Share

Nana berubah

Kesal, itulah yang dirasakan dua wanita dalam satu ruangan itu, mungkin? Mungkin yang satu masih marah dengan masalah kemarin, karena insiden intan yang meninggalkan Nana di kantor, benar-benar membuat mood Nana memburuk, ditambah lagi sesi perkenalan yang berujung memalukan kemarin, astaga!! Ingin rasanya Nana mengurungkan diri dikamar agar tak bertemu lagi dengan tetangga barunya itu.

Pertemuan pertama yang seharusnya terlihat baik tapi kenapa malah berubah sangat memalukan? Saat pertama kali pria itu memanggilnya ia sudah dengan percaya diri untuk beramah-tamah, tapi siapa sangka ... Memalukan!

Flashback....

Nana berpamitan dengan ibu Nurmala untuk kembali kerumahnya, karena baru saja kembali dari kantor ia merasa tubuhnya sakit sekali, sepertinya dirinya butuh istirahat yang cukup untuk menghadapi hari esok.

Baru juga berjalan beberapa langkah, suara seseorang memanggil dirinya membuat ia berhenti lalu berbalik dengan senyum terbaik.

“Permisi, Nona.” Nana berbalik dengan baik, dan ia tersenyum manis untuk menyapa tetangganya itu.

“Iya, tuan. Ada apa?”

“Aku hanya mau bilang, apa kau sedang terluka?” Nana menatap bingung dengan pertanyaan aneh pria itu.

“Tidak! Kenapa memangnya?”

“Ohh, saya pikir kamu terluka, karena ... Ada darah di belakang celana mu,”

Nana yang awalnya masih mempertahankan senyum manis langsung menganga lebar. Dirinya langsung mencoba melihat celana yang berwarna putih itu ... Sial!!!  Ternyata dia sedang datang bulan!

Nana kembali mendongak melihat pria yang belum diketahui namanya itu. Dapat Nana lihat ada wajah yang sedang menahan tawa disana, sepertinya pria ini sengaja mempermalukannya. Nana menoleh ke kiri dan ke kanan, untung hanya ada ibu Mala bersama pria itu saja, kalau tidak ia akan semakin malu, itu pasti!

Ibu Nurmala yang tahu situasi langsung memberikan kain yang cukup menutup hal memalukan itu. Setelah itu Nana secepat kilat kabur dari situasi memalukannya, dari jauh sayup-sayup ia bisa mendengar suara tawa pria aneh Tandi.

Gila!! Nana benar-benar dibuat malu, ingin rasanya ia membentur kepala karena saking malunya. Bagaimana ia bisa lupa? Bahwa tanda-tanda tamu bulanan itu sudah dari tadi pagi ia rasakan, tapi ia malah tidak engah.

Flashback off....

Untuk menutup mata saja rasanya sanggup sulit dilakukannya, kenapa bayangan tadi sore selalu menghantuinya, dia sungguh tidak bisa melupakannya. Nana mencebik kesal, kenapa ia harus lebay begini? Toh ia juga tidak perlu bertemu dengan dia lagi, dia Cuma tetangga! Itu benar, ia harus lebih rileks.

Kembali ia mencoba memejamkan matanya, dan akhirnya ia berhasil untuk memejamkan mata sampai tertidur pulas. Mungkin dirinya juga lelah sudah bekerja seharian ditambah sekarang malah bergadang membuat ia tertidur begitu nyenyak.

......

Nana tertegun ditempat saat ia menyadari sesuatu, matanya melotot saat melihat seseorang didepannya. Takdir macam apa ini? Bagaimana di pagi yang indah ini ia harus kembali bertemu dengan pria kemarin yang membuat ia malu setengah mati.

“Eh, kamu?” Nana menjadi canggung dalam situasi seperti ini.

Sedangkan sang pria malah berlagak cuek sambil berlalu pergi, sepertinya dia sedang berolahraga pagi.

'lah? Kok berubah?'

Nana menjadi bingung melihat sikap ... Entahlah, sampai sekarang ia belum tahu nama tetangganya itu. Ia juga tidak perlu repot-repot mencari tahu kan? Tak ada untungnya juga, apalagi sepertinya ia sedikit dendam dengan pria itu, naik lain waktu mungkin ia bisa membalasnya.

“Kamu kenapa, Na? Taksi kita sudah datang?” tanya intan yang baru saja keluar dengan penampilan rapinya khas seorang pekerja kantoran.

