku meninggalkannya di saat ia rapuh seperti ini?" gumam batin Arini seraya melipat bibir mungilnya.Dengan penuh perhatian, Arini menutupi tubuh Saka dengan selimut tebal yang tersedia di apartemen."Cepet sembuh, Dok! Aku nggak tega melihat dokter seperti ini," ucap Arini pergi meninggalkan Saka.Kedua mata Saka terbuka dan menegak salivanya sendiri dengan paksa. Ia mengernyit seraya melirik Arini yang masih sibuk di dapur miliknya."Apa aku terlalu menyedihkan? Sampai-sampai dia mengasihaniku seperti itu," kata Saka menghela nafas panjang dan mencoba untuk memejamkan matanya kembali.****Devian tertidur pulas di samping Alya. Wajahnya terlihat lelah menjaga putrinya semalaman."Pak Dev ... Pak ...," ujar Surti membangunkan majikannya itu."Surti," jawab Devian mulai terbangun dari tidurnya.
Saka menghela nafas panjang. Entah kenapa, ia tak bisa menolak perintah dari asistennya tersebut. Perlahan, ia mulai menempelkan kepalanya tepat di kepala Arini. Senyum manisnya pun mulai ia perlihatkan.Dari kejauhan, ada dua mata yang tertuju ke arah mereka. Hatinya terluka, sakit saat melihat kebersamaan mereka berdua. Hal yang seharusnya tak boleh ia rasakan."Seharusnya aku tidak buru-buru mengambil keputusan untuk meninggalkan dirinya. Aku merasa tak rela jika dia bersama wanita lain," kata Aura mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Tit titBunyi klakson mengagetkannya. Dengan cepat, Aura melajukan mobilnya saat lampu lalu lintas beralih menjadi warna hijau.Saka mengerling. Pandangannya mengarah pada mobil kakaknya yang melaju di tepat depannya."Aura," kata batin Saka terus menatap mobil itu sampai tak terlihat lagi."Ini yang tidak pedas, Neng!" ucap penjual tersebut."Makasih, ya, Pak!" uc
Arini terdiam seraya berpikir sejenak. Ia melirik ke arah dokter saka yang seakan tak memperbolehkan dirinya untuk menerima tawaran dari Devian."Kenapa dokter saka menatap seperti itu? Dia terlihat sangat marah," gumam batin Arini bingung, apa dia terima ajakan Devian atau tidak?"Sebenarnya aku mau aja pulang sama kak Devian. Tak perlu keluarin uang dan tak susah-susah mencari taksi. Tapi, aku juga tak enak dengan dokter saka. Kalo aku pulang dengan kakaknya pasti dia mengira aku berpihak pada kakaknya itu.Huh ...," kata batin Arini seraya menghela nafas panjang."Kalian tidak searah!" Ucapan Saka yang membuat Devian terkejut."Ya nggak papa. Aku akan mengantarnya sampai rumah," jawab Devian.Arini terdiam. Kedua matanya mengerling menatap mereka yang selalu beda pendapat."Aku sudah memesan taksi online buat dia. Jadi, kamu nggak perlu repot-repot untuk mengantarnya!" tukas Saka tegas.Dugaan Arini benar. Dalam hatinya,