Share

Bab 6

last update Last Updated: 2021-08-03 14:02:04

Satu kuliah telah terlewati, tinggal satu kuliah lagi dan setelahnya hari ini selesai. Lian dan Zia keluar kelas untuk makan siang terlebih dahulu lalu setelahnya kami masuk kelas lagi untuk kuliah. 

Saat kami melewati lapangan, Lian tak sengaja melihat Mahesa yang berjalan bersama dengan teman-temannya mengarah pergi ke tempat yang sama yaitu kantin. Lian berusaha untuk diam meskipun Lian tau kalau Mahesa yang sedang berjalan di sana juga tak sengaja melihat ke arahnya. 

Begitu sampai di kantin, suasana ramai sangat terasa di sana. Memang jam sekarang adalah jam istirahat, makanya banyak yang makan di jam-jam segini. Begitu juga dengan meja yang ada di kantin itu, semuanya sudah terlihat terisi. 

"Wah ramai sekali ya, kita bisa nggak ya makan di sini? Penuh, kayaknya nggak akan bisa deh. Kecewa," ujar Zia yang melihat betapa banyaknya orang yang berada di sana. 

"Kalau gitu kita beli roti saja lalu makan di taman, gimana?" Zia kembali memberi usul pada Lian. 

"Boleh juga. Aku ikut usul kamu. Kalau begitu kamu saja yang membeli, aku akan tunggu di sana. Daripada ribet dua-duanya ke sana, mending salah satu aja yang beli. Aku titip kamu ya." Lian menunjuk pohon tak jauh dari mereka dan Zia pun menurut.

Belum Lian berbalik menuju pohon yang Lian maksud, sebuah tangan dengan tiba-tibanya menyentuh tanganku.

"Kalian ikut aku saja." Mahesa memberikan penawaran pada kami berdua dengan matanya yang melihat ke arah Lian. Mulutnya bicara namun matanya tak beralih kemana pun. Mahesa hanya melihat satu titik dimana Lian berada saat ini.

Lian langsung melepas tangannya. Tak akan lagi Lian menerima belas kasihan orang lain. Apalagi sama dia yang sudah menganggapnya tak ada. Itu sudah terbukti saat kami makan bersama kemarin malam. Lian tidak mau berhubungan lagi sama dia kecuali kalau terpaksa. Mau tidak mau Lian mengalah. 

"Maaf, kami tidak mau makan di kantin. Kami mau makan di tempat lain."

Lian pun melangkah ingin berbalik tapi lagi-lagi Mahesa mencegahnya dan itu membuat Lian tak habis pikir sama laki-laki itu, sudah sering dibilangin juga kalau mereka tak lagi ada apa-apa tapi Mahesa tetap tidak mau tau. Lian harus berbuat apa biar Mahesa mengerti? Rasanya memikirkan hal itu membuat kepalanya ingin pecah saja. 

"Kamu keras kepala," geram Mahesa

"Terserah. Aku keras kepala atau nggak, itu bukan urusan kamu. Kamu nggak usah banyak omong. Minggir kamu dari hadapan aku. Aku mau pergi. Kamu itu halangin jalan aku tau."

Mahesa mendecak dan terlihat tak percaya sama perkataan Lian. Tidak pernah seorang Lian bisa berbeda seperti ini. Dulu apa yang dia katakan selalu menurut. Tapi kenapa sekarang malah dia jadi wanita yang keras kepala. Tidak mau patuh sama perkataannya. 

"Baru beberapa hari tapi kamu sudah berubah."

"Benar. Aku berubah karna seseorang. Seseorang yang tadinya aku cinta, sekarang malah menjadi membencinya. Aku berubah karna keadaan. Jadi jangan salahkan aku karna bersikap seperti ini."

"Kalian itu bicara apa sih? Aku nggak ngerti," Zia mengaruk kepalanya melihat Mahesa dan Lian saling berpandangan tapi dengan tatapan dingin. Berbeda halnya sebelum ini, mereka terlihat mesra sampai-sampai membuat iri saja yang melihatnya. Tapi sekarang kenapa bisa berubah begini. Lian tidak bilang apa-apa sama Zia sampai detik ini. Jangan-jangan ada yang terjadi di antara mereka. 

"Aku begini karna keadaan. Percaya Lian aku ini masih cinta sama kamu. Sejujurnya hati aku itu cuma ada kamu seorang. Masa kamu nggak percaya?"

"Halah. Aku nggak akan percaya sama omongan laki-laki munafik kayak kamu. Kamu itu pandai berdusta dan juga pandai berakting. Sudah cukup bagiku. Ayo Zia kita makan di luar kampus saja. Aku sudah tidak berselera makan di sini."

Lian mengajak Zia pergi meninggalkan Mahesa yang berdiri melihat kepergian Lian dan Zia yang makin lama makin menjauh pergi. 

Melihat hal itu Mahesa hanya bisa mengatakan dalam hati betapa sedihnya melihat hubungannya dengan Lian menjadi hancur berantakan seperti ini. 

"Lian aku ingin menjadi orang lain Lian. Aku ingin. Tapi apalah daya, aku tidak bisa menjadi orang lain untuk mencintai kamu seutuhnya. Hanya kata maaf yang bisa aku katakan dari hati yang paling dalam," ucap Mahesa dengan miris. 

Setelah meninggalkan Mahesa, mereka berjalan melewati gedung demi gedung yang ada di sana sampai mereka berada di depan gedung rektor. 

"Eh kita makan di samping kampus aja deh yuk. Katanya di sana makanannya juga nggak kalah enak." Ajak Zia saat kami berjalan. 

"Boleh deh. Yang penting aku nggak ketemu dia lagi."

"Lian sebenarnya apa sih yang terjadi antara kamu sama dia? Kamu nggak cerita apa-apa sama aku sampai detik ini. Aku dibikin binggung sama tingkah laku kalian. Jujur ini tuh kayak sebuah teka teki tau."

"Ceritanya cukup panjang dan kayaknya aku malas ceritain sama kamu."

"Loh kok gitu. Aku nggak mau diam aja lihat kamu ada apa-apa begini. Aku mau tau cerita yang sebenarnya. Kamu percaya kan sama aku?"

"Hm ... kita masuk dulu aja deh. Nanti aku ceritain sama kamu."

"Oke. Kamu harus cerita semuanya. Jangan ada yang di tutup-tutupin. Aku nggak mau ya kamu bohong sama aku. Kamu ngerti kan maksud aku Lian?"

Lian mengangguk kemudian sebagai jawaban atas pertanyaan Zia barusan. Kode itu sudah cukup membuat Zia diam makanya Lian tidak perlu usaha keras untuk memberhentikan pertanyaan Zia yang membuatnya malas untuk mengucap banyak kata.

Kami masuk ke dalam sebuah cafe yang bisa terbilang nyaman untuk para pelanggan yang akan datang berkunjung ke cafe ini lalu kami menempati salah satu tempat duduk yang bisa terbilang unik dan setelahnya kami memesan makanan dari menu yang tersedia di sana. 

Saat kami memilih makanan, salah satu pelayan mendatangi meja kami.

"Eh tunggu! Kamu itu Fita bukan. Pacarnya Boss Arnold?" tunjuk pelayan laki-laki itu pada Lian yang sedang memilih makanan. Lian yang merasa di tunjuk langsung mendongakkan kepala melihatnya. 

Fita? Arnold? Siapa mereka?

"Arnold siapa ya? Aku nggak tau," Jawab Lian dengan wajah binggung sembari mengaruk kepalanya.

Jujur, Lian memang tidak tau apa-apa, siapa yang di maksud pelayan ini. 

"Fita itu pacar boss Arnold, pemilik cafe ini. Wajahnya persis kayak kamu. Eh tunggu dulu, kalau dilihat-lihat bedanya kalau Fita dia punya tahi lalat di pipi sementara kamu nggak punya tahi lalat. Kamu bersih. Tapi aku rasa wajahnya sama."

Lian dan Zia yang sedang duduk di sana saling memandang satu sama lainnya. Kami saling bertatapan dengan raut muka binggung.