“Belum,”

Intan hanya ber-oh ria sembari memilih duduk menunggu taksi yang sudah dipesan. Tak berapa lama akhirnya taksi yang mereka pesan datang juga, mereka berdua langsung berangkat bekerja. Didalam mobil mereka masih saling diam, sepertinya perang dingin masih berlanjut.

“Kenapa kau semarah itu padaku? Aku pulang duluan Itu karena memang ada sedikit urusan. Dan saat aku sampai rumah langsung ditarik ibu RT untuk berkenalan dengan tetangga, seharusnya kau mendengar penjelasan ku dulu.”

Nana hanya diam saja, lagi pula dia tidak semarah itu dengan temannya, hanya saja ia masih memikirkan kejadian kemarin.  Tapi pagi tadi dirinya malah kembali bertemu, Bukankah seharusnya ia yang harus melengos pergi karena kejadian kemarin, tapi kenapa malah pria itu yang berlagak sok? Ahh! Kenapa dirinya harus memikirkan ini?

“Kamu masih diam padaku? Aiss ... Padahal aku ingin curhat padamu,” ucap intan seperti merengek. Dia paling tidak bisa didiamkan seseorang, apalagi dilakukan oleh Nana dia merasa tak tenang semalaman.

“Siapa yang marah padamu? Aku hanya masih kesal!”

“Sama saja!” cibir Intan.

“Katakan, siapa nama pria yang tinggal di sebelah?”

 Intan mengenyit bingung, “Katanya gak peduli,” Nana hanya menyengir malu. “Namanya ... Reja Adrian nu.., aku lupa nama belakangnya!” ucap intan dengan tampang menyesal, padahal kemarin ia sudah beberapa kali mendengar nama pria itu bahkan secara langsung mereka saling berkenalan.

“Aku hanya bertanya nama panggilan saja, tidak perlu juga dijelaskan.”

“Kenapa kau begitu ingin tahu? Apa sudah ada rasa,” goda intan yang langsung dihadiahi sebuah pukulan maut Nana.

“Sembarangan!”

Asyik berdebat mereka tidak menyadari mobil sudah sampai. Akhirnya sang sopir menegur mereka, “nona, kita sudah sampai.”

Mereka menoleh kiri dan kanan, ternyata benar, mereka sudah sampai di tempat kerja. Nana lebih dulu melangkah keluar dari taksi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sebentar lagi jam kerja akan dimulai, dengan sedikit berlari Nana menuju lift untuk menuju lantai atas.

Nana bekerja di bagian staff keuangan, tentu saja dirinya harus disiplin dalam bekerja jika tak ingin dipecat. Pekerjaan ini sungguh membuatnya lelah, melihat angka sepanjang hari membuat ia sangat bosan. Tapi ia juga tidak bisa meningkatkan pekerjaan ini karena tanpa bekerja dengan apa ia hidup?

Langkah yang terburu-buru membuat Nana menabrak seorang pria, awalnya ingin mengumpat kesal tapi saat menyadari siapa yang ada di hadapannya membuat ia berpikir, mungkin ini hari tersial nya!

“Pak bos? Maaf,” cicit Nana malu.

“Apa kau tidak bisa berjalan dengan baik? Pagi-pagi sudah ingin mencelakai orang lain!” Nana tahu pasti akhirnya seperti ini. Ternyata bos galak juga? Maklum selama ini ia tidak pernah berinteraksi langsung.

“Sekali lagi saya mohon maaf, pak. Ini kesalahan saya,” 

“Memang kesalahan kamu!” Nana terlonjak kaget mendengar bentakan keras itu, bahkan untuk menatap bosnya saja tak berani. 

Setelah itu sang bos langsung melengos pergi menuju pintu lift. Nana akhirnya tersadar kalau ia tertinggal untuk mendaki lift, akhirnya ia hanya bisa menunggu lagi.

“Kamu kenapa Na? Kok pucat?” intan yang baru berhasil menyusul Nana terkejut melihat keadaan temannya.

“Baru saja kena marah si bos, aku gak sengaja nabraknya.” 

Intan mengernyit bingung, “Bukankah bos ada lift khusus?” baginya ini sangat aneh, karena biasanya sang bos tidak pernah lewat lift karena, tapi sekarang kenapa bisa?

“Aku tidak tahu dan tak mau tahu juga! Pagi ku benar-benar hancur, sial!” umpat Nana kesal.

‘Dihh, seram Nana sekarang ya? Gak biasanya nih orang berbicara kasar. Ada apa gerangan?' Intan membatin, takjub dengan perubahan Nana yang sekarang.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status