Happy Reading Semuanya!
Nesya sama sekali tidak bisa memikirkan apapun tentang kejadian semalam, ia tidak tahu apa yang sudah dilakukannya semalam sampai lelaki yang membawanya pulang tampak enggan untuk melihatnya dan pergi meninggalkannya selama 30 menit. Lelaki tersebut juga datang seolah tidak ingin menjelaskan apapun dan semua terlihat biasa saja, memang sangat aneh bagi dirinya.
“Saya sudah menyiapkan sarapan untuk kamu, kamu enggak punya alergi serius sama makanan, kan?”
Tangan gadis muda tersebut memegang dadanya dan menutup pembatas antara wastafel dengan bath up dimana dirinya berada sekarang ini.
“Apakah orang miskin seperti aku berhak untuk punya alergi? Aku pemakan apa saja,” sahut Nesya membuat anggukan dan menutup kembali pintu kamar mandi luas tempat tinggalnya selama beberapa waktu ini.
Helaan nafas terdengar berat disana. Kepalanya terasa pening, Nesya tidak bisa memikirkan apapun selain kisah hidupnya yang sangat pahit.
Tatapan matanya terlihat kosong, ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Entah pada siapa dirinya bisa bergantung.
Uang sepeserpun sudah raib dari tangannya, semua tabungannya di curi dan tidak menyisakan uang 1 lembar pun padanya. Keluarga besarnya memang sangat gila uang dan serakah, ia tidak menyangka akan mempunyai keluarga yang seperti ini.
Tubuhnya semakin merosot masuk ke dalam bath up yang berisi air hangat bercampur aroma wangi mawar, Nesya tidak kaget jika ia kembali bertemu dengan kegiatan mandi yang seperti ini. Dulu saat ada ibunya, ia sering melakukan ini.
“Jangan terlalu lama berendam, kamu akan melewatkan sarapan nantinya.”
Laki-laki itu—Nesya hanya menghela nafas pelan dan semakin menenggelamkan kepalanya pada air aroma tersebut. Tidak ada niatan untuk menjawab perkataan barusan.
Matanya yang terpejam seolah memutar memori kejadian pahit yang dialaminya kemarin. Bayangan saat mereka mengusir tuan rumah sendiri dan tidak mengatakan apapun tentang keluarga kecilnya, makam kedua orang tuanya saja tidak bisa ia ketahui.
Melarat serta menyedihkan sekali hidupnya.
Ponselnya yang biasa untuk menghubungi Gerald temannya saja sudah hilang dirampas mereka dengan alih pembuktian jika ia sudah mati dan mereka bisa melakukan klaim asuransi kematiannya. Andai orang tuanya tahu, pasti mereka akan merasa kasihan pada anak semata wayangnya yang berjuang sendirian.
“Anak kecil! Kamu enggak lakukan hal aneh-aneh, kan?” tanya lelaki yang kini masuk ke dalam kamar mandi luas milik lelaki asing tersebut.
Nesya hanya bisa melirik sedikit lelaki tersebut yang memasang wajah datar dari tempat dirinya berada saat ini, orang setengah tua itu tahu bagaimana bersikap seolah tidak terjadi apapun atau tidak menunjukkan ketertarikan apapun pada Nesya.
Dasar laki-laki aneh!
Perempuan tersebut belum ada niatan untuk bangkit saat ini, bahkan semakin menenggelamkannya. Kepalanya terasa panas dan mungkin saja air akan asat karena beban pikirannya saat ini.
“Kenapa kamu lihat saya begitu? Saya enggak tertarik sama badan kurus kamu. Sepertinya saya memang harus menyiapkan perhitungan gizi untuk kamu agar ada perubahan signifikan pada tubuh kamu,” ucap Bara sembari merapikan pakaiannya saat ini.
Sangat berbanding terbalik sekali.
“Aaaaa—-berisik banget sih om!! Memangnya enggak bisa tenang sedikit? Saya heran deh, apa mulut om terbuat dari terompet tahun Baru? Kenapa berisik banget dari tadi? Memangnya om enggak paham sama gender kami? Ya namanya perempuan, mandi pasti lama. Kami sebagai kaum perempuan kalau mandi bath up begini, kami suka menikmati aroma bunga dari bak mandi besar dan air susu yang terasa membuat kulit menjadi lembut. Laki-laki mana paham rasanya kaya begini,” sebal Nesya.
Garukan di leher pada lelaki tersebut seolah memberi tanda jika dia memang tidak mengerti, apakah semua perempuan bertingkah seperti ini. Kepalanya hanya menggeleng dan berjalan keluar, sepertinya gadis muda tersebut akan berada di sana untuk waktu yang lama. Lebih baik ia pergi saja.
