Pagi-pagi sekali Nana sudah siap dengan pakaian kerjanya. Sepertinya dia memang pantas dibilang cantik jika berpenampilan rapi meskipun memakai pakaian kantor, tapi karisma yang dipancarkan sangat menarik perhatian kaum Adam. Meskipun bajunya tidak terlalu sempit, tidak juga terlalu longgar, tapi ia semakin terlihat seksi dengan penampilannya.
“Sepertinya kau lebih pantas menjadi model,” ucap intan tiba-tiba.
“Terima kasih pujiannya pagi ini, nona.” Nana tersenyum mendengar pujian itu.
Intan mengerutkan keningnya, sepertinya ada yang berbeda dari wanita di depannya ini.“Sepertinya pagi ini lebih baik, karena sudah diawali dengan senyum manis seorang Nana.” Goda intan yang membuat Nana tersipu malu.
“Bukankah kamu yang bilang tadi malam? Mari kita mulai kehidupan ini dengan yang baru,” ucap Nana tersenyum lembut.
“Kau benar!”
Setelah itu mobil yang mereka pesan akhirnya datang, keduanya masuk dengan cepat agar tidak terlambat datang bekerja. Perjalanan ke kantor cukup jauh bisa memakan waktu lima belas menit, karena itu mereka selalu pergi lebih pagi berangkat.
Meskipun atasannya tidak begitu galak, tapi mereka harus tetap disiplin bukan? Itulah kenapa mereka berdua sangat betah bekerja disana, selain itu ia teman-teman disana juga baik, tidak ada alasan untuk mereka tidak menyukainya.“Aku dengar rumah sebelah kita akan ada penghuni baru,” ucap intan tiba-tiba. Ia mendengar informasi itu dari ibu-ibu yang sedang bergosip tadi pagi didepan rumah mereka.
“Benarkah? Bukannya rumah itu tidak disewakan?”
“Iya. Katanya yang nempetin anaknya pemilik rumah. Dia juga dari Jakarta.”
Sepertinya Nana tidak tertarik lagi dengan pembahasan awal. Lagi pula dia juga tidak perlu memikirkan tetangga barunya, jadi untuk apa dibahas?Intan yang merasa diacuhkan Nana, ia hanya bisa mendengus kesal. “Katanya mau berubah, tetap aja bersikap dingin.”
Nana tersenyum mengejek, “kenapa kau terlihat begitu bersemangat? Tidak ada sangkut-pautnya dengan kita bukan?” Intan benar-benar jadi malu.
Dengan kesal gadis itu langsung memukuli pundak sang temannya. “Mana tahu dia pria tampan. Aku dengar saat ibu-ibu bergosip, mereka bilang dia seorang pria, dan dia juga seorang dokter. Calon suami idaman banget bukan?”
“Itu jika dia mau sama kamu, Tan! Kalau gak, tinggal khayalan kamu aja,”
Pada akhirnya intan hanya bisa cemberut, sedangkan Nana malah merasa bahagia setelah mengejek sahabatnya itu.“Gak apa-apa, kalau aku kalah bersaing untuk mendapatkannya, tapi masih ada satu lagi cadangan ...,”
Nana menatap bingung, “cadangan apa? Dan siapa?”
“Tentu saja janda cantik disebelah ku ini,” ucap intan tanpa dosa langsung tertawa terbahak-bahak.
Nana hanya mendelik tak suka. Tapi tidak tahu dengan hati janda muda itu, sepertinya ia juga ikut mengamini ucap gila temannya........
Matahari terlihat sangat terik meskipun hari sudah hampir senja. Nana dengan santai berjalan kaki di atas trotoar jalan. Hari ini ia kembali sendiri tanpa sang sahabat, gadis itu pergi duluan, katanya ada sedikit urusan diluar. Sekarang tujuan yang ingin dituju Nana adalah taman yang dekat dari kantornya, ia ingin menghabiskan waktu dengan bersantai di sana, terlalu membosankan untuk selalu mengurungkan diri didalam rumah.
Setelah aku memutuskan untuk mencoba ikhlas, hatiku mulai merasa nyaman dan Dedi lega. Aku berharap dengan begini kau juga bahagia disana, karena itu juga permintaan terakhir mu yang sampai sekarang belum aku jalani.
Setelah kecelakaan terjadi Nana jatuh koma selama dua Minggu, setelah sadar ia langsung mencari keberadaan suaminya. Tapi siapa sangka, ternyata kabar buruk yang harus ia dengar dari mulut Bundanya. Setelah itu ia kembali drop dan kesehatannya terganggu, selama dua bulan ia mengurung diri dalam kamar, bahkan setiap makanan yang dibawa keluarganya selalu ia tolak, membuat ia harus dibantu infus untuk menyalurkan makanan dalam tubuhnya.