"Dia udah lama nggak ke sini. Dengar-dengar gosipnya sih. Si Fita itu ninggalin boss kami entah karna apa. Tapi itu aku rasa cuma gosip. Nggak tau yang sebenarnya. Aku juga nggak yakin sih."

"Hm mungkin aja Fita itu tipe wanita bosenan, nggak bisa bertahan sama satu laki-laki aja. Bisa jadi kan dia udah nggak sayang lagi sama boss kamu itu. Jadi pacarannya nggak lama sama boss kamu itu."

Ah tidak mungkin. Masa ya aku punya saudara kembar? Nggak mungkin ah, saudara kembarku itu cuma Raisa. Adikku seorang. 

"Sudahlah tidak usah di pikirkan. Aku cuma heran saja sama wajah kamu kok bisa sama persis ya. Sekarang mau pesan apa?"

"Aku pesan yang biasa orang suka pesan di sini aja," ujar Lian tanpa ingin berlama-lama.

"Oh kalau gitu makanan favorit di sini sphagety bolognase. Jadi kalian pesan itu ya. Oke segera di antar."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Yang Salah   Bab 109

    Pernikahan yang telah di tunggu-tunggu itu pun akhirnya terjadi dan terlaksana. Setelah sekian lama kami merajut suatu hubungan, kami memutuskan untuk melanjutkan kepada hubungan serius apalagi kalau bukan menikah.Tentu saja semua yang terjadi membuatku bahagia. Tidak ada rasa sedih sama sekali. Aku bahagia. Ku pikir yang tadinya aku merasa ragu dengan kenyataan. Nyatanya tidak begitu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam hati. Haruskah aku menikah dengan Alex. Apakah bisa aku menjalaninya bersama dia? Apakah hubungan kami akan baik-baik saja nantinya? Apakah kami akan bersama tanpa ada permasalahan yang timbul. Semua pertanyaan itu selalu saja ada selama waktu menunggu pernikahan itu terjadi.Tapi segera aku tepis ketika Alex dengan lantangnya mengucapkan janjinya pada penghulu. Memberikanku keyakinan kalau dia memang yang terbaik untukku.Dengan sorot mata tegas dia berikrar akan menjalani pernikahan bersamaku. Detik itu juga ada rasa lega da

  • Cinta Yang Salah   Bab 108

    Setelah taksi itu berhenti tepat di depan rumah Mahesa. Raisa dengan semangat turun dari taksi lalu melangkah masuk ke dalam rumah Mahesa. Pintu gerbang tak di kunci jadi dia langsung masuk dan mengentuk pintu depannya. Raisa menunggu dengan sabar sampai sepuluh menit kemudian Mahesa membuka pintu dengan penampilan yang sudah terlihat rapi. Pakaian yang biasa di pakai tidak seperti ini. Sekarang dia sudah menggunakan jaket yang menutupi tubuh atletisnya."Kak aku datang untuk menemuimu dan juga aku ingin kita pergi bersama. Aku sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Kita akan berpiknik dan mengunjungi satu tempat. Gimana? Kak Mahesa nggak sibuk kan? Ayolah kita pergi, lihat di luar sana. Hari ini terlihat begitu cerah jadi kita jangan membuang-buang waktu tanpa berpergian.""Hm ... aku tidak bisa. Aku harus melakukan sesuatu hari ini dan ... masuklah dulu, kita sebaiknya bicara di dalam. Aku akan memberitahu sesuatu untukmu."Raisa menelan salivanya karna uca

  • Cinta Yang Salah   Bab 107

    Raisa menatap penampilannya yang sudah rapi itu pada sebuah kaca yang di letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Dia mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari kamarnya.Sebelumnya dia merasa frustasi dengan gaun apa yang dirasa cocok untuk dia gunakan. Dia sudah berkali-kali memakai gaun yang dinilainya sempurna untuk bertemu seseorang tapi setelah dipakai kenyataannya tak terlihat cocok untuk dia pakai. Raisa menggerutu karna rasanya tak ada gaun yang menarik minatnya. Tapi saat melihat salah satu gaun tersisa yang belum dia coba, Raisa mencobanya dan sangat pas untuk tubuhnya. Akhirnya pilihan terakhir adalah gaun yang dia pakai ini. Bermotif bunga kecil berwarna kuning cerah.Merasa sudah baik semua, Raisa mengambil tas slempangnya dan keluar dari kamar. Langkahnya menuju ke dapur dimana dia sudah mempersiapkan sesuatu untuk Mahesa. Sesuatu yang akan membuatnya melupakan perasaannya pada Lian.Setelah Raisa tahu kalau Alex t

  • Cinta Yang Salah   Bab 106

    Lian membuka mata dan langsung menatap langit-langit kamar yang tak pernah berubah sedikit pun. Rasa pusing menyerang kepalanya. Namun dia abaikan. Semua itu penyebabnya adalah rasa lelah yang dia derita dan airmata yang ia tumpahkan sejak semalam. Pertemuannya dengan Mahesa menyisakan sebuah pertanyaan dan duka yang masih ada, dia tidak bisa menjawabnya tapi rasanya ia yakin kalau memang itu yang terbaik untuk mereka berdua.Tatapan terakhir dari sorot matanya itu mengisyaratkan betapa dia sangat mencintainya. Sungguh, hatiku berkata demikian. Tak mungkin kalau hanya sekedarnya saja dan bodohnya lagi, sentuhan yang diberi olehnya juga tak bisa membuat tubuhku menolak sedikit pun. Sangat memalukan. Jelas-jelas aku menerimanya dan tak berdusta ketika aku juga menginginkan hal yang sama.Tapi lagi-lagi aku berpikir, aku tak mau jatuh ke titik yang sama seperti dulu meskipun dengan satu alasan yang sama, Mahesa mencintaiku, aku tidak berbalik arah.Aku

  • Cinta Yang Salah   Bab 105

    Malam itu Raisa ingin memberi kejutan pada Mahesa. Dia sudah membuat sebuah coklat spesial untuknya. Mahesa pasti suka dengan coklat buatannya. Dulu dia bilang rasa coklat yang Raisa buat tergolong unik dan enak. Mahesa menyukainya dan sekarang Raisa akan memberinya lagi untuknya dengan tujuan supaya dia bisa lebih dekat dengan laki-laki itu.Raisa tak sabar ingin mengetahui bagaimana reaksinya saat Raisa membawakan coklat ini untuknya. Raisa tersenyum begitu mengingat wajah Mahesa yang tampak terkejut mengetahui Raisa yang begitu perhatian.Taksi pun berhenti di depan rumah Mahesa dan tanpa ragu kakinya melangkah mendekati rumah Mahesa membuka pintu gerbang yang tidak terkunci lalu mengetuk pelan pintu depan rumahnya.Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka dengan penampilan Mahesa yang sedikit berantakan. Raisa mengernyit memandang laki-laki itu yang tidak rapi seperti biasanya. Namun berbeda dengan Mahesa. Dia malah tampak terkejut mendapati Raisa berdiri di

  • Cinta Yang Salah   Bab 104

    Merasa istirahatku sudah cukup, aku pun membuka mata dan merenggangkan tanganku. Setelah tidur panjang dan meminum obat yang di beri Lian, pusingku sudah menghilang. Aku melihat ke sekeliling dan sempat merasa tak sadar aku dimana. Kini aku mendapati aku berada di dalam kosong dan tak berpenghuni.Aku beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukaku lalu keluar untuk mengganti pakaianku yang terasa lembab dan sudah berbau keringat. Pendingin ruangan yang menyala tidak membuat suhu tubuhku menjadi dingin malah membuatku berkeringat. Mungkin efek dari aku meminum obat itu yang membuat aku merasakan sedikit lebih berkeringat.Kakiku melangkah keluar dan mencari dimana keberadaan Lian. Dia berjanji menungguku dan ku pastikan dia masih berada di rumah ini.Ternyata Lian sedang memasak sesuatu di dapur. Baunya harum dan sepertinya dia lumayan jago memasak. Mahesa berdeham dan Lian pun menoleh untuk melihat. Mahesa berdiri di depan pintu su

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status