Nesya memutuskan kembali ke Indonesia untuk satu tujuan, yaitu membalas dendam atas kematian orang tuanya. Tapi siapa sangka kepulangannya malah membuatnya merasa terbuang begitu saja, tidak ada yang mengharapkan kehadirannya. Kala itu, hujan di siang menjelang sore hari ia bertemu dengan Bara. Lelaki dingin yang kesepian. Kesialan Nesya tidak membuat Bara melemah, hanya lelaki itu yang menginginkannya. Bara Ardiromo, dalam diamnya menyimpan perasaan pada Nesya. Rumah tempatnya kembali, tapi pada kenyataannya Bara lah yang membuat kehidupan Nesya menjadi hancur dan berantakan. Apakah kebohongan Bara terkait dengan kematian orang tua Nesya akan terjadi akan terbongkar dan cinta mereka masih tetap ada? Atau masalah akan semakin pelik?
ดูเพิ่มเติมHappy Reading Semuanya!
‘Perhatian untuk para penumpang galaxy Air, sebentar lagi kita akan mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Diharapkan untuk para penumpang untuk mempersiapkan diri dan mengencangkan sabuk pengaman….’
Kembali. Akhirnya gadis cantik dengan rambut panjang tersebut berani untuk kembali ke rumahnya setelah pertarungan panjang melawan sakit hatinya. Gadis itu merindukan orang tuanya dan masa lalunya yang manis. Pertarungan panjang dalam dirinya akhirnya membuat satu keputusan besar dalam hidupnya.
Setelah 8 tahun akhirnya ia memilih kembali untuk satu tujuan, mengembalikan semua yang seharusnya menjadi miliknya. Harta berharga orang tuanya yang di rampas dan membalaskan dendam pada orang yang sudah membunuh keluarganya.
“Ma… aku akan balas dendam untuk kalian, jika aku enggak bisa bahagia karena kehilangan kalian… maka orang itu juga enggak boleh bahagia.“ gumam Nesya sembari memperhatikan sebuah foto di tangannya.
Dadanya terasa sesak. Tangan kirinya bergerak menghapus air matanya yang mengalir, foto lusuh keluarga kecilnya selalu berada di genggamannya.
“Nona, apakah anda membutuhkan tisu?” Kepalanya menggeleng dan tersenyum tipis, ia tidak membutuhkan apapun. Dadanya yang sesak kini berubah menjadi berdegup kencang membayangkan apa yang akan terjadi nantinya, kisah balas dendamnya harus terbalaskan.
“Mama… papa… aku kembali.” gumam Nesya sembari mengamati bendera Indonesia terpampang sangat jelas disana.
Langkahnya berjalan mengikuti para penumpang lainnya yang tersisa, bayangannya berpikiran harapan besar. Ada seseorang yang menjemputnya seperti kebanyakan orang.
Tapi realitanya itu harapan kosong, tidak ada orang yang menyambut kepulangannya. Pesan yang ia kirimkan pada bibinya sepertinya tidak sampai, bukankah seharusnya mereka merindukannya karena sudah terlalu lama di luar negeri. Sudahlah seharusnya ia paham akan hal itu.
Bibirnya tersenyum kecut saat melihat penumpang lain begitu disambut dengan hangat oleh keluarganya atau orang yang menjemputnya, hanya dirinya yang seorang diri.
Iris matanya memperhatikan setiap papan di atasnya, mencari informasi yang bisa didapatkan agar bisa kembali ke rumahnya.
Ponselnya berdering menampilkan nama lelaki yang bersamanya sejak kepergian orang tuanya. Gerald Robbin. Teman baiknya.
“Hai… aku sudah sampai ke Indonesia. Aku sudah keluar dari pesawat, dan sudah memperbaiki semuanya. Kenapa kamu buru-buru banget? Pelan-pelan saja, aku akan mencoba menikmatinya disini.“ terdengar suara khawatir disana.