Kenangan itu sangat pahit untuk dikenang karena itu setelah pulih total ia langsung meninggalkan kota Jakarta, lebih tepatnya rumah. Dan disinilah ia berakhir, di kota Semarang.
Hampir satu jam wanita itu melihat orang-orang yang berlalu lalang di taman itu membuat ia mulai merasa bosan. Ia sambar tas ransel yang tergeletak disamping-Nya tadi, sekarang tujuannya ingin kembali ke sangkar. Dengan segera ia mencari taksi yang berlalu lalang di sore hari, tak butuh waktu lama ia sudah mendapatkannya.
Setelah beberapa menit ia sampai didepan rumahnya, setelah membayar taksi wanita itu langsung memasuki pekarangan rumah. Tapi tiba-tiba langkah kaki wanita itu mengantung saat merasa ada seseorang yang sedang memanggilnya.“Nak Nana udah pulang kerja?” Nana menengok ke samping, oh astaga ia tidak sadar kalau di samping rumahnya banyak orang. Dan satu lagi, Intan? Kenapa dia juga ada Disana?
“Iya, Bu.”
Sepertinya wanita itu belum menyadari sesuatu, saat dia ingat ia langsung mendelik tajam pada intan yang menyengir bersalah.
'kau meninggalkan ku karena tetangga baru? Awas kau Intan!!’ Nana memberi tatapan tajamnya.
“Kamu harus kenalan dulu dengan tetangga barumu. Semoga kalian bisa saling damai dan saling membantu ya. Sebagai ibu RT, ibu sangat ingin melihat warga yang ramah dan saling membantu.” Nana hanya mengangguk saja dengan tampan jengah.
Dulu saat awal ia pindah kesini ia juga mendapat wejangan seperti ini dari RT dan ibu RT ini. Sengaja dilakukan berkumpul seperti ini bertujuan agar warga saling mengenal dengan baik dan menyambut tamu baru di kompleks itu. Meskipun tidak semua, yang wajib hanya orang-orang yang rumahnya dekat dan bersebelahan saja.Nana hanya menurut saat tangannya ditarik oleh ibu RT untuk memasuki kawasan rumah tetangga. Sebenarnya ia merasa keberatan, tapi untuk menolak ia juga merasa tak berani. Ada sedikit rasa canggung karena ia tidak terbiasa seperti ini, bisa dikatakan selama tinggal disini ini baru pertama kali ia mengalami ini, berkenalan dengan tetangga baru? Ia rasa itu hal tidak penting.Terlihat beberapa ibu-ibu dan juga ada anak mereka berkumpul disana hanya untuk membantu, meskipun pada akhirnya lebih banyak bergosip dari pada membantu. Yang datang hanya memiliki rumah yang dekat saja, tentu warga yang lain tidak ingin repot-repot menyambut yang bukan tetangga mereka.
“Nah ... Itu mereka,” ucap ibu RT, ia kembali menyeret Nana yang mendapat decakan dari wanita itu.
'niat benar ini ibu RT!'
Dengan senyum manis yang dipaksakan ia menyapa dua wanita yang terlihat sudah mulai menua itu. Bisa Nana lihat perbedaan keduanya, ia yakin pasti salah satu majikan dan pembatu dirumah baru ini, karena dengan melihat penampilan saja sudah sangat jauh berbeda.
“Assalamualaikum, Bu.” Nana langsung menyalami mereka berdua.
“Waalaikum salam ... Ini siapa?” tanya wanita yang terlihat lebih modis dari satunya lagi.
Dengan cepat ibu RT itu langsung menanggapi, “dia yang punya rumah disebelah rumah kalian,” Ucapnya sembari menunjuk pada rumah Nana. Setelah mengantar Nana ibu RT kembali pergi untuk mengobrol dengan ibu-ibu kompleks kembali, mungkin niat hati ibu itu hanya ingin memperkenalkan Nana.
Wanita setengah baya itu mengangguk mengerti sembari menatap Nana dengan intens, “perkenalkan nama saya Nurmala, kamu bisa panggil ibu Mala saja.”
“Eh ... Iya Bu. Saya Aisyah Syafina, panggil Nana saja Bu. Selamat datang ya Bu,” ucap Nana sedikit canggung.
“Eh, kamu salah paham. Ibu kesini Cuma nganterin anak ibu sama mbak Dewi ini, setelah itu ibu kembali ke Jakarta.” Bu Mala buru-buru mengoreksi.
Nana berlanjut mengobrol dengan ibu Nurmala, kelihatannya Nana suka berbicara dengan orang ini, karena baginya ibu Nurmala terlihat santai dan ramah. Setelah merasa sudah cukup seksi perkenalkan Nana langsung pamit ingin pulang.
“Saya pulang dulu ya, Bu.” Pamit Nana.
