Reyhan menahan langkahnya, Dimaspun berdiri dari duduknya dan menghampiri Reyhan.
"Rey, siapapun paman Dion dan bagaimanapun perlakuannya padamu, percayalah dia sangat peduli pada kamu."Reyhan tidak mengatakan apapun, ia melangkah pergi meninggalkan Dimas setelah mendengar ucapannya. Sedangkan Dimas menatap punggung lebar sepupunya yang berangsur menjauh darinya. Reyhan masuk kedalam mobilnya dengan perasaan kacau. Ia tau sepupunya menginginkan dirinya bangkit dan melawan. Namun Reyhan lebih takut sebuah kenyataan tentang keluarganya, kenyataan yang selalu menghantuinya dan masih ia ragukan. Reyhan mengendarai mobilnya, dengan perasaan yang masih tak menentu ia menyusul menemui kedua sahabatnya di lapangan basket.
"Gus tuh si Reyhan sudah datang."
Agus menoleh ke arah orang yang di tunjuk Ali. "Hmmmm, kayaknya hatinya lagi nggak bersahabat Al, liat deh mukanya kaya pantat gajah gitu."
"Pppffffttt,
"Aaaaahhhhhkkkkk!" Teriak Reyhan di dalam mobilnya. Reyhan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke suatu hotel. Iapun masuk kedalam hotel dan memesan sebuah kamar. Setelah ia mendapatkan kamar yang ia inginkan Reyhan pun mengambil ponsel di saku celananya, ia melihat waktu yang menunjukkan sudah jam delapan malam.Reyhan pun segera menghubungi seseorang. "Temui aku di hotel Permata, aku butuh kamu sekarang," ucapnya pada seseorang yang ia kenal. Reyhan menunggu orang yang ia panggil untuk datang menemuinya di kamar hotel sambil menikmati sebotol bir. Hinggabeberapa saat kemudian orang yang ia tunggu pun akhirnya datang juga, dan ia segera membukakan pintu. "Rey kamu lagi ada masalah?" Tanpa menjawab pertanyaan wanita tersebut Reyhan langsung menarik tangan wanita yang tengah berdiri di ambang pintu kamar hotel. CUP Reyhan
Apa sebenarnya maumu? Kenapa kamu menggangguku?" "Mauku...? ini," ucap Reyhan sambil menunjukkan pipinya kearah Keyren, "ayo, satu kecupan maka akan aku berikan kembali saputanganmu ini." Keyren membuang mukanya mendengar ucapan Reyhan. "Ya sudah. Kalo begitu aku akan menyimpannya sampai kamu memberikan apa yang aku mau, bagaimana?" ucap Reyhan sambil membalikkan badannya dan hendak melangkah pergi. "Kenapa kamu dengan mudah mengambil barang orang lain dan meminta sesuatu yang tak pantas kamu dapatkan?" ucap Keyren, "apa orang tuamu tidak pernah mengajarkanmu sopan santun dan cara menghargai orang lain?" imbuhnya membuat Reyhan kembali menghadapnya. Reyhan menatap Keyren dengan diam, ia kembali mendekati Keyren, tanpa sepatah katapun Reyhan menggapai tangan Keyren dan mengembalikan apa yang telah dia ambil. Namun Keyren bisa melihat raut muka Reyhan yang tak bisa di artikan, mar
Reyhan mengendarai mobilnya secara perlahan, ia menikmati pemandangan kota yang semakin sepi, ia menghentikan mobilnya tidak jauh dari restoran milik ibunya yang baru saja tutup, entah apa yang tengah ia pikirkan saat memandangi restoran yang sudah gelap itu.Reyhan kembali melanjukan mobilnya secara perlahan, namun matanya tertuju pada sebuah gang yang sepi, dan nampak ada beberapa orang di sana.***"Hai cantik kenapa malam-malam begini sendirian sih, kan dingin," ucap seorang preman."Mending sama kita biar bisa di angetin, hahahaha!" ucap kembali rekannya di barengi tawa."Tolong menyingkirlah dari jalan saya," ucap seorang gadis yang tak lain adalah Keyren.Saat ini dia tengah di kepung dua preman, namun tak terlihat rasa takut sedikitpun di wajahnya."Ckckck jangan galak-galak cantik, nanti abang cubit loh," ledek preman tersebut.Keyren berusaha menghindari tangan sal
Dion menatap pintu kamar yang sudah tertutup dan bergumam dalam hatinya, "Rey suatu saat kamu akan tau kebenarannya." Dion melangkah menuju kamarnya, langkahnya terhenti saat melihat istrinya berdiri di ambang pintu kamar. "Apa yang terjadi pada Reyhan?" tanya Andini. "Apa kamu pikir anak kesayanganmu itu akan mengatakan padaku apa yang terjadi padanya," jawab Dion datar. "Dion maafkan Reyhan, semua itu karena dia tidak tau kebenarannya." "Kebenaran bahwa aku bukan ayahnya," ucap Dion ketus membuat Andini terdiam mendengar ucapannya. Dion melangkah masuk ke kamarnya melewati Andini yang berdiri di pintu. "Apa lebih baik kita memberi tau Reyhan kebenarannya?" ucap Andini menghentikan langkah Dion. Dion menoleh ke arah istrinya yang tengah menutup pintu kamar."Memberi taunya agar dia lebih membenciku dan membuat kakakmu tertawa akan kemenangannya?" "Lalu apa yang harus aku lakukan agar kalian berdua bisa akur?"
Agus dan Ali menghampiri Reyhan yang tengah menuju kelas.Dari belakang Agus langsung merangkul pundak Reyhan. "Sstttt sstttt, kayaknya ada yang hampir berhasil deketin cewe baru nih," ucap Agus pada Reyhan. Reyhan hanya menyeringai mendengar ucapan Agus. Ali dari samping Reyhan mengulurkan sesuatu pada Reyhan, "Rey ambillah ini dan ajak Keyren. Anggap saja aku memberi dukungan agar kamu bisa bersamanya," ucap Ali. Reyhan mengambil dua tiket bioskop dari tangan Ali. "Film horor?" ucap Reyhan lirih sambil menatap Ali.Ali hanya mengacungkan kedua jempolnya tanpa berkata apapun. "Eh Al, kok kamu malah bantu dia, entar kalo dia berhasil menang jadi nggak afdol dong," komplain Agus. "Aku nggak ngebantu Reyhan, aku cuma ngasih tiket film adikku yang nggak jadi nonton daripada mubasir tau." "Kenapa film horor kamu kasih ke aku buat ngajak Keyren nonton bareng? kenapa bukan film yang mengandung adegan romantis atau hot," ucap Reyhan. "F
"Aku yakin Andini masih mencintainya, bisa saja dia akan kembali pada Kevin. Ingat Dion Kevin adalah pewaris tunggal keluarga Mahesa sedangkan kamu hanya seorang gelandang yang mendapat keberuntungan, jadi siapkan dirimu sebelum kehilangan segalanya," imbuhnya. Ia pergi keluar dari ruang kerja Bram meninggalkan Dion yang masih terdiam, sedangkan Dion tidak perduli dengan Bram yang sudah hilang dari ruangannya. Pikiran Dion tengah terisi penuh dengan ucapan Bram, ia tau setiap ucapan Bram banyak benarnya, Andini masih mencintai Kevin, sedangkan dia bukanlah siapa-siapa. Tapi bukan kehilangan harta dan kembali ke kehidupannya yang dulu sebelum menikahi Andini yang ia takutkan, namu ia terlalu takut kehilangan keluarga yang ia miliki sekarang. *** Keyren dan Reyhan pun akhirnya pergi menonton sesuai perbincangan mereka tadi siang di kelas, Reyhan pikir semua akan berjalan seperti yang Ali katakan, tapi kenyataannya genre horor sama
"Mungkin itu lebih baik daripada memiliki orang tua yang entah mereka menganggap keberadaanmu atau tidak," ucap Reyhan. Membuat mereka kembali terdiam. "Mobilku tidak bisa masuk ke dalam gang," ucap Reyhan menghentikan mobil. " Tidak apa-apa, kontrakanku tidak jauh dari sini. Rey terimakasih sudah mengajakku menonton." "Ya. Terimakasih juga sudah mengajakku bermain. Hati-hati ya Key," ucap Reyhan. Keyren tersenyum pada Reyhan, iapun segera turun dari mobil.Reyhan terus menatap kepergian Keyren hingga bayangannya hilang di balik gang kecil.Reyhan pun kembali menyalakan mesin mobilnya, melewati jalanan yang mulai sepi perlahan iapun akhirnya sampai di rumahnya. **** "Dion kenapa kamu diam sedari tadi, apa sedang ada masalah?" tanya Andini. "Apa kamu masih mencintainya?" "Mencintainya..., siapa yang kamu maksud?" jawab Andini bingung. Dion menatap Andini dengan tajam, dari raut wajahnya yang memerah Andini
Reyhan menyeruput kopi yang di berikan Bram, lalu ia meletakkan cangkir kopi yang masih terlihat uap panasnya di meja."Om, jadi benar jika papah Dion bukan ayah kandungku?" tanya Reyhan dengan tatapan penuh tanda tanya. Bram menghela nafasnya lalu menatap Reyhan, "Jadi kamu sudah mengetahuinya? Dion memang bukan ayah kandungmu Rey. Seperti yang aku bilang dia hanya menikah dengan ibumu karena mengincar harta kakekmu," ucap Bram. Ia melangkah ke dekat jendela dan menatap keluar, "Dion terlalu pandai untuk berpura-pura di depan papah, sampai papah mempercayakan perusahaan padanya daripada anaknya sendiri.Tapi kamu lihat sendiri sekarang, tuhan tidak pernah tidur dan kebusukan Dion perlahan terungkap. Bahkan menjelang ajal papah tuhan akhirnya membuka mata papah agar melihat siapa sebenarnya Dion, itulah alasannya kakekmu akhirnya memberikan kepercayaannya kembali padaku," jelas Bram. "Aku tidak boleh membiarkan dia menikmati harta