“Yang benar saja? Aku khawatir disini, aku tidak tenang Vanesya Hana Derko. Aku harus segera menyusul kamu,“ Nesya tertawa pelan mendengar perkataan dari Gerald barusan.
“Aku akan menghubungimu terus, lagian aku sudah bukan anak kecil. Usiaku sudah 22 tahun, aku sudah dewasa. Sekarang aku hanya perlu naik taksi untuk sampai ke rumah, jangan khawatir Gerald.”
“Kamu masih kecil dimataku, apalagi kamu datang kesana untuk membalas dendam atas kematian orang tua kamu. Aku khawatir akan kamu, kalau luka lama kamu terbuka lagi bagaimana?“
Nesya tersenyum tipis mendengar nada khawatir Gerald barusan, temannya yang satu itu.
“Aku sudah baik-baik saja, luka lama itu enggak akan terbuka kembali. Pembalasan kematian orang tuaku akan selesai, setelah itu aku kembali lagi. Tempat ini masih belum berubah banyak,“ ucapan Nesya terdengar pelan, iris matanya memperhatikan setiap sudut bandara yang didatanginya.
Nesya harus segera mencari mobil yang bisa membawanya menuju rumahnya.
“Aku sudah bilang jangan khawatir Gerald, kamu tidak perlu datang untukku. Sampai urusanku selesai aku akan kembali ke kamu, sudah ya aku tutup. Nanti aku akan menghubungi kamu lagi,” putus Nesya sembari mematikan panggilan telepon tersebut dan menyimpan ponselnya pada saku celananya.
Langkahnya berjalan pelan menuju tempat antrian taksi di depannya tersebut, tangannya yang terbebas sibuk mengocek saku caranya yang lain untuk mencari sebuah kertas yang akan membawanya menuju rumah lamanya.
“Sorry, can…” Nesya menggeleng dan menepuk keningnya pelan. Ia sudah tidak perlu menggunakan bahasa asing lagi, Nesya sudah benar-benar kembali ke negaranya.
“Maaf pak, bisa antarkan saya ke alamat ini?“ tanya Nesya ragu.
Petugas di depannya terlihat kagum pada kertas di tangannya yang terlapisi lakban bening disana.
“Ini tulisan dari kapan mbak? Kertasnya sudah menua, saking awetnya disimpan makanya kaya begini ya… mari saya antarkan.“ Nesya tidak menjawab banyak, kepalanya hanya mengangguk dan mengekor pada lelaki di depannya yang membawanya menuju sebuah mobil berwarna biru.
Perjalanan menuju rumahnya begitu panjang, Nesya sama sekali tidak bisa mengalihkan pemandangan di sampingnya. Semua sudah berubah, hanya ada bangunan tinggi yang menghiasi di setiap jalanan. Waktu merubah segalanya, jalanan yang dulu penuh toko kecil kini berubah.
“Semua sudah berubah kan, mbak?“
Kepalanya mengangguk membenarkan, “Benar, ternyata waktu cepet banget. Dulu biasanya jalanan yang dilewati penuh pohon atau warung kelontong sama penuh bajai, sekarang sudah berubah banyak banget.” jawab Nesya
“Presiden ganti ya posisi bangunan akan terus berganti, waktu memang berjalan. Taman yang dulu biasa didatangi oleh warga biasa kini diakali suruh membayar untuk masuk dengan alasan perawatan enggak gampang, tempat yang enggak berubah cuman halte tua itu.” Nesya mengepalkan tangannya melihat tempat yang mereka lewati saat ini.
“Kenapa tempat itu enggak di gusur atau… dirusak saja kalau memang enggak terpakai?” Suara Nesya tampak tercekat.
“Pemerintah enggak bisa melakukannya, katanya ada bekingan kuat buat tempat itu. Ada sesuatu yang mengganjal katanya, tapi enggak tahu juga. ” Nesya hanya menaikkan sebelah alisnya bingung.
