Happy Reading Semuanya!
“Om… sudah nikah?”
Bara yang sedang memasang dasi tampak menaikkan sebelah alisnya bingung mendengar perkataan dari gadis muda di depannya yang seolah tidak terjadi apapun. Bara menunggunya hingga selesai. Setelah membersihkan dirinya dan mengganti pakaian ternyata gadis yang ditemuinya mendadak menjadi begitu cerewet. Bara memaklumi apa yang ditutupi oleh Nesya.
“Aku punya pertanyaan—memangnya istri om kemana?” tanya Nesya lagi.
Tidak ada jawaban.
“Om ajak aku tinggal bersama buat jadi simpanan, om? Aku sih boleh aja, tapi kalau istri om marah gimana? Kalau aku keluar nanti terus saya di bullying sama istri om gimana?”
Bara menghentikan kegiatannya dan berkacak pinggang memperhatikan Nesya yang hanya memamerkan senyum tiga jari seolah meminta ampun. Sepasrah itukah.
“Apa kamu melihat saya menggunakan cincin nikah?” Pertanyaan dari Bara barusan membuat perempuan yang sudah berganti pakaian menjadi dress casual berwarna biru hanya memasang wajah bingung.
Jengah. Bara jengah melihat kelakuannya. Kedua tangannya tampak berdiri seolah menunjukkan jika tidak ada cincin pernikahan yang melekat pada jarinya.
“Puas? Saya belum menikah. Apa perempuan biasanya enggak pakai akal? Kalau saya memang ada istri, dia pasti mengamuk kalau tahu suaminya tidur dengan orang lain.” Kepala gadis tersebut hanya mengangguk, “Sekarang gantian saya yang tanya sama kamu. Apa ginjal kamu masih utuh sekarang?”
Tangan Nesya tampak meraba bagian perutnya, ia bisa melihat wajah lega gadis tersebut.
“Masih,” sahut Nesya
“Itu menandakan kalau kamu baik-baik saja.” Nesya tersenyum malu, ia pada akhirnya sadar. Perempuan tersebut sekarang paham dengan yang dimaksud oleh Bara barusan.
“Tapi kalau pacar pasti ada, kan? Enggak mungkin orang ganteng dan kece enggak punya pacar. Jangan khawatir nanti aku yang bakalan jelasin ke dia terkait….” Perkataannya tampak menggantung seiring tatapan matanya mengarah pada lelaki yang kembali berkacak pinggang menatapnya lelah.
“Ah—oh—enggak punya pacar juga. Benar! Orang mapan pasti sibuk kerja dan enggak punya waktu untuk pacaran. Betul! Time is money. But, by the way… kita belum kenalan, aku Vanesya…”
Bara tersenyum simpul, “Vanesya Hana Derko, kan? Dipanggil Nesya. Lahir tanggal 30 Januari, zodiak aquarius, hobi traveling dan healing, makanan kesukaan Pizza dengan extra keju mozarella dan sekarang nganggur enggak punya tujuan.” potong Bara.
Nesya mengangguk, “Hebat! Akurat, sangat hebat om bisa nerawang aku. Om pekerjaannya cenayang? Terus om gimana? Om namanya penguntit? Kenapa bisa tahu soal aku sampai segitunya?” tanya Nesya.
“Saya Bara,”
Nesya menaikkan sebelah alisnya bingung, “Cuman Bara? Enggak ada yang lain? Aku enggak bisa nerawang kaya om yang langsung tahu semuanya. Masa sih nama om cuman gitu aja? Kenapa namanya cuman bara? Mau jadi penambang batu bara?”
Lelaki tersebut terlihat menaikkan sebelah alisnya, sepertinya memang standar kelucuan Nesya berada di ujung tanduk. Sepertinya dia lupa kalau wajahnya masih babak belur.
“Saya punya sahamnya, memang kenapa kalau nama saya hanya Bara. Kamu mau jadi ibu saya buat ganti nama saya biar panjang? Umur saya jauh lebih tua dibanding kamu.”
“Aku tahu om tua,” sahut Nesya enteng.
“Apa kata kamu barusan?” Nesya menggeleng mendengar perkataan dari Bara barusan, ia mana berani mengganti nama orang yang lebih tua darinya.
“Ayo ikut saya, kamu harus kenal sama penghuni disini!” ajak Bara
Langkah lelaki tersebut berjalan meninggalkan kamar yang mereka tempati saat ini, tentu saja dengan Nesya yang mengekor di belakangnya.
“Om tinggal sama orang tua?”
“Mereka sudah pergi,” sahut Bara
“Pergi kemana? Terus Adik? Kakak?”
“Saya anak tunggal,” jawab Bara.
Perempuan tersebut benar-benar terpukau dengan tempat tinggal dari lelaki yang ada di depannya itu, bagaimana bisa rumah sebesar ini hanya dihuni oleh Bara. Penghuni siapa lagi. Apakah lelaki tersebut tidak takut jika ada hantu berkeliaran di sekitarnya?
