Jantung Yasmin berdegup kencang saat mendengar Sean menyematkan namanya keluarga Anggara di belakang namanya. Semua rasa bercampur menjadi satu, seperti nano-nano yang banyak rasa, membuat Yamsin bingung harus bersikap seperti apa.
Beberapa saat Yasmin menunggu, namun ranjang sama sekali tidak bergerak, membuat Yasmin penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Sean. Diam-diam, Yamsin mengintip dari balik selimut.
“Dia, kerja malam-malam begini?” Yasmin mengernyit bingung, bahkan Sean tidak mengijinkan dirinya untuk berjauhan dari laptop dan pekerjaannya meskipun malam telah datang.
Sesekali terdengar helaan napas berat dari Sean, tentu saja itu memancing rasa penasaran Yasmin yang masih terjaga sampai pukul Sembilan malam. Tidur siang yang lelap ternyata membuat Yasmin kehilangan rasa kantuknya.
“Hallo, Rita?”
DEG
Hatinya tiba-tiba berkecamuk mendengar suaminya menghubungi wanita lain malam-malam.
‘Apa Se
“Kenapa harus kayak gini saat semuanya akan berakhir?” Yasmin merasa dipermainkan olah takdir. Jika memang Sean bukanlah jodohnya, kenapa rasa ini hadir dengan mudahnya saat semua sudah di ujung tanduk. Beberapa kali Yasmin menghela napas berat, perpisahan jadi momok mengerikan untuknya. Selain itu, kemana dia akan pergi setelah berpisah dari Sean. Ke rumah pamannya? Yasmin menggeleng cepat, rumah pamannya jadi mimpi buruk yang mengerikan dan sampai kapanpun tidak akan pernah dia pijak kembali. “Dingin …” lirih Sean dengan mata yang terpejam. “Ya Tuhan, demamnya makin tinggi, gimana kalau dia sampai kejang?” gumamnya pelan. Yasmin tidak bisa tinggal diam melihat Sean seperti ini, tanpa meminta persetujuan pria itu, Yasmin keluar kamar dan berjalan cepat menuju dapur, menyiapkan air hangat. Bergegas Yasmin kembali ke kamar, membongkar lemari dan mencari sapu tangan atau kain yang bisa dia gunakan untuk mengopres kening suaminya.
Seketika Sean tersedak karena kelakuan Davin. Dia gelagapan karena tuduhan itu memang benar adanya. Selain itu Sean juga merasa kesal, kenapa pembahasan ini harus sampai ke meja makan dan Yasmin, sepertinya dia segaja memperlihatkan jejak Sean di lehernya. Batin Sean.Sean tidak ingin berkomentar banyak.Tersedak roti membuat wajah Sean merah seperti udang rebus, Yasmin yang melihat itu langsung memberikan segelas air untuk suaminya. Namun nyatanya Sean mengabaikan Yasmin dan pergi meninggalkan meja makan.“Aku sudah selesai,” Sean berdiri dan pergi begitu saja tanpa berniat untuk melirik Yasmin, membuat bunga cinta yang sedang mekar itu layu seketika.“Mi, Pi, Yasmin juga permisi dulu ya.”“Iya, tolong bujuk anak manja itu ya. Papi minta tolong sama kamu.”Yasmin hanya mengangguk menanggapi perkataan mertuanya. Meskipun jarang bicara, Anggara adalah sosok ayah yang hangat saat bersama keluarganya.
"Aku tidak berniat untuk menyakitimu," ucap Sean saat melihat Yasmin berlalu meninggalkan sendiri di taman belakang.Sean mengingat semua yang terjadi dengannya tadi malam. Bahkan Yasmin rela menjaganya sampai dirinya benar-benar terlelap. Hatinya mulai luluh dan Sean mengakui itu. Namun setiap kali menatap mata Yasmin, sekelebat bayangan pengkhianat yang di lakukan Hana membuat darahnya kembali mendidih.Punggung Yasmin tak terlihat lagi, membuat Sean menggeram tertahan, dia hanya bisa melayangkan tangannya ke udara untuk meluapkan amarahnya."Mami nggak nyangka, hanya karena wanita murahan itu kamu tega menyakiti perempuan seperti Yasmin," Claretta menatap putra sulungnya dengan nanar. Hatinya benar-benar terluka.Seperti inikah hasil didikan dan kasih sayang yang selama ini dia berikan pada putranya?"Mami benar-benar kecewa," Claretta menahan panas di matanya."Mi, ini semua nggak seperti yang Mami pikirin.""Cukup!
