Share

Cinta Untuk Mas Arlan
Cinta Untuk Mas Arlan
Penulis: taa_fn28

1. Perjodohan

“Kamu ini bagaimana, sih, hah?! Ditugaskan untuk membuat laporan seperti ini saja tidak becus! Kamu niat kerja di sini tidak, sih?!”

Kalimat dengan nada tinggi terus terdengar dari salah satu ruang kantor. Arlan Mazkuel—sang CEO Mazkuel Company—tidak hentinya menatap salah satu karyawan yang membuatnya marah. 

“Kamu lihat ini!” Arlan menunjukkan hasil laporan di tangannya kepada sang karyawan. Karyawan itu hanya diam, menunduk dan sesekali melihat laporan yang dia buat. “Berantakan!” lanjut Arlan.

“Maaf, Pak, saya—”

“Maaf-maaf, kamu pikir kesalahan kamu ini bukan kesalahan yang fatal? Jelas ini sangat fatal! Jumlah material ini, jumlah pengeluaran, lalu hal lainnya juga, banyak sekali yang salah! Kamu mau buat perusahaan saya rugi besar dan menjadi bangkrut?!”

Arlan memotong ucapan sang karyawan dengan cepat. Dia menunjuk ke beberapa hal yang menurutnya masih salah dari laporan tersebut. 

Sang karyawan hanya merespons dengan gelengan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Arlan tentang apakah dia ingin membuat ‘perusahaan bangkrut’ tadi.

“Untung saya lihat dulu hasil laporan yang kamu buat ini. Kalau tidak, semuanya akan hancur!” Arlan menghentikan kalimatnya sejenak ketika mendengar ponselnya yang ada di atas meja kerja tiba-tiba bergetar. 

Arlan mengambil ponsel miliknya dan melihat siapa yang menghubunginya. Nama ‘Mama’ tertulis jelas di layar ponsel dan decakan kecil mulai terdengar. Dia memberikan hasil laporan tadi kepada karyawannya dengan kasar. “Saya tidak mau tahu, pokoknya laporan ini harus kamu perbaiki secepatnya! Pergi sana!”

“Baik, Pak. Permisi,” ucap sang karyawan dengan sopan dan berjalan keluar dari ruang kerja Arlan.

Setelah sang karyawan pergi, Arlan cepat-cepat menerima panggilan tersebut. “Halo, Ma,” sapa Arlan lebih dulu.

“Kok, lama banget angkatnya, kenapa?” tanya Kinara—Mama Arlan—dari seberang telepon.

“Tadi ada masalah sedikit, tapi sekarang udah selesai, kok. Ada apa Mama telepon aku?”

“Kamu bisa pulang ke rumah dulu sebentar gak? Ada hal yang mau Mama omongin ke kamu.”

“Soal apa? Sebentar lagi aku ada meeting, Ma.”

“Kok, gitu, sih? Jadi, meeting kamu itu lebih penting daripada mama?” tanya Kinara dengan nada sedihnya.

“Bukan gitu, Ma, tapi---“

“Udah, kamu ke sini secepatnya, ya? Mama tunggu.”

Panggilan terputus, Kinara memutuskannya secara sepihak, membuat Arlan berdecak kesal. Dia terdiam sejenak, memikirkan tentang apa yang ingin Kinara bicarakan dengannya. Namun, setelah itu, dia mengembuskan napas beratnya dan segera pergi untuk kembali ke rumah.

Arlan segera melaju dengan mobil miliknya. Jalanan yang lancar tanpa macet membuat mobil Arlan terus melaju dengan mudah. 

15 menit telah berlalu, Arlan menghentikan mobil miliknya di depan rumah. Dia keluar dari mobil dan berjalan hendak memasuki rumahnya. Namun, langkahnya terhenti sejenak ketika berada di depan salah satu penjaga rumahnya.

Arlan memberikan kunci mobil miliknya kepada penjaga tersebut dan memberi perintah, “Parkirkan mobil saya!”

Penjaga tersebut sontak mengangguk patuh. “Baik, Tuan,” jawabnya. 

Arlan melanjutkan kembali langkahnya untuk masuk rumah. Raut wajahnya seketika berubah menjadi bingung saat menemukan dua orang lain yang duduk di sofa rumahnya.

“Arlan,” panggil Kinara dengan senyum lebarnya.

Merasa dirinya terpanggil, Arlan mempercepat langkahnya dan ikut duduk di samping Kinara. Tatapannya tertuju kepada seorang gadis yang duduk di depannya seraya terus menunduk.

“Ma, sebenarnya ada apa ini?” tanya Arlan memberanikan diri. Dia menatap dua orang asing di depannya secara bergantian. “Siapa mereka?”

Tidak langsung menjawab pertanyaan dari Arlan, Kinara justru hanya menunjukkan senyumnya. 

“Pria ini namanya Niko,” ucap Kinara. Niko sontak tersenyum dan menyodorkan tangannya kepada Arlan. “Beliau ini adalah teman masa kecil mama,” lanjutnya. Arlan pun menerima sodoran tangan Niko dan berusaha untuk tetap sopan.

“Salam kenal, Nak Arlan,” ucap Niko dengan nada sopan. Arlan pun hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

“Dan yang di sebelah pak Niko itu adalah anaknya. Namanya Shena,” lanjut Kinara seraya menatap Shena dengan hangat. Shena pun hanya bisa tersenyum dan mengangguk sopan.

Tatapan Arlan sontak beralih ke arah Shena. Shena yang merasa dirinya terus ditatap oleh seseorang, sontak mengangkat kepalanya dan matanya bertemu dengan mata Arlan. Karena terkejut, Shena kembali menunduk untuk menghindari tatapan dari Arlan.

“Mama mengundang mereka untuk datang ke sini. Tidak disangka, mereka mau datang jauh-jauh dari kampung, loh. Jujur, mama seneng banget karena bisa ketemu lagi sama teman lama mama.”

Arlan menatap Kinara yang juga menatapnya dengan penuh binar, lalu mengembuskan napasnya pelan. “Lalu, apa yang mau Mama bicarakan sama aku? Dan kenapa harus ada mereka di sini?”

“Jaga sikap dan omongan kamu, mereka itu tamu mama. Kamu yang sopan dong.” Mendapat teguran dari Kinara, Arlan kembali diam dan tidak menjawab. “Kamu tahu, Arlan? Dulu, mama dan pak Niko ini punya sebuah perjanjian.”

“Perjanjian?” Arlan kembali menunjukkan raut bingungnya. “Maksud Mama apa?”

“Jadi, begini, Nak Arlan, dulu kami saling berjanji kalau di antara kami ada yang memiliki seorang anak perempuan dan laki-laki, kami akan menjodohkan keduanya,” ucap Niko berusaha menjelaskan.

Mendengar penjelasan singkat Niko, Arlan semakin dibuat bingung. Dia terus menatap Kinara untuk meminta penjelasan kembali. Dia berharap agar apa yang dipikirkan tidak terjadi secara nyata.

“Sekarang, kan, usia kamu sudah matang untuk menikah, tapi sekalipun kamu tidak pernah mengenalkan seorang perempuan ke mama. Mama juga mau punya cucu, Arlan.”

Gelengan kepala terus Arlan tunjukkan. “Bukan ‘tidak pernah’, Ma, tapi ‘belum’.”

“Belum, ya?” tanya Kinara, “lalu kapan? Mama mau agar kamu cepat menikah, Arlan. Memangnya apa lagi yang mau kamu kejar? Kuliah sudah selesai, pekerjaan sudah ada, jabatan sudah tinggi, pendapatan sudah mencukupi, apa lagi yang kurang? Cuma satu, Arlan. Istri. Kamu sudah dewasa, sudah saatnya kamu membina keluarga kamu sendiri, bukan terus-terusan tinggal di sini dan mama terus yang urus kamu.”

Tampak sekali raut kesal di wajah Arlan. “Ma, selama ini aku selalu turutin semua yang Mama mau. Itu semua aku lakuin untuk kebahagiaan Mama dan melaksanakan amanah yang papa berikan buatku di napas terakhirnya. Namun, untuk keinginan Mama yang satu ini, aku gak bisa wujudkan, Ma.”

“Kamu tidak mau buat mama kecewa, ‘kan?” tanya Kinara, “Arlan, kamu adalah anak mama satu-satunya. Mama cuma mau berikan yang terbaik dan kebahagiaan buat kamu.”

“Gak, Ma, bukan kebahagiaan aku, tapi kebahagiaan Mama,” jawab Arlan dengan tegas. “Aku gak bisa, Ma,” lanjutnya. Arlan menatap Niko dan Shena bergantian. “Pak Niko, sebaiknya Anda dan putri Anda segera pergi dari sini. Silakan.”

“Arlan!” ucap Kinara dengan marah. “Mama gak suka, ya, kalau kamu berontak begini. Mama gak mau tahu, pokoknya Mama akan tetap jodohkan kamu dengan Shena. Titik!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status