Saat ingin berbalik meninggalkan rumah tetangganya, terdengar seseorang memanggil dirinya.“Permisi nona ...,”
Kesal, itulah yang dirasakan dua wanita dalam satu ruangan itu, mungkin? Mungkin yang satu masih marah dengan masalah kemarin, karena insiden intan yang meninggalkan Nana di kantor, benar-benar membuat mood Nana memburuk, ditambah lagi sesi perkenalan yang berujung memalukan kemarin, astaga!! Ingin rasanya Nana mengurungkan diri dikamar agar tak bertemu lagi dengan tetangga barunya itu.Pertemuan pertama yang seharusnya terlihat baik tapi kenapa malah berubah sangat memalukan? Saat pertama kali pria itu memanggilnya ia sudah dengan percaya diri untuk beramah-tamah, tapi siapa sangka ... Memalukan!Flashback....Nana berpamitan dengan ibu Nurmala untuk kembali kerumahnya, karena baru saja kembali dari kantor ia merasa tubuhnya sakit sekali, sepertinya dirinya butuh istirahat yang cukup untuk menghadapi hari esok.Baru juga berjalan beberapa langkah, suara seseorang memanggil dirinya membuat ia berhenti lalu berbalik dengan senyum terbaik.
Suara memercik air mulai terdengar disambut dengan Suara senandung kecil dari sang pemilik tubuh yang sedang berada didalam kamar mandi kecil itu. Tak berapa lama Nana keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar. Rasa lelahnya bekerja seharian rasanya sudah hilang saat melihat kasur yang begitu empuk dimatanya sekarang.“Capeknya ... Mending aku tidur lebih awal sekarang,” ucap gadis itu pada dirinya sendiri.Saat dirinya baru saja merebahkan tubuhnya, suara ketukan pintu terdengar membuat ia kembali mengumpat kesal. Ia melangkah dengan malas membukakan pintu, rasa ingin marah-marah saja dirinya hari ini, mungkin efek dari datang bulan, Pikirnya.“Ada apa lagi?” tanya Nana dengan tampang malasnya. Sedangkan intan sudah berdiri diluar kamar dengan wajah tak bersalah.“Cari makan yuk, Na? Bosan di rumah terus,” ajaknya.“lagi malas, Tan. Besok aja ya, kan libur.”Intan menggeleng cepat, &
Matahari sudah menampakkan dirinya begitu tinggi, tapi sama sekali tak mengusik tidur nyenyak seorang wanita yang masih meringkuk manja didalam selimut tebal yang membukus tubuh mungilnya. Sepertinya tidurnya sangat nyenyak sampai ia tak menyadari jika ini sudah lewat dari kebiasaannya.Nana mulai menggeliat saat merasa tubuhnya terguncang oleh seseorang. Intan menggeleng-geleng melihat Nana yang menguap dengan lebar, seolah mengatakan wanita itu masih mengantuk, tapi matanya malah tidak terbuka sedikit pun.“Nana, bangun!” Panggil intan sedikit keras.“Ehmm ... Apa, Tan?” Ucapnya serak, khas seorang baru bangun tidur.“Ih ... Ini sudah jam sembilan, Na. Kamu gak mau serapan?” Emang masih bisa dikatakan serapan ya? Pikir Intan, ya sudahlah, terserah dirinya mau ngucapin apa.“Nanti aja,” balasnya malas.“Kebo banget sih, kalo tidur.” Sekali lagi intan Mencoba menarik tangan Nana sup
Melihat dengan jeli setiap angka dilayar komentar benar-benar membuat ia kelelahan. Menjadi staf administrasi benar-benar menyiksa bagi Nana, meskipun bakatnya disana tapi suatu hari juga bisa buat dirinya jenuh.Ingin rasanya berhenti, tapi setelah itu ia mau kerja apa? Dapat bekerja dengan posisi seperti ini dirinya sudah sangat bersyukur. Jangan sampai karena tak bisa hidup sendiri lagi, keluarganya datang memaksanya pulang ke Jakarta, ia tidak mau itu terjadi.Mungkin ia hanya berhenti bekerja saat dirinya menikah nanti, setelah itu ia hanya perlu bersantai di rumah, tak perlu bekerja lagi. Dirinya hanya perlu menyambut dengan senyum manis suaminya saat pulang dari bekerja.Nana menggeleng geli dengan pikiran gilanya, bagaimana ia bisa berpikir begitu jauh. Untuk membuka hatinya rasanya sangat sulit, lalu bagaimana ia bisa mendapatkan suami?Kejadian dua hari lalu membuat dirinya menyadari, sikapnya mulai berubah.. Tapi ia pikir itu tidaklah benar! Na
Malam belum begitu larut, jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Merasa bosan sendirian, Nana keluar dari rumahnya. Seperti biasa ia duduk di teras sendirian untuk melihat bintang-bintang dengan ditemani secangkir kopi. Merasa ