Share

Dokter Saka adik Devian

Saka? gumam batin Aura yang berdiri di balik pintu.

"Sabar, ya. Mungkin, sebentar lagi," kata Devian membelai rambut indah putrinya itu. Tatapan matanya mengarah ke arah pintu masuk yang terlihat sepi. Devian tersenyum tipis saat melihat putri kecilnya tak berhenti menguap sedari tadi. Matanya memerah dan matanya terlihat begitu sayu.

"Sayang, papi antar kamu ke kamar, ya?" pinta devian memangku tubuh gendut putrinya.

"Tapi, alya mau menunggu om saka, Pi," ucap Alya seraya menyandarkan kepalanya tepat di dada sang ayah.

Secara perlahan, Aura menghampiri mereka yang masih saja duduk terdiam di teras rumah.

"Alya, ini sudah malam. Tidur, yuk!" ajak Aura begitu manis pada alya, putri sambungnya saat ini.

"Tidak, alya mau bertemu dengan om Saka," jawabnya sembari memejamkan kedua matanya.

"Tapi sa ...," kata Aura terhenti  saat Devian mengkodenya untuk tidak meneruskan kata-katanya. Aura tersenyum. Ia tak menyangka jika ia memiliki suami yang begitu penyayang dan begitu dewasa.

Belaian lembut tangan Devian membuat sang buah hati tertidur pulas dalam pelukannya.

"Aku bawa masuk alya dulu, ya? Tolong kamu tunggu saka di sini!" pinta Devian yang membuat senyum aura memudar. Nama adik suaminya mengingatkannya pada kekasih hatinya.

"Iya," jawab Aura tersenyum memandang suaminya meninggalkan dirinya seorang diri. Apa mereka orang yang sama? Hah, bicara apa aku ini. Nama Saka kan banyak, dan tak mungkin Saka yang di maksud  itu Saka kekasihku! gumamnya  dalam hati seraya membuang jauh-jauh pikiran negatifnya.

***

Arini dan ibunya berlari tergopoh-gopoh. Mereka mulai menuju ke arah administrasi rumah sakit. Khawatir, cemas dan bingung kini seakan bercampur aduk pada diri Arini.

"Santi," kata Arini dengan nafas terengah-engah.

"Arini, kamu sudah pulang?" tanya Santi yang begitu senang bertemu dengan sahabatnya

"Iya. Aku mau tanya. Tadi ada korban kecelakaan, apa korbannya baik-baik saja?" tanya Arini penasaran. Ia terlihat begitu panik. Tatapan matanya selalu mengarah ke arah pintu ruang IGD yang tertutup rapat.

"Tadi ada dua korban tabrak lari, Rin. Yang satu sudah meninggal dan ...," kata santi terhenti saat melihat ibu dara pingsan.

"Bu ...," kata Arini yang spontan menangkap tubuh ibunya.

Arini dan perawat lainnya memapah ibu dara untuk duduk di bangku rumah sakit. Tanpa banyak buang waktu, arini memberikan minyak angin tepat di hidung sang ibu. Itulah salah satu pertolongan pertama agar ibunya tersadar dari pingsannya.

"Sebenarnya ada apa, Rin? Apa korban kecelakaan itu saudara kamu?" tanya Santi penasaran.

Arini mulai menceritakan semua pada Santi. Ia terlihat begitu syok jika korban yang santi katakan itu adalah ayahnya.

"Jadi, Ayah kamu korban tabrak lari itu, Rin?" tanya Santi melihat Arini menganggukkan kepala seraya meneteskan air matanya.

"Ayah ...," lirih ibu sadar dari pingsannya. Arini mencoba untuk tegar. Ia tak mau lemah di depan sang ibu.

"Ibu, ibu tenang, ya. Ada Arini di sini, Bu. Semua akan baik-baik saja!" kata Arini menggenggam erat tangan ibunya.

Santi merasa sangat bersalah. Karena ucapannya, mereka menjadi salah paham.

"Arini, Ibu, maaf sebelumnya. Sebenarnya yang meninggal itu  remaja, bukan bapak-bapak!" tutur Santi yang membuat mereka terperangah tak percaya. 

"Serius, San? Kamu nggak bo'ong 'kan?" tanya Arini memastikan.

Senyum Arini dan ibu dara tertoreh saat Santi menganggukkan kepala. Rasa syukur tak berhenti mereka ucapkan dengan kabar baik ini.

"Trus, bagaimana keadaan ayahku, San?" tanya Arini penasaran.

