Share

SIKAP CUEK REYHAN

"Sorry Kat, kamu kan tau seleraku, so... Kamu juga pasti tau jawaban dari aku kan?" ucap Reyhan.

"Ciihhh, ya aku tau. Kamu mana mau kalo bukan perawan. Dasar burung kebanyakan gaya," ucap Katty ketus. Ia kemudian melirik ke arah Agus.

"Sorry Kat, aku harus pulang sebelum pagi, besok harus nganter mamah ke salon," jawab Agus.

"Dasar anak mamih, gayanya main cewe tapi ketiak maknya masih di ciumin," ejek katty. "Al kamu aja yuk, sekalian ntar aku ajarin gimana caranya main yang hemat baterai."

"Mereka aja nolak apalagi aku Kat. Sayang lah anuku yang masih bujang."

"Allaaah kalian. Ya sudahlah, aku mau cari orderan saja daripada ngajak temen cemen kaya kalian. Dahhh." Katty meninggalkan mereka dan berlalu dalam gemerlap lampu disco.

"Hah dasar janda gatel. Semalam nggak dapat orderan aja kaya ikan di daratan," celetuk Agus, sedangkan Reyhan dan Ali hanya tersenyum mendengar ucapan Agus.

Katty memang seorang wanita pemuas nafsu pria hidung belang. Namun dalam persahabatan mereka, dia adalah teman wanita yang sangat baik.

Malam semakin larut, mereka bertiga memutuskan untuk pulang karena besok masih harus pergi ke kampus.

Reyhan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang melewati sunyinya malam.

Klekk!

Pintu rumah terbuka, Reyhan menatap ke sekeliling rumah yang sepi dan ia pun menyunggingkan senyumnya. "Andai saja  setiap aku pulang, aku bisa melihat ruangan yang hangat, Mungkin semua tidak akan terasa sesuram ini," gumamnya dalam hati.

Ia menaiki tangga menuju kamarnya. Melemparkan jaketnya ke sembarang arah dan ia pun melemparkan tubuhnya di atas kasur. Reyhan mengambil ponselnya dan mengaktifkannya kembali. Beberapa panggilan tak terjawab dari Freya dan sebuah pesan.

{Datanglah ke bandara besok pagi sebelum jam keberangkatanku, aku hanya ingin melihat senyummu sebelum aku benar-benar pergi dari negara ini. Hanya itu permintaanku padamu.}

Reyhan mematikan layar ponselnya lalu menatap langit-langit kamarnya. 'pergilah sesuka hatimu, aku tidak akan melarangmu Frey,' batinnya

Reyhan melempar ponselnya setelah membaca pesan dari Freya. Gadis kampus yang selalu setia bersamanya dan dapat menerima segala kekurangannya. Namun meski Reyhan merasa nyaman hatinya tetap tak ada tempat untuk gadis cantik itu, ia sedikitpun tidak bisa membuka hatinya untuk Freya, ia selalu menolak perasaan Freya dan hanya menjadikan gadis cantik tersebut sebagai pemuas hasratnya, namun justru Freya menganggap lebih apa yang Reyhan lakukan padanya.

"Huh. Untuk apa aku peduli padanya, dia bilang akan selalu mencintaiku tapi sekarang pergi hanya untuk mimpi bodohnya itu. Cinta...? Cihh, aku benar-benar tidak mempercayainya," gumam Reyhan sambil menatap langit-langit kamarnya, dan perlahan iapun terlelap dalam tidurnya.

****

Sinar matahari memasuki kamar lewat celah-celah jendela kamar, Reyhan perlahan membuka matanya, ia duduk di tepi ranjang dan menggapai ponsel yang ia lemparkan ke tepi ranjang semalam. Sepuluh panggilan tak terjawab dan satu pesan dari Freya. Reyhan membuka pesan yang dikirimkan oleh Freya.

{Mungkin benar kata orang jika kamu hanya mempermainkan aku. Aku tau kamu hanya menjadikanku alat untuk memenuhi keinginan hasratmu tanpa melihat ketulusanku. Ini bukan salahmu tapi ini hanya kebodohanku yang berharap lebih padamu. Aku yakin suatu saat kamu akan merindukan ketulusan hatiku Rey.}

Reyhan hanya menghela nafasnya dan menaruh kembali ponselnya di atas meja."Kenapa dia begitu keras kepala?" gumamnya sambil melangkah ke kamar mandi.

Reyhan sudah bersiap untuk berangkat ke kampusnya. Ia keluar dari kamarnya dan melangkah hendak menuruni anak tangga.

"Shiiitttt! benar-benar membosankan," gumamnya saat mendengar kegaduhan dari kamar orang tuanya. Ia kembali menghentikan langkahnya saat mendengar namanya disebut dalam kegaduhan antara kedua orang tuanya dari dalam kamar. Ia mencoba mendekati pintu kamar dan berusaha sedikit menguping. Terdengar suara sang ayah dan ibu yang tengah berdebat. Reyhan mencoba untuk tetap mendengarkan pertengkaran yang ia benci.

"Dengarkan aku Andini. Jika kamu tidak mau menerima rencanaku maka aku tidak akan memperdulikanmu lagi. Selama ini aku melakukan yang terbaik untukmu dan demi keluargamu. Sudah tidak ada cara lain lagi Andini."

"Aku akan mengatakan kebenaran ini pada Reyhan jika kamu tetap ngotot dengan keputusanmu itu, biar dia mengetahui semuanya."

"Jika kamu berani maka lakukanlah. Tapi ingat, jangan pernah kamu sesali apa yang kamu lakukan jika saat itu juga hidupmu hancur, Reyhan akan tau aib busukmu itu dan ia pasti akan membencimu. Ingat Andini jangan pernah menyalahkan aku atas kecerobohanmu."

Klekk!

Pintu terbuka. Dion tercengang melihat Reyhan yang ada di depan pintu kamarnya. Reyhan menatap ayah tirinya yang kasar dan jarang bersama keluarga dengan penuh kebencian, ia pun menoleh kearah ibunya yang tengah menangis, Reyhan hanya menghela nafasnya dan kembali menatap ayah tirinya, ia tersenyum sinis lalu kembali melangkah menuruni anak tangga.

"Rey!" Panggil ayahnya.

Reyhan menahan langkahnya tanpa menoleh ke arah orang yang telah memanggilnya.

"Pulang kuliah nanti langsung ke rumah om Bram. Pastikan kamu sudah ada disana jam lima sore ini," ucap Dion.

Reyhan melangkahkan kakinya kembali tanpa memberikan jawaban apapun pada ayahnya. Dion pun hanya menatap penuh rasa kesal pada anak yang telah ia besarkan selama ini.

Reyhan langsung menuju garasi mobil dan hendak membuka pintu mobilnya, tiba-tiba ia mendengar suara memanggilnya, "Den Reyhan tunggu...," panggil seorang wanita paruh baya sambil menghampirinya, "den Reyhan nggak sarapan dulu?"

"Nggak mbok, aku udah sarapan tadi sampai mau muntah ini rasanya," jawab Reyhan.

"Jangan begitu toh den, nanti kalo den Reyhan sakit si mbok bakal jadi sedih. Ini mbok sudah siapkan bekal nasi goreng kesukaan den Reyhan, di makan biar nggak sakit ya," ucap mbok Darmi dengan gaya bicaranya yang medok.

Reyhan menatap wanita yang sudah dua puluh tahun lebih mengasuhnya, bahkan kasih sayangnya melebihi ibu kandungnya. Reyhan menerima sebuah box makanan yang diberikan mbok Darmi dan langsung memeluknya

"Makasih ya mbok, berjanjilah mbok Darmi akan tetap di sini agar Reyhan tidak merasa sendiri," ucap Reyhan sambil memeluk pengasuhnya yang sudah terlihat makin keriput.

"Njih, njih, den. Yang penting den Reyhan jangan sampai sakit, mbok sudah nggak kuat gendong lagi karena sudah tua, jadi den Reyhan harus jaga kesehatan buat si mbok ini," ucapnya sambil tersenyum.

Begitupun Reyhan yang ikut tersenyum dan masuk kedalam mobilnya.

Mbok Darmi menatap Reyhan pergi, setelah yakin Reyhan telah menghilang di balik pagar besi, ia pun membalikkan badannya untuk kembali masuk kedalam mobil. Sementara mbok Darmi terus menatap kepergian Reyhan hingga hilang di balik pagar besi.

****

"Rey tunggu ...!"

Rayhan menoleh kearah suara yang tak lain adalah Agus dan Ali yang tengah berjalan menghampirinya.

"Rey kamu beneran nggak nemuin Freya?" tanya Ali yang kini sudah berdiri didepan Reyhan.

Reyhan hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Ali.

"Gila kamu Rey, padahal Freya tulus suka sama kamu," Agus menimpali.

"Udahlah, itu keputusan dia yang mau ninggalin aku demi mimpinya, itu berarti mimpinya lebih penting darinya aku kan. Jadi kalo kalian mau ngomong dia tulus ...," ucap Reyhan menyeringai, "sorry guys aku anggap itu cuma bulshit."

"Tapi Rey, coba kamu  baca ini," ucap Agus sambil menyodorkan ponselnya. Reyhan mengambil ponsel Agus dan melihat sebuah pesan dari Freya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status