"Pak ...," ulang Arini membuyarkan lamunan pak Dhaniel."Maafkan saya, Nona. Saya tak bermaksud untuk ...."Arini menyeringai. Ia tak menyangka jika lelaki yang bertubuh besar, gagah dan terlihat kasar itu memiliki sifat kesopanan dan rasa hormat kepadanya. Padahal, waktu pertama kali bertemu, senyum itu sama sekali tak tertoreh di diri pak Dhaniel. Hanya tatapan sinis yang selalu mengarah padanya."Tidak apa, Pak. Bapak tak perlu minta maaf pada saya," tutur Arini.Pak Dhaniel melirik ke arah berkas yang di pegang oleh Arini. Seperti berkas laporan yang ia pegang lima jam yang lalu sebelum berpindah ke tangan orang lain."Apa kakek Rendra ada di dalam?" tanya Arini membuyarkan lamunan pak Dhaniel."Iya. Beliau ada di dalam," jawab pak Dhaniel yang masih saja memperhatikan laporan yang dipegang arini."Ok! Kalo begitu saya permisi, ya, Pak Dhaniel. Terimakasih sebelumnya," kata arini mulai memasuki rumah megah dan mewah di bandingkan rumah yang di tempati Devian.Pak Dhaniel menoleh d
"Tunggu sebentar, ya, Kek! Arini akan membuatkannya untuk kakek," gegas Arini mulai menuju dapur yang letaknya hanya dua meter dari kakek Rendra."Aku harus menghubungi saka. Bagaimana reaksi dia melihat arini membuatkan kopi untukku?" kata batin kakek mengambil ponsel miliknya. Tapi, niatnya terhenti saat kakek memilih untuk memfoto Arini secara diam-diam."Pasti dia iri padaku!" gumam batin kakek mengirim foto tersebut untuk saka. Kakek Rendra menghela nafas sembari meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Hatinya seakan lega saat memamerkan kebersamaannya dengan arini pada cucunya tersebut.Senyumnya tertoreh, kedua matanya tak berhenti menatap wanita yang sebentar lagi akan menjadi cucu menantunya."Silahkan, Kek!" Dengan hati-hati, arini meletakkan secangkir kopi untuk kakek Rendra."Makasih, ya!" "Sama-sama, Kek!" jawab Arini mulai duduk di depan sang Kakek Rendra.Sejenak, kedua bola matanya menatap kembali ke arah berkas yang ia bawa dari rumah.. Bibirnya yang mungil perla
"Bagaimana dia bisa tau apa yang aku pikirkan?" batin Arini yang seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Tunanganku!" GlekArini menoleh dan terkejut saat Saka berdiri di belakangnya.CeklekSaka mulai menutup pintu dan berjalan ke arah arini.Senyum manisnya, gaya khas yang dimiliki saka membuat arini tak bisa menyembunyikan rasa rindu yang begitu menyesak di dada.Tanpa banyak buang waktu dan tanpa minta ijin terlebih dahulu, Arini berlari memeluk orang yang benar-benar membuatnya serasa menjadi gila."Aku sangat merindukanmu!" gumam Arini membuat saka tersenyum senang mendengarnya.Saka melepas pelukannya. Jari jemari kedua tangannya dengan lembut memegang kedua pipi chubby yang sangat menggemaskan itu."Benarkah?" tanya Saka yang tak berhenti menatap wanita yang kini telah menjadi ratu di hatinya."Heem," jawab Arini mengerling saat saka tiba-tiba mencium bibirnya. Melumatnya dengan mesra dan seakan-akan meluapkan kerinduan yang teramat dalam.Arini tak bisa menolaknya. Ked
Arini berbalik. Kedua matanya tak berhenti menatap saka yang memang terlihat sangat sempurna. Aroma wangi rambut, tubuh atletis, dada bidang serta tangan kekarnya membuat arini tak bisa melupakan kejadian semalam.Sungguh, masih sangat begitu terasa belaian lembut tangan saka yang dengan leluasa menjamah tubuhnya."Aku sangat mencintaimu!" kata batin Arini mengecup bibir saka dengan hati-hati.Keesokan harinya, Adelia termenung seorang diri. Ia menghela nafas panjang saat teringat akan permasalahan yang terjadi pada keluarganya. Bibirnya melipat sembari menatap ke arah Alya yang sibuk bermain pasir seorang diri."Bagaimana caranya aku mendapatkan uang sebanyak itu? Dan tak mungkin aku meminjam uang pada pak Rendra. Hah, andai saja aku sudah lama mengasuh alya, mungkin saat ini aku bisa meminjam uang untuk biaya pengobatan mama," gumam batin Adelia terkejut saat selembar cek mengarah padanya. GlekTegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Kedua matanya mengerling menatap jumlah uang y
Pintu terbuka. Sejenak, ayah terbelalak kaget saat orang yang menjemputnya adalah Dhaniel, sahabat lamanya."Dhaniel?" Ayah seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Kedua matanya seakan mengerling dan tak percaya, bodyguard dari keluarga kakeknya saka adalah Dhaniel, sahabatnya sendiri."Selamat pagi, Pak Dirga. Saya ke sini datang untuk menjemput anda," ucap Dhaniel yang begitu santun. "Dhaniel, apa ...!" kata ayah terhenti."Silahkan, Pak Dirga. Tolong jangan menyita waktu kita!" Perkataan Dhaniel benar-benar membuat Ayah seakan tak mampu berkata-kata. Mulutnya seakan tertutup rapat melihat kenyataan yang terjadi di hadapannya. Pikirannya mulai melayang dan mulai berpikir kalo kakeknya saka adalah atasannya dulu. Di mobil, ibu dara terus menatap ke arah suaminya. Sejak masuk mobil hingga sekarang, suaminya terdiam dan terus menatap bodyguard yang menjemput mereka.Perlahan, ibu dara meraih tangan sang suami dan menggenggamnya begitu erat.Dingin dan berkeringat, wajahnya sea
"Jika saya tau arini adalah putri kamu, saya tidak mungkin menyetujui hubungan mereka. Karena kelalaian kamu, saya kehilangan anak dan menantu yang saya cintai!" Perkataan kakek Rendra benar-benar membuat ayah semakin tersudut dan merasa bersalah.Bagaimana kalo pak Rendra benar-benar akan memisahkan mereka berdua? batin ayah menebak. Pikiran ayah tertuju ke arah putrinya. Jari jemari tangannya dengan cepat meraih ponsel yang tergeletak di atas meja.MenscrollSampai terlihat nama kontak arini di ponselnya.Sesaat, niatnya terhenti ketika ibu mengambil ponsel dan meletakkan kembali di atas meja."Kita sholat dulu, Yah! Kita minta petunjuk pada-Nya," pinta ibu Dara mencoba bersikap tegar meski di dalam hatinya juga memiliki kekhawatiran yang teramat sangat pada putrinya."Iya, Bu!" gegas ayah mencoba untuk tersenyum.Kakek Rendra seakan tak percaya dengan apa yang terjadi. Kedua tangannya mengepal, sirat matanya penuh dengan kebencian yang mendalam setiap kali teringat orang yang i
"Selalu begitu! Seharusnya, kamu bilang dulu kalo mau menciumku," ujar Arini meletakkan makanan tersebut di atas meja.Saka menyeringai. Perlahan, ia mulai memeluk arini dari belakang."Jika aku ingin menciummu sekarang, apa kamu mengijinkannya?" Arini berbalik. Tanpa banyak buang waktu, ia melepas tangan saka dan menyuruhnya untuk duduk."Hilangkan dulu pikiran mesum kamu ini. Dari tadi siang, perut kita kosong dan sudah seharusnya kita memberikan tenaga. Ok!" pinta arini yang membuat saka tersenyum tipis."Katakan! Kamu mau makan yang mana? Biar aku ambilkan untukmu!"Saka menghela nafas. Kedua matanya berputar menatap makanan yang ia masak sendiri.Sesaat, ia menoleh. Menatap Arini yang masih berdiri di sampingnya. Wajah arini yang manis dan imut mulai menyunggingkan senyum sembari menunggu sebuah jawaban darinya."Mau apa?" Arini mengernyit. Lentik indah bulu matanya seakan tak berhenti mengerjap saat saka berdiri mendekatinya kembali.Jantungnya kian berdetak begitu kencang. Tata
Arini tak berhenti mengerjap. Dada bidang saka terlihat sungguh sempurna."Apa aku boleh memainkannya?" tanya Saka memegang tangan arini yang menutupi bukit kembar tersebut."Memainkan apa?" Saka menyeringai melihat kepolosan arini yang tak tau akan apa yang ia maksud.Perlahan, jemari tangannya mulai menyingkirkan tangan mulus arini.Terlihat begitu indah dan mempesona melihat dua bukit kembar yang berada di hadapannya itu.Arini tak berhenti mengerjapkan mata. Tegakkan salivanya mengalir begitu saja. Detakan jantungnya berdetak begitu kencang saat wajah saka berada tepat di atasnya.Tubuhnya kembali meremang. Remasan tangan saka tertuju ke arah buah dada yang mengundang nafsu birahi tunangannya tersebut.AaahhhhhhSaka tak menghiraukan rintihan dan desahan arini. Dengan mesra ia melumat puting susu yang menambah nafsu mereka berdua."Geliiiiiiiiii ...," rintih arini menjambak rambut saka dengan kuat.Saka semakin menjadi. Jemari tangannya mulai membuka kancing hotpans yang di ken