"Bapak kamu, baru saja di pindahkan ke ruang rawat sama dokter Saka." Kata-kata Santi begitu  mengejutkan Arini.

"Dokter Saka?" tanya Arini memastikan.

"Heem. Kalo tak ada dokter Saka, mungkin hal buruk terjadi pada ayah kamu," kata Santi.

Arini mengusap air matanya yang menetes. Ia tak habis pikir jika dokter yang selama ini ia benci, ia maki setiap hari ( kalo di belakang) justru malah menyelamatkan nyawa Ayahnya.

****

Dokter Han begitu bangga akan kepintaran yang Saka miliki. Kedua matanya tak berhenti menatap wajah tampan Saka yang duduk di depannya.

"Maaf, Dok. Kenapa dokter menatap saya seperti itu?" tanya Saka dengan hati-hati.

"Tidak. Saya hanya kagum saja sama kamu. Di usia kamu yang terbilang masih muda, kamu bisa menguasai ilmu di bidang kedokteran melebihi saya."

"Dokter terlalu berlebihan. Tapi saya tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan dokter."

"Sifat kamu ini yang membuat semua orang nyaman saat bersama dengan kamu. Hah, andai saja saya memiliki anak perempuan, saya pasti akan melamar kamu untuk menjadi menantu saya," tutur dokter Han yang membuat saka menyeringai.

Sepanjang perjalanan pulang, Saka tersenyum menatap foto aura yang terpampang jelas di layar ponselnya. Ia tak sabar menunggu hari esok. Dimana ia akan melamar aura untuk menjadi istrinya.

"Aku sangat merindukanmu," ucapnya seraya mencium ponselnya.

Sesaat, ia terbelalak kaget melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 8 malam.

"Ya Tuhan, ternyata ini sudah malam. Berarti, pernikahannya sudah selesai."

Saka menghela nafas panjang. Lagi-lagi ia tak bisa menghadiri acara pernikahan kakaknya.

****

Sejenak, Arini tertegun melihat rumah milik Saka. Besar, megah dan mewah. Kehidupan yang berbanding terbalik dengan dirinya.

"Pantes saja dia selalu berbagi dan tak pernah ingin tau gajinya selama ini. Dia memang terlahir dari keluarga yang kaya raya," gumamnya seakan masih tak percaya. Kedua matanya berputar melihat lampu hias yang terpajang begitu indah  di halaman rumah. Sesaat, Aura terkejut saat ada orang yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Nona siapa? Kenapa nona masuk tanpa ijin terlebih dulu sama saya?" tanya security yang seumuran dengan ayahnya.

"Saya Arini, Pak. Temannya dokter Saka," kata Arini memperkenalkan diri. "Maaf, Pak. Bukannya saya lancang. Tadi pintu pagarnya sedikit terbuka, jadi saya langsung masuk saja. Apa saya bisa bertemu dengan dokter saka?" tanya Arini seraya menenteng tas kertas di tangannya.

"Apa yang nona maksud adalah mas Saka?" tanya balik security tersebut. Arini mengangguk pelan. Ia bingung dengan security yang tak mengenal Saka yang berprofesi sebagai dokter.

Dari kejauhan, aura memicing menatap ke arah halaman yang sedari tadi menarik perhatiannya.

"Siapa wanita itu? Kenapa jam segini datang ke rumah ini? Apa jangan-jangan dia salah satu kekasih devian?" tanyanya menebak seorang diri. Aura mulai berjalan menghampiri mereka yang sedang membicarakan sesuatu.

"Maaf, Non. Tapi, sampai saat ini mas saka belum pulang!" jawab security pada Arini.

"O, begitu, ya? Ya sudah, kalo begitu saya permisi dulu!" kata Arini melangkah pergi.

Aura yang sangat penasaran dengan wajah Arini, dengan cepat menghentikan langkahnya.

"Tunggu!" teriak Aura menghampiri Arini.

Arini membalikkan badannya. Kedua matanya terbelalak kaget melihat wanita yang memanggilnya adalah kekasih dokter Saka.

Lho! Bukankah wanita ini, pacarnya dokter Saka? tanya batin Arini mengingat kembali.

Aura memicing. Ia memperhatikan penampilan Arini yang sangat jauh di bandingkan dengan dirinya. Terlalu santai dan sama sekali tak ada nilai keanggunan di diri Arini.

"Siapa kamu?" tanya Aura seraya menopangkan kedua tangan di dada.

"Perkenalkan, saya arini asisten pribadinya dokter Saka," ucap Arini yang membuat aura terkejut setengah mati.

"Dokter saka?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status