“Dih! Keluar masuk sembarangan!! Mentang-mentang punya rumah! Om enggak jadi temani aku mandi? Kita bisa cerita loh om! Perkenalan diri secara resmi!!” teriak Nesya
Perempuan tersebut hanya menghela nafas pelan, dadanya berdegup kencang selama lelaki tersebut berada di dalam ruang yang sama dengannya. Tingkahnya membuat Nesya mengalami serangan jantung mendadak. Apalagi dengan tubuhnya yang hampir polos dan hanya tertutup sabun.
“Laki-laki aneh, gimana bisa aku menyerahkan hidupku sendiri ke laki-laki yang kaya begini.” gumam Nesya pelan.
Kini hanya menyisakan dirinya sendirian seperti awal, memang tidak bisa dibiarkan sebentar. Sekarang pikirannya terbang jauh dengan alasannya datang ke tempat ini lagi setelah sekian lama.
Uang tidak ada…
Rumah tidak punya, bahkan ia menumpang pada lelaki yang masih penuh tanda tanya untuknya.
Kerabat atau teman dekat? Nesya tidak pernah mempunyai teman karena homeschooling saat di Indonesia dan tidak mungkin ia menyuruh temannya yang ada di Amerika untuk menjemputnya dengan alasan konyol seperti ia sudah dibuang.
Sekarang yang bisa diandalkan hanyalah lelaki asing itu, lelaki yang membawanya ke rumah ini. Nesya harus berperilaku baik agar tidak dibuang begitu saja. Bagaimanapun ia membutuhkan tempat perlindungan yang memadai meskipun Nesya tidak terlalu tahu menahu terkait dengan lelaki tersebut.
Matanya terpejam seiring kenangan masa lalu dirinya berputar cepat di kepalanya bagaikan film dokumenter menyangkut kehidupannya. Air matanya menetes mengingat bagaimana kejadian masa lalu merenggut kebahagiaannya, kepalanya menggeleng mencoba untuk menghilangkan kenangan tersebut.
“Mama… jangan tinggalin aku—hiks..”
“Papa…”
Lirih Nesya pelan sembari mencengkram erat pinggiran bath up di sebelahnya, ia sangat merindukan kedua orang tuanya dan tidak tahu bagaimana kehidupannya sekarang.
Bagaimana Nesya harus bertahan sekarang demi balas dendam masa lalu yang menyangkut orang tuanya dan kehidupan menyedihkannya saat ini. Nesya sudah tidak punya tempat selain pada lelaki yang menolongnya.
“Anak kecil kamu ken—!”
Bara yang ingin mengetuk pembatas tersebut tampak menghentikan pergerakannya seiring dengan suara lirih menyedihkan terdengar di telinganya. Ia tidak tahu seberapa besar luka gadis itu, Bara hanya menghela nafas pelan. Niatnya untuk kembali mengingatkan gadis itu pupus, ia harus membiarkan Nesya tenang.
Tubuhnya tampak menjatuhkan diri pada sofa panjang dengan tangan yang menggenggam dasi serta iPad di tangannya, memeriksa pekerjaannya di sela menunggu Nesya selesai mandi.
Bayangan gadis yang ditolongnya menangis membuat hatinya sedikit merasakan sakit, sesakit itukah menjadi Nesya. Tidak lagi mempunyai orang tua, kini ditambah dengan luka parah karena ketidak inginnya kehadiran Nesya oleh paman serta bibinya. Bahkan hampir mati, sumpah demi apapun Bara menjadi begitu penasaran bagaimana ia membalas dendam nantinya untuk Nesya.
Sejauh itukah perannya untuk membuat Nesya bertahan hidup di dunia ini.
“Jangan khawatir, saya sudah setuju menjadi keluarga kamu. Bagian dari kehidupan kamu, luka yang kamu rasakan… mereka juga harus merasakannya.”
To be continued...
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak mengerti, lagi-lagi Bara memberikan hadiah untuknya. Kenapa ia miskin sekali, kenapa dirinya sama sekali tidak bisa membalas semua hal baik dari Bara. Bahkan bahan masakan yang digunakannya hari ini, semuanya menggunakan uang lelaki yang kini sibuk dengan cake di hadapannya.Iris matanya memperhatikan Bara yang kini memakan cake buatannya, ia tahu jika Bara sangat menyukainya dari cara lelaki itu memakan makanan buatannya. Tangannya perlahan bergerak meraba kalung yang baru saja dipasang oleh Bara, usapan lembut kembali Nesya rasakan. Ia jamin jika ini bukan barang murah yang di jual di pinggir jalan, seorang lelaki kaya seperti Bara tidak akan membeli barang murah. Bara pasti mengeluarkan banyak uang hanya untuk orang asing seperti dirinya.“Ini enak, kamu bisa jadi bakery.”
Happy Reading Semuanya!“Pak, maaf melenceng. Tapi jujur saja saya penasaran, dia akan tinggal sama Pak Bara selamanya?”Lelaki yang sedang membaca laporan itu terlihat mendongak sebentar menatap asistennya yang hanya tersenyum tipis. Bara dengan cepat menutup laporan di genggamannya, pertanyaan yang sulit untuk dikatakan. Status mereka tanpa arti saat ini, kalaupun menyuruh Nesya pergi amat sangat tidak mungkin. Tapi ia juga tidak tahu akan mempertahankan Nesya berapa lama dan sampai kapan, Bara tidak mempunyai pilihan lain.“Entah, saya belum memikirkannya. Tapi yang jelas saya cukup senang karena rumah itu tidak kosong,” Jawaban dari Bara terlihat membuat Farhan lagi-lagi hanya tersenyum tipis dan mengangguk, ia tahu kalau itu yang akan dikatakan Bara.“Begitu,” sahut Farhan.
Happy Reading Semuanya1“Nona… mau saya bantu masak?”Kepala Nesya menggeleng, ia sudah cukup yakin dalam hal memasak meskipun terkadang ia selipkan dengan tontonan orang yang sedang masak. Tidak banyak masakan yang bisa ia masak, makanya ia perlu untuk melihat dari tontonan video.Tangannya menghapus keringat yang mengalir, rasa panas dari hawa kompor begitu terasa di wajahnya. Tidak masalah, ini adalah pembalasan setimpal karena Bara sudah mengizinkannya untuk tinggal di rumah besarnya dan tidak menjadikannya sebagai gelandangan.“Masukan garam, gula satu sendok. Rasanya sebentar lagi akan pas,” gumam Nesya senang.Tangannya kembali mengaduk sayur di depannya, tampilannya tidak buruk dan rasanya mendukung. Woah&he
Happy Reading Semuanya!“Bibi, aku ikut ke pasar!”Nesya rela bangun sangat pagi demi bisa pergi bersama pekerja rumah tangga keluarga Bara. Tidak, sebenarnya ia tidak tidur sama sekali agar bisa memastikan Bara tertidur lelap. Pikirannya mendadak penuh saat itu juga, ia harus memikirkan bagaimana caranya agar Bara bisa tertidur. Ia sudah mencari tahu sekilas dan kini yang ia lakukan adalah mengekor pada Bibi Rina untuk pergi ke pasar. Ikut pun ia tidak bisa berbuat banyak sebenarnya, Nesya memang tidak memiliki banyak uang, tapi ia yakin dengan kemampuannya memasak dan keinginan kuatnya untuk membantu penolongnya pasti ada jalan.“Nona kenapa ingin ikut? Padahal bisa pesan sama saya loh, Nona memangnya mau beli apa?”Bibirnya hanya tersenyum mendengar perkataan dari Bi Rina, &ld
Happy Reading Semuanya!Nesya tidak akan menganggap kejadian tadi. Harinya yang begitu panjang sudah cukup, ia harus memikirkan rencana yang sudah disusun secara matang sejak dulu. Rencana tersebut tidak boleh hancur berantakan begitu saja hanya karena ia sudah di buang.Ranjang di sebelahnya tampak dingin, Nesya sangat ingat jika biasanya Bara akan tidur di sebelahnya menemaninya dan tidak akan membiarkannya sendirian. Tapi sekarang kamar ini terlihat kosong, padahal bibi Rina mengatakan jika ini adalah kamar pribadi dari Bara.Langkahnya berjalan malas menuju pintu keluar, jam baru menunjukkan pukul 1 malam. Ia tidak tahu kenapa di tengah malam ini malah terbangun dari tidurnya, tenggorokannya terasa kering.Alis matanya naik sebelah saat melihat begitu banyak botol berisi minuman yang sempat ia minum beberapa hari lalu, minuman beralkohol
Happy reading semuanya!“Om, terima kasih sudah memberikan aku rumah dan bantu banyak hal seperti tadi. Aku merasa jadi memiliki hutang yang sangat besar. Termasuk memulihkan nama ini,”Ucapan Nesya membuat Bara hanya mengamati perempuan di sebelahnya masih sibuk menatap kartu identitas yang berada di tangannya, gadis itu mendapatkannya dengan cepat. Sekarang yang patut di pertanyakan adalah kegiatan Nesya selama ia bekerja nantinya.“Itu sudah menjadi hak kamu, saya hanya membantu sedikit. Kamu mau makan apa? Kamu belum sarapan dan sekarang sudah masuk ke jam makan siang, kamu mau makan apa?” tanya Bara“Terserah om,” sahut Nesya“Salad?”“Aku bukan kambing,&