Brakkk Pintu apartemen itu ditutup dengan kencang, membuat Rangga terperanjant. Sebelum semua bertambah kacau, Rangga segera menghampiri Hana yang sekarang sedang duduk dengan wajah merah padam. “Kurang ajar! Berani-beraninya mereka melakukan ini padaku,” teriak Hana dengan napas yang tersengal-sengal dengan dada yang naik turun. “Hey, ada apa sayang? Seharusnya kamu senang setelah berhasil mendapatkan kontrak itu.” “Ya! Seharusnya memang aku yang mendapatkan kontrak itu. Tapi seseorang sudah mengacaukan segalanya dan membuatku kehilangan kesempatan emas ini.” Hana menarik napas dalam dan dia tahu siapa dalang dibalik lepasnya kontrak ini dari tangannya. Orang itu tidak lain adalah Sean dan bagaimana Hana bisa tahu karena tanpa sengaja dia mendengar pihak management menghubungi Sean. ‘Saya sudah melaksanakan semuanya, anda tidak perlu khawatir. Kontrak itu saya berikan pada model terbaik.’ ‘Anda tidak perlu sungkan, Tuan Sean,
Yasmin bersikap seperti biasanya, tidak ada yang berubah dari perempuan itu meskipun telah banyak luka yang Sean torehkan padanya. Setelah menyiapkan makan malam, Yasmin masuk ke kamar dan melihat Sean sibuk dengan laptop serta beberapa berkas.“Tutup dulu laptop dan berkas-berkasnya, ini sudah waktunya makan malam.” Yasmin langsung bertindak, menutup berkas itu dan merapihkannya.“Aku akan menyusul,” sahutnya dingin.“Tolong pikirkan kesehatanmu, hurup atau angka dalam berkas itu tidak akan hilang karena ditinggal makan malam.”Sean menarik napas dalam, kemudian bergegas mengikuti Yasmin yang sudah berjalan lebih dulu. Siapa sangka, pernikahan yang berawal dari kebencian bisa berakhir seperti ini.Yasmin dan Sean makan dalam diam, hanya denting sendok yang memecah keheningan di antara mereka. Sesekali Sean melirik Yasmin dengan sudut matanya, perempuan itu duduk dengan tenang berbeda dengan Sean yang sedikit gel
Sean masuk ke apartemen dengan santai, bayangan sudah terlalu jauh saat berharap jika Yasmin akan menyambutnya saat derit pintu terdengar. Namun keinginan hanya tinggal keinginan, pada kenyataannya Sean hanya disambut oleh keneningan dan deru dari pendingin ruangan.Sekarang dia hanya menghela napas berat, meskipun begitu dia tetap melangkah masuk dan membuka lemari pendingin mengambil satu botol air mineral dan membawanya ke dalam kamar.Untuk sesaat dia tertegun di ambang pintu saat melihat Yasmin meringkuk di atas sofa. Tanpa selimut ataupun bantal, membuat Sean hanya bisa geleng kepala.‘Ck! Kenapa Yasmin masih di sofa? Apa dia tidak mengerti jika aku ingin tidur di atas ranjang bersamanya,’ batinnya mulai mengeluh.Entah kenapa, setelah tidur siang yang begitu nyenyak itu membuat Sean merasa ingin terus seperti itu. Selimut dan guling ternyata sudah tidak bisa menghangatkannya. Kepalanya menggeleng pelan, namun bertolak belakang dengan ha
Di depan meja makan, sekarang Yasmin tersenyum sembari menatap rantang yang sudah terisi dengan makanan pesanan suaminya. Senyum manis itu tak pernah luntur dari bibir Yasmin, entah kenapa hari ini terasa begitu indah, selama ia menikah dengan Sean.“Ini udah jam sebelas, aku siap-siap dulu deh,” gumamnya pelan.Yasmin ingin bersiap dengan cepat, sedikit rasa tidak sabar membuat gadis itu salah tingkah. Bahkan entah berapa kali Yasmin mengganti dress hanya untuk mengantarkan makan siang."Kenapa harus bikin kamar berantakan kayak gini?" Yasmin sedikit meringis menyadari kelakuannya. "Dress ini sepertinya sudah cukup."Pada akhirnya Yasmin memilih memakai dress berwarna gelap dengan plat shoes pemberian mertuanya. Karena memang Yasmin tidak bisa memakai heels dan sejenisnya.Selesai memilih pakaian, Yasmin duduk di depan cermin dan sedikit memoles wajahnya dengan make up tipis. Belum bertemu dengan Sean, tapi gemuruh dalam dada Yasmin su
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Sean sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari Yasmin yang begitu lemah. Darah segar masih terus saja mengalir, membuat tubuh itu sedikit bergetar, bahkan wajahnya kian memucat seiring berjalannya waktu.“Putra, lebih cepat!”Tidak ada jawaban, namun laju kendaraan dipacu sesuai permintaan Sean. Suara klakson berbunyi, untuk meminta jalan agar mereka bisa secepat mungkin sampai di rumah sakit.Setibanya di rumah sakit, Sean menggendong tubuh itu masuk ke IGD. Dia berteriak keras, tidak lagi peduli jika ada orang lain yang terganggu.“Dokter! Suster!” Sean menerobos masuk, beberapa terkejut dan langsung mengarahkan Sean pada sebuah ranjang kosong.“Baringkan pasien di sini, Pak, dan silahkan tunggu di luar.”“Aku tidak akan meninggalkannya!” Sean bersikeras, bagaimana mereka memintanya keluar.Tidak berselang lama dokter datang dan memeriksa k