“Penghuni yang om maksud itu hantu? Om emangnya enggak takut ada hantu?” tanya Nesya
“No, kenapa saya harus takut? Apa kamu enggak merasa sakit sama luka kamu? Banyak bicara sekali kamu ini. Apa mau saya tambah lukanya biar kamu diam?” Nesya hanya bisa terkekeh pelan mendengar nada kesal dari Bara barusan. Sama sekali tidak terpengaruh.
Keduanya kini berjalan menuju dapur dan memperhatikan perempuan yang sedang membuat makanan. Nesya lega, setidaknya Bara tidak benar-benar sendirian.
“Bi Rina, kenalkan ini Vanesya. Panggil saja Nesya, dia akan tinggal disini dan Nesya kenalkan ini Bu Rina. Dia biasa masak, dan membersihkan rumah disini. Kalau kamu membutuhkan bantuan bisa panggil dia dan kalau saya pergi dinas, maka bibi Rina yang akan menemani kamu.” Kepala Nesya hanya menggangguk mengiyakan perkataan dari Bara barusan.
“Hallo bi, senang bertemu dengan bibi.”
“Kalian berkenalan lah, saya harus angkat telfon.” sela Bara
Iris mata Nesya memperhatikan lelaki yang kini meninggalkannya berdua dengan wanita paruh baya yang sedang menatapnya penuh kehangatan dan makna lain. Perempuan tersebut tidak tahu apa arti dari tatapan pekerja di hadapannya.
“Terimakasih nona sudah mau datang, tuan Bara yang malang akhirnya memiliki seorang teman. Kamu sangat cantik,” Nesya tidak menjawab, ia membiarkan perempuan di depannya terlihat mengusap wajahnya yang tanpa luka lembut. Tipikal seperti seorang ibu yang menyayangi anaknya.
“Kenapa bisa luka begini? Siapa yang melakukannya? Apa tuan Bara mengetahuinya?” tanya Rina lembut.
“Tentu, dia seperti penyelamat. Makanya dia mau mengadopsi gelandangan kaya aku.”
Rina terlihat menariknya menuju meja makan dimana makanan sudah tersedia dan berjejer rapih. Ia tidak tahu apa yang diinginkan oleh pekerja dari Bara saat ini. Bahkan sekarang Nesya tidak mengetahui kemana perginya lelaki tersebut, kini hanya mereka berdua saja.
“Nona saya sangat senang melihat kehadiran nona disini, tuan sama sekali enggak pernah bawa orang lain selain saya dan asistennya pak Farhan. Kami khawatir sama apa yang dia rasa, dia sangat kesepian. Sewaktu ibunya meninggal dia duduk seharian tanpa makan atau minum dan membuatnya terkadang terbiasa melakukan itu. Dia hanya sarapan dan melewatkan jam makan lainnya,” Nesya hanya terdiam mendengar penuturan dari Rina saat ini, sebegitu menyedihkan kah Bara. Lalu kenapa lelaki tersebut dengan senang hati membawanya ke rumah.
“Tuan Bara selalu mengatakan kalau dia baik-baik saja, tapi sudah hampir 10 tahun. Enggak ada orang yang ada disisinya dan orang yang peduli sama dia. Tapi sekarang tuan membawa seorang gadis yang sangat cantik dan imut seperti nona, membuat perasaan saya lega. Nona adalah orang pilihan yang dipilih tuan untuk di sayangi.”
“Hah?” kaget Nesya.
Perempuan tersebut menunjuk dirinya sendiri, dirinya. Orang pilihan Bara yang dipungutnya.
“Mulai sekarang ada yang menemani tuan Bara. Tuan akhirnya sudah mempunyai rumah untuk dia kembali,” ucap Rina membuat Nesya benar-benar terdiam.
Apakah kehadirannya membawa berkah untuk Bara dan orang disekitarnya. Bukankah Bara memungut nya karena kasihan kepadanya.
Tujuannya datang kemari mendadak berubah hanya karena lelaki yang ditemuinya saat di halte. Bara dengan senang hati memberikannya rumah tanpa bertanya apa yang terjadi padanya secara langsung atau menyalahkannya.
Ternyata Bara adalah orang yang kesepian dan sama seperti dirinya. Dia sudah tidak mempunyai orang lain sama seperti Nesya.
Dia laki-laki yang kesepian.
To be continued...
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak mengerti, lagi-lagi Bara memberikan hadiah untuknya. Kenapa ia miskin sekali, kenapa dirinya sama sekali tidak bisa membalas semua hal baik dari Bara. Bahkan bahan masakan yang digunakannya hari ini, semuanya menggunakan uang lelaki yang kini sibuk dengan cake di hadapannya.Iris matanya memperhatikan Bara yang kini memakan cake buatannya, ia tahu jika Bara sangat menyukainya dari cara lelaki itu memakan makanan buatannya. Tangannya perlahan bergerak meraba kalung yang baru saja dipasang oleh Bara, usapan lembut kembali Nesya rasakan. Ia jamin jika ini bukan barang murah yang di jual di pinggir jalan, seorang lelaki kaya seperti Bara tidak akan membeli barang murah. Bara pasti mengeluarkan banyak uang hanya untuk orang asing seperti dirinya.“Ini enak, kamu bisa jadi bakery.”
Happy Reading Semuanya!“Pak, maaf melenceng. Tapi jujur saja saya penasaran, dia akan tinggal sama Pak Bara selamanya?”Lelaki yang sedang membaca laporan itu terlihat mendongak sebentar menatap asistennya yang hanya tersenyum tipis. Bara dengan cepat menutup laporan di genggamannya, pertanyaan yang sulit untuk dikatakan. Status mereka tanpa arti saat ini, kalaupun menyuruh Nesya pergi amat sangat tidak mungkin. Tapi ia juga tidak tahu akan mempertahankan Nesya berapa lama dan sampai kapan, Bara tidak mempunyai pilihan lain.“Entah, saya belum memikirkannya. Tapi yang jelas saya cukup senang karena rumah itu tidak kosong,” Jawaban dari Bara terlihat membuat Farhan lagi-lagi hanya tersenyum tipis dan mengangguk, ia tahu kalau itu yang akan dikatakan Bara.“Begitu,” sahut Farhan.
Happy Reading Semuanya1“Nona… mau saya bantu masak?”Kepala Nesya menggeleng, ia sudah cukup yakin dalam hal memasak meskipun terkadang ia selipkan dengan tontonan orang yang sedang masak. Tidak banyak masakan yang bisa ia masak, makanya ia perlu untuk melihat dari tontonan video.Tangannya menghapus keringat yang mengalir, rasa panas dari hawa kompor begitu terasa di wajahnya. Tidak masalah, ini adalah pembalasan setimpal karena Bara sudah mengizinkannya untuk tinggal di rumah besarnya dan tidak menjadikannya sebagai gelandangan.“Masukan garam, gula satu sendok. Rasanya sebentar lagi akan pas,” gumam Nesya senang.Tangannya kembali mengaduk sayur di depannya, tampilannya tidak buruk dan rasanya mendukung. Woah&he
Happy Reading Semuanya!“Bibi, aku ikut ke pasar!”Nesya rela bangun sangat pagi demi bisa pergi bersama pekerja rumah tangga keluarga Bara. Tidak, sebenarnya ia tidak tidur sama sekali agar bisa memastikan Bara tertidur lelap. Pikirannya mendadak penuh saat itu juga, ia harus memikirkan bagaimana caranya agar Bara bisa tertidur. Ia sudah mencari tahu sekilas dan kini yang ia lakukan adalah mengekor pada Bibi Rina untuk pergi ke pasar. Ikut pun ia tidak bisa berbuat banyak sebenarnya, Nesya memang tidak memiliki banyak uang, tapi ia yakin dengan kemampuannya memasak dan keinginan kuatnya untuk membantu penolongnya pasti ada jalan.“Nona kenapa ingin ikut? Padahal bisa pesan sama saya loh, Nona memangnya mau beli apa?”Bibirnya hanya tersenyum mendengar perkataan dari Bi Rina, &ld
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak akan menganggap kejadian tadi. Harinya yang begitu panjang sudah cukup, ia harus memikirkan rencana yang sudah disusun secara matang sejak dulu. Rencana tersebut tidak boleh hancur berantakan begitu saja hanya karena ia sudah di buang.Ranjang di sebelahnya tampak dingin, Nesya sangat ingat jika biasanya Bara akan tidur di sebelahnya menemaninya dan tidak akan membiarkannya sendirian. Tapi sekarang kamar ini terlihat kosong, padahal bibi Rina mengatakan jika ini adalah kamar pribadi dari Bara.Langkahnya berjalan malas menuju pintu keluar, jam baru menunjukkan pukul 1 malam. Ia tidak tahu kenapa di tengah malam ini malah terbangun dari tidurnya, tenggorokannya terasa kering.Alis matanya naik sebelah saat melihat begitu banyak botol berisi minuman yang sempat ia minum beberapa hari lalu, minuman beralkohol
Happy reading semuanya!“Om, terima kasih sudah memberikan aku rumah dan bantu banyak hal seperti tadi. Aku merasa jadi memiliki hutang yang sangat besar. Termasuk memulihkan nama ini,”Ucapan Nesya membuat Bara hanya mengamati perempuan di sebelahnya masih sibuk menatap kartu identitas yang berada di tangannya, gadis itu mendapatkannya dengan cepat. Sekarang yang patut di pertanyakan adalah kegiatan Nesya selama ia bekerja nantinya.“Itu sudah menjadi hak kamu, saya hanya membantu sedikit. Kamu mau makan apa? Kamu belum sarapan dan sekarang sudah masuk ke jam makan siang, kamu mau makan apa?” tanya Bara“Terserah om,” sahut Nesya“Salad?”“Aku bukan kambing,&