“Bekingan? Siapa?”
“Perusahaan ternama yang enggak bisa kita sebutkan, dari saya dengar dari gosip penumpang saya… tempat itu katanya pernah jadi saksi bisu pembunuhan berantai dulu banget. Saya juga enggak paham sih mbak, makanya mengganjal.” Nesya menahan air matanya agar tidak mengalir, tentu saja tempat itu tidak asing bagi dirinya. Gadis cantik tersebut memahami apa yang terjadi di sana dulu.
“Begitu…”
“Dari yang sering saya dengar katanya dulu pernah dirusak sama warga pada malam hari tapi pas paginya semua kembali ke posisi awal seolah nggak terjadi apa-apa. Kan aneh, penunggunya enggak rela dan pemiliknya juga begitu. Orang kaya itu aneh,” Nesya tidak kaget lagi soal itu.
Tatapan matanya fokus pada halte di depannya yang menjadi pusat perhatiannya saat ini, jalanan macet sudah menjadi hal biasa.
“Mbak, sudah berapa tahun di luar negeri? Kayaknya bahasa sendiri sudah hampir lupa. Kenapa keluarganya enggak ada yang jemput?” tanya supir di depannya tersebut.
“Biar surprise, saya sudah 8 tahun di luar negeri bahkan dari saya kecil. Jadi saya menikmati waktu saya pas lagi ada di luar negeri sampai lupa bahasa sendiri,” lelaki yang ada di depannya terlihat mengangguk saja.
Nesya memejamkan matanya mengingat tayangan luka masa lalunya. Padahal perempuan tersebut sudah berjanji tidak akan memikirkan hal itu lagi tetapi suasana sangat mendukungnya untuk melakukan ini.
“Mbak kita sudah sampai,”
Iris matanya yang terpejam perlahan terbuka, suasana rumahnya masih sama seperti yang ia tinggal dulu. Matanya fokus menatap bangunan berlantai dua di depannya, rumah orang tuanya sangat terawat dengan baik. Nesya benar kembali ke rumahnya. Ia tidak menyangka akan berani datang ke rumahnya lagi setelah sekian lama.
“Mama… papa… aku pulang,”
To be continued...
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak mengerti, lagi-lagi Bara memberikan hadiah untuknya. Kenapa ia miskin sekali, kenapa dirinya sama sekali tidak bisa membalas semua hal baik dari Bara. Bahkan bahan masakan yang digunakannya hari ini, semuanya menggunakan uang lelaki yang kini sibuk dengan cake di hadapannya.Iris matanya memperhatikan Bara yang kini memakan cake buatannya, ia tahu jika Bara sangat menyukainya dari cara lelaki itu memakan makanan buatannya. Tangannya perlahan bergerak meraba kalung yang baru saja dipasang oleh Bara, usapan lembut kembali Nesya rasakan. Ia jamin jika ini bukan barang murah yang di jual di pinggir jalan, seorang lelaki kaya seperti Bara tidak akan membeli barang murah. Bara pasti mengeluarkan banyak uang hanya untuk orang asing seperti dirinya.“Ini enak, kamu bisa jadi bakery.”
Happy Reading Semuanya!“Pak, maaf melenceng. Tapi jujur saja saya penasaran, dia akan tinggal sama Pak Bara selamanya?”Lelaki yang sedang membaca laporan itu terlihat mendongak sebentar menatap asistennya yang hanya tersenyum tipis. Bara dengan cepat menutup laporan di genggamannya, pertanyaan yang sulit untuk dikatakan. Status mereka tanpa arti saat ini, kalaupun menyuruh Nesya pergi amat sangat tidak mungkin. Tapi ia juga tidak tahu akan mempertahankan Nesya berapa lama dan sampai kapan, Bara tidak mempunyai pilihan lain.“Entah, saya belum memikirkannya. Tapi yang jelas saya cukup senang karena rumah itu tidak kosong,” Jawaban dari Bara terlihat membuat Farhan lagi-lagi hanya tersenyum tipis dan mengangguk, ia tahu kalau itu yang akan dikatakan Bara.“Begitu,” sahut Farhan.
