Saka? gumam batin Aura yang berdiri di balik pintu.
"Sabar, ya. Mungkin, sebentar lagi," kata Devian membelai rambut indah putrinya itu. Tatapan matanya mengarah ke arah pintu masuk yang terlihat sepi. Devian tersenyum tipis saat melihat putri kecilnya tak berhenti menguap sedari tadi. Matanya memerah dan matanya terlihat begitu sayu.
"Sayang, papi antar kamu ke kamar, ya?" pinta devian memangku tubuh gendut putrinya.
"Tapi, alya mau menunggu om saka, Pi," ucap Alya seraya menyandarkan kepalanya tepat di dada sang ayah.
Secara perlahan, Aura menghampiri mereka yang masih saja duduk terdiam di teras rumah.
"Alya, ini sudah malam. Tidur, yuk!" ajak Aura begitu manis pada alya, putri sambungnya saat ini.
"Tidak, alya mau bertemu dengan om Saka," jawabnya sembari memejamkan kedua matanya.
"Tapi sa ...," kata Aura terhenti saat Devian mengkodenya untuk tidak meneruskan kata-katanya. Aura tersenyum. Ia tak menyangka jika ia memiliki suami yang begitu penyayang dan begitu dewasa.
Belaian lembut tangan Devian membuat sang buah hati tertidur pulas dalam pelukannya.
"Aku bawa masuk alya dulu, ya? Tolong kamu tunggu saka di sini!" pinta Devian yang membuat senyum aura memudar. Nama adik suaminya mengingatkannya pada kekasih hatinya.
"Iya," jawab Aura tersenyum memandang suaminya meninggalkan dirinya seorang diri. Apa mereka orang yang sama? Hah, bicara apa aku ini. Nama Saka kan banyak, dan tak mungkin Saka yang di maksud itu Saka kekasihku! gumamnya dalam hati seraya membuang jauh-jauh pikiran negatifnya.
***
Arini dan ibunya berlari tergopoh-gopoh. Mereka mulai menuju ke arah administrasi rumah sakit. Khawatir, cemas dan bingung kini seakan bercampur aduk pada diri Arini.
"Santi," kata Arini dengan nafas terengah-engah.
"Arini, kamu sudah pulang?" tanya Santi yang begitu senang bertemu dengan sahabatnya
"Iya. Aku mau tanya. Tadi ada korban kecelakaan, apa korbannya baik-baik saja?" tanya Arini penasaran. Ia terlihat begitu panik. Tatapan matanya selalu mengarah ke arah pintu ruang IGD yang tertutup rapat.
"Tadi ada dua korban tabrak lari, Rin. Yang satu sudah meninggal dan ...," kata santi terhenti saat melihat ibu dara pingsan.
"Bu ...," kata Arini yang spontan menangkap tubuh ibunya.
Arini dan perawat lainnya memapah ibu dara untuk duduk di bangku rumah sakit. Tanpa banyak buang waktu, arini memberikan minyak angin tepat di hidung sang ibu. Itulah salah satu pertolongan pertama agar ibunya tersadar dari pingsannya.
"Sebenarnya ada apa, Rin? Apa korban kecelakaan itu saudara kamu?" tanya Santi penasaran.
Arini mulai menceritakan semua pada Santi. Ia terlihat begitu syok jika korban yang santi katakan itu adalah ayahnya.
"Jadi, Ayah kamu korban tabrak lari itu, Rin?" tanya Santi melihat Arini menganggukkan kepala seraya meneteskan air matanya.
"Ayah ...," lirih ibu sadar dari pingsannya. Arini mencoba untuk tegar. Ia tak mau lemah di depan sang ibu.
"Ibu, ibu tenang, ya. Ada Arini di sini, Bu. Semua akan baik-baik saja!" kata Arini menggenggam erat tangan ibunya.
Santi merasa sangat bersalah. Karena ucapannya, mereka menjadi salah paham.
"Arini, Ibu, maaf sebelumnya. Sebenarnya yang meninggal itu remaja, bukan bapak-bapak!" tutur Santi yang membuat mereka terperangah tak percaya.
"Serius, San? Kamu nggak bo'ong 'kan?" tanya Arini memastikan.
Senyum Arini dan ibu dara tertoreh saat Santi menganggukkan kepala. Rasa syukur tak berhenti mereka ucapkan dengan kabar baik ini.
"Trus, bagaimana keadaan ayahku, San?" tanya Arini penasaran.
"Bapak kamu, baru saja di pindahkan ke ruang rawat sama dokter Saka." Kata-kata Santi begitu mengejutkan Arini.
"Dokter Saka?" tanya Arini memastikan.
"Heem. Kalo tak ada dokter Saka, mungkin hal buruk terjadi pada ayah kamu," kata Santi.
Arini mengusap air matanya yang menetes. Ia tak habis pikir jika dokter yang selama ini ia benci, ia maki setiap hari ( kalo di belakang) justru malah menyelamatkan nyawa Ayahnya.
****
Dokter Han begitu bangga akan kepintaran yang Saka miliki. Kedua matanya tak berhenti menatap wajah tampan Saka yang duduk di depannya.
"Maaf, Dok. Kenapa dokter menatap saya seperti itu?" tanya Saka dengan hati-hati.
"Tidak. Saya hanya kagum saja sama kamu. Di usia kamu yang terbilang masih muda, kamu bisa menguasai ilmu di bidang kedokteran melebihi saya."
"Dokter terlalu berlebihan. Tapi saya tidak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan dokter."
"Sifat kamu ini yang membuat semua orang nyaman saat bersama dengan kamu. Hah, andai saja saya memiliki anak perempuan, saya pasti akan melamar kamu untuk menjadi menantu saya," tutur dokter Han yang membuat saka menyeringai.
Sepanjang perjalanan pulang, Saka tersenyum menatap foto aura yang terpampang jelas di layar ponselnya. Ia tak sabar menunggu hari esok. Dimana ia akan melamar aura untuk menjadi istrinya.
"Aku sangat merindukanmu," ucapnya seraya mencium ponselnya.
Sesaat, ia terbelalak kaget melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 8 malam.
"Ya Tuhan, ternyata ini sudah malam. Berarti, pernikahannya sudah selesai."
Saka menghela nafas panjang. Lagi-lagi ia tak bisa menghadiri acara pernikahan kakaknya.
****
Sejenak, Arini tertegun melihat rumah milik Saka. Besar, megah dan mewah. Kehidupan yang berbanding terbalik dengan dirinya.
"Pantes saja dia selalu berbagi dan tak pernah ingin tau gajinya selama ini. Dia memang terlahir dari keluarga yang kaya raya," gumamnya seakan masih tak percaya. Kedua matanya berputar melihat lampu hias yang terpajang begitu indah di halaman rumah. Sesaat, Aura terkejut saat ada orang yang menepuk pundaknya dari belakang.
"Nona siapa? Kenapa nona masuk tanpa ijin terlebih dulu sama saya?" tanya security yang seumuran dengan ayahnya.
"Saya Arini, Pak. Temannya dokter Saka," kata Arini memperkenalkan diri. "Maaf, Pak. Bukannya saya lancang. Tadi pintu pagarnya sedikit terbuka, jadi saya langsung masuk saja. Apa saya bisa bertemu dengan dokter saka?" tanya Arini seraya menenteng tas kertas di tangannya.
"Apa yang nona maksud adalah mas Saka?" tanya balik security tersebut. Arini mengangguk pelan. Ia bingung dengan security yang tak mengenal Saka yang berprofesi sebagai dokter.
Dari kejauhan, aura memicing menatap ke arah halaman yang sedari tadi menarik perhatiannya.
"Siapa wanita itu? Kenapa jam segini datang ke rumah ini? Apa jangan-jangan dia salah satu kekasih devian?" tanyanya menebak seorang diri. Aura mulai berjalan menghampiri mereka yang sedang membicarakan sesuatu.
"Maaf, Non. Tapi, sampai saat ini mas saka belum pulang!" jawab security pada Arini.
"O, begitu, ya? Ya sudah, kalo begitu saya permisi dulu!" kata Arini melangkah pergi.
Aura yang sangat penasaran dengan wajah Arini, dengan cepat menghentikan langkahnya.
"Tunggu!" teriak Aura menghampiri Arini.
Arini membalikkan badannya. Kedua matanya terbelalak kaget melihat wanita yang memanggilnya adalah kekasih dokter Saka.
Lho! Bukankah wanita ini, pacarnya dokter Saka? tanya batin Arini mengingat kembali.
Aura memicing. Ia memperhatikan penampilan Arini yang sangat jauh di bandingkan dengan dirinya. Terlalu santai dan sama sekali tak ada nilai keanggunan di diri Arini.
"Siapa kamu?" tanya Aura seraya menopangkan kedua tangan di dada.
"Perkenalkan, saya arini asisten pribadinya dokter Saka," ucap Arini yang membuat aura terkejut setengah mati.
"Dokter saka?"
"Iya," jawab Arini seraya melipat bibirnya."Apa mungkin kita bisa sampai rumah sebelum acara kita di mulai?" Pertanyaan Saka yang membuat rasa cemas Arini datang menghampiri."Jika kita datang terlambat, apa iya kita akan gagal menikah lagi?" tanya Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Saka menoleh dan tersenyum menatap arini yang begitu takut kehilangan dirinya.Dengan belaian lembut dan perhatian, Saka membelai rambut Arini yang masih terurai rapi dengan hiasan cantik di kepalanya."Aku tak akan biarkan itu semua terjadi. Pernikahan kita akan terlaksana meskipun cobaan datang menghadangku!" ucap Saka membuat hati Arini sedikit lega. Senyumnya mengembang. Kegigihan Saka memang sudah tak bisa di ragukan lagi."Maaf, Dok. Pak Bondan ingin bicara dengan Anda," ucap sang sopir menyodorkan ponsel ke arah Saka.Ada apa lagi pak Bondan ini. Apa dia tidak bisa berbicara padaku saat aku tiba di sana! kata batin Saka menghela nafas panjang dan menatap nama pak Bondan yang tertera
"Kenapa? Dia sedang tidur. Dan tak masalah jika aku menciummu di depannya," tutur Saka yang mengejutkan Arini."Benarkah dia tertidur?" tanya Arini menoleh menatap sang buah hati ya memang tertidur pulas.Tak biasanya dia tertidur pulas seperti ini? Apalagi tidur tanpa susu sebelumnya? kata batin Arini berpikir.Lamunan Arini buyar saat saka mentoel dagu indahnya."Melamun apa?" tanya Saka mengernyit.Arini menyeringai."Tidak. Hanya saja, Andara tak seperti biasanya. Tertidur lelap seperti ini. Biasanya, kalo dia ingin tidur, dia tak jauh-jauh dari susu," tutur Arini mengernyit heran. "Benarkah? Tapi, sejak tadi malam dia tertidur pulas di gendonganku," kata Saka duduk dan merebahkan tubuh mungil andara tepat di pangkuannya."Coba kamu periksa dia! Aku takut terjadi sesuatu padanya," gumam Arini memegang kening dan pipi chubby yang di miliki putranya itu."Bagaimana? Panas?" tanya Saka memastikan."Tidak! Suhu tubuhnya normal," ucap Arini seraya melipat bibirnya.Saka menghela nafa
Arini menoleh. Kedua bola matanya terbelalak kaget dan seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Lelaki yang akan menjadi suaminya terlihat baik-baik saja. Begitu gagah memakai seragam operasi yang di kenakan. Dia baik-baik saja! gumam batin Arini tersenyum saat Saka menoleh ke arahnya.Saka tersenyum dan berjalan menghampiri wanita dan putra kecilnya yang juga tersenyum ke arahnya."Dia menangani orang yang hampir saja menabrak mobilnya dan dia menyuruh kami untuk menunggunya di sini bersama jagoan kecil kalian ini," tutur Devian menjelaskan sembari mengusap rambut lembut yang dimiliki Andara."Iya. Andara sangat pintar. Dia sama sekali tak rewel saat Saka sibuk menolong orang kecelakaan," sahut Adelia mengusap punggung Alya yang berada dalam gendongannya."Iya. Terimakasih sudah menjaga Andara!" ucap Arini tersenyum senang mendengarnya."Iya. Sama-sama. Kalo begitu kami ke depan dulu, ya!" gegas Devian pergi bersama anak dan istrinya.Lentik indah bulu mata Arini tak berhenti me
Sesaat, dahi ibu mengernyit. Langkah kakinya mulai berjalan menghampiri Farel yang sibuk dengan benda layar pipih tersebut."Apa? Mereka kecelakaan!" kata Farel mengejutkan ibu dara.."Kecelakaan?" tanya ibu terkejut.Farel menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat suara ibu mengagetkan dirinya. Dengan cepat, ia mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam saku jas hitam miliknya."Siapa yang kecelakaan? Apa terjadi sesuatu dengan Saka dan keluarganya? Keponakan kamu bagaimana?" tanya Ibu memastikan.Farel tersenyum dan memegang bahu ibunya yang tertutup dengan kain batik yang di kenakan."Saka dan keluarganya baik-baik saja, Bu. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini," tutur Farel menjelaskan."Trus, siapa orang yang kamu maksud? Siapa yang kecelakaan?" tanya Ibu masih penasaran.Farel menghela nafas panjang. Beginilah jadinya jika ibu mendengar berita yang menghebohkan. Harus menjelaskan secara detail agar tak salah paham ke depannya."Yang kecelakaan adalah teman-te
Terserah ka ...," kata Arini terbelalak kaget saat saka meraih tangannya dan mencium bibirnya dengan mesra. Rasanya memang sangat berbeda. Semoga, hari ini dan seterusnya aku merasakan hal yang indah seperti ini. Tidak canggung lagi, tidak ada pertengkaran batin lagi dan bisa mencintai dia lagi. Momen inilah yang sangat aku rindukan selama ini! gumam batin Arini membalas ciuman mesra tersebut.Kedua tangannya dengan erat memegang t-shirt hitam yang di kenakan oleh Saka. Saka mulai melepas ciuman itu secara perlahan. Senyum manisnya tertoreh menatap wajah cantik mempesona yang berada dalam dekapannya."Secepatnya! Secepatnya aku akan meresmikan hubungan ini," ucap Saka memegang kedua pipi chubby Arini.Arini tersenyum sembari menganggukkan kepala. Sebuah isyarat kalo iya sangat setuju dengan apa yang telah di putuskan oleh Saka.Sesampai di rumah, Arini terkejut saat melihat kamar miliknya terhias cantik layaknya seperti pengantin baru. Terhias bunga-bunga mawar, lampu yang bersina
"Arini, apa dia Andara?" tanya Farel yang mengejutkan semuanya. "Bagaimana kakak tau kalo dia adalah Andara?" tanya Arini penasaran. Farel mengangkat tubuh andara dan memangku tepat di atas pahanya. "Ya, saka yang memberitahu kakak," jawab Farel yang lagi dan lagi mengejutkan mereka. Perkataan Farel yang membuat rasa penasaran mereka bertambah. Seakan tau kehidupan Saka sehari-harinya. "Saka? Saka siapa yang kakak maksud?" tanya Arini memastikan dan berharap saka yang di maksud bukan ayahnya andara, tapi orang lain. "Siapa lagi kalo bukan saka tunanganmu itu," tegas Farel yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Arini termenung, terdiam memikirkan semua ucapan dari kakaknya. Rasa bersalah yang selama ini ia lakukan pada Saka mulai menghampiri dirinya. "Waktu itu kakak berniat untuk bertobat sesuai kemauan ayah, tapi banyak sekali masalah yang menimpa kakak. Menahan lapar setiap harinya dan juga sempat menjadi gelandangan, kakakpun juga mengalaminya. Untu
"Meskipun kami saling mencintai, kami tetap tidak bisa bersama, Bu!" tukas Arini menjelaskan."Apa penolakanmu ini karena janji dengan almarhum kakek Rendra?" tanya ibu yang mengejutkan Arini."Almarhum?" tanya Arini mengernyit.Sepulang dari rumah sakit, Saka bergegas menuju ke rumah Arini. Rasa rindu tak tertahan pada sang putra membuatnya tak bisa jauh lagi."Andara, kamu benar-benar membuat daddy rindu!" gumam Saka seraya menatap ke arah baju yang sudah terbungkus rapi dalam totebag."Semoga ukurannya sesuai dengan tubuh kamu!" gumam Saka meletakkan totebag itu tepat di sampingnya." Kita langsung ke rumah tadi pagi, ya Pak!" perintah Saka ke arah sopir pribadinya."Baik, Pak!" jawab sopir itu menambah kecepatan laju kendaraannya.Arini menghela nafas panjang. Kedua matanya mengerling menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebuah jam yang menunjukkan pukul 8 malam. "Sayang, ini sudah malam, lho! Kenapa kamu masih sibuk main? Kamu nggak ngantuk?" tanya
Sesaat, ia terbangun. Kedua bola matanya seakan tak mampu mengerjap melihat sebuah foto Andara berada dalam dekapannya Saka. Apa kamu tak ingin ke sini? Ke pantai, bersamaku dan bersama putra kita! Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Putra kita? Kenapa dia bilang seperti itu? Apa dia sudah tau yang sebenarnya?" Arini seakan tak percaya. Berulang kali ia menatap ke arah layar pipih itu dan berharap penglihatannya salah. Tapi, harapannya sirna. Foto yang di kirim oleh Saka, memang benar-benar nyata. Sama sekali tak memakai sistem edit."Tidak! Dia tak boleh mengambil Andara dariku!" gegas Arini mengambil kunci dan pergi meninggalkan tempat usahanya. Semua karyawan yang baru datangpun terkejut melihatnya. Kedua mata mereka seakan tak berhenti menatap ke arah Arini yang pergi dengan buru-buru."Tumben si boss sudah tiba sebelum kita datang?" tanya Salsa seraya mengernyit menatap mobil atasannya itu mulai hilang dari hadapan mereka."Iya. Akhir-a
Siapa lelaki yang mau menjadi suami pura-puranya arini? tanya Saka dalam hati dan melangkah menghampiri.Saka mencoba untuk tersenyum dan bersikap santai menyikapi akting yang akan di jalankan oleh mereka."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Saka teekejut saat suami pura-pura arini menoleh ke arahnya."Saka?" kata Adrian spontan mengejutkan mereka. Terutama Arini.Arini seakan tak mampu menegak salivanya saat mendengar ucapan Adrian."Kak Adrian mengenalnya?" bisik Arini penasaran.Saka mengernyit menatap mereka yang sedang berdiskusi untuk berakting di depannya.Ia menghela nafas seraya menyeruput minuman yang sudah ia pesan lebih dulu."Arini, dia sahabat kakak. Dan tak mungkin juga, aku berakting sebagai suami kamu. Dia tak mungkin percaya! Dia terlalu jenius untuk di bohongi," jawab Adrian dengan nada pelan.Arini menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika rencananya akan gagal total seketika. Tak sesuai harapan.Ini sama saja aku mempermalukan diriku sendiri di depanny