Happy Reading Semuanya1“Nona… mau saya bantu masak?”Kepala Nesya menggeleng, ia sudah cukup yakin dalam hal memasak meskipun terkadang ia selipkan dengan tontonan orang yang sedang masak. Tidak banyak masakan yang bisa ia masak, makanya ia perlu untuk melihat dari tontonan video.Tangannya menghapus keringat yang mengalir, rasa panas dari hawa kompor begitu terasa di wajahnya. Tidak masalah, ini adalah pembalasan setimpal karena Bara sudah mengizinkannya untuk tinggal di rumah besarnya dan tidak menjadikannya sebagai gelandangan.“Masukan garam, gula satu sendok. Rasanya sebentar lagi akan pas,” gumam Nesya senang.Tangannya kembali mengaduk sayur di depannya, tampilannya tidak buruk dan rasanya mendukung. Woah&he
Happy Reading Semuanya!“Bibi, aku ikut ke pasar!”Nesya rela bangun sangat pagi demi bisa pergi bersama pekerja rumah tangga keluarga Bara. Tidak, sebenarnya ia tidak tidur sama sekali agar bisa memastikan Bara tertidur lelap. Pikirannya mendadak penuh saat itu juga, ia harus memikirkan bagaimana caranya agar Bara bisa tertidur. Ia sudah mencari tahu sekilas dan kini yang ia lakukan adalah mengekor pada Bibi Rina untuk pergi ke pasar. Ikut pun ia tidak bisa berbuat banyak sebenarnya, Nesya memang tidak memiliki banyak uang, tapi ia yakin dengan kemampuannya memasak dan keinginan kuatnya untuk membantu penolongnya pasti ada jalan.“Nona kenapa ingin ikut? Padahal bisa pesan sama saya loh, Nona memangnya mau beli apa?”Bibirnya hanya tersenyum mendengar perkataan dari Bi Rina, &ld
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak akan menganggap kejadian tadi. Harinya yang begitu panjang sudah cukup, ia harus memikirkan rencana yang sudah disusun secara matang sejak dulu. Rencana tersebut tidak boleh hancur berantakan begitu saja hanya karena ia sudah di buang.Ranjang di sebelahnya tampak dingin, Nesya sangat ingat jika biasanya Bara akan tidur di sebelahnya menemaninya dan tidak akan membiarkannya sendirian. Tapi sekarang kamar ini terlihat kosong, padahal bibi Rina mengatakan jika ini adalah kamar pribadi dari Bara.Langkahnya berjalan malas menuju pintu keluar, jam baru menunjukkan pukul 1 malam. Ia tidak tahu kenapa di tengah malam ini malah terbangun dari tidurnya, tenggorokannya terasa kering.Alis matanya naik sebelah saat melihat begitu banyak botol berisi minuman yang sempat ia minum beberapa hari lalu, minuman beralkohol
Happy reading semuanya!“Om, terima kasih sudah memberikan aku rumah dan bantu banyak hal seperti tadi. Aku merasa jadi memiliki hutang yang sangat besar. Termasuk memulihkan nama ini,”Ucapan Nesya membuat Bara hanya mengamati perempuan di sebelahnya masih sibuk menatap kartu identitas yang berada di tangannya, gadis itu mendapatkannya dengan cepat. Sekarang yang patut di pertanyakan adalah kegiatan Nesya selama ia bekerja nantinya.“Itu sudah menjadi hak kamu, saya hanya membantu sedikit. Kamu mau makan apa? Kamu belum sarapan dan sekarang sudah masuk ke jam makan siang, kamu mau makan apa?” tanya Bara“Terserah om,” sahut Nesya“Salad?”“Aku bukan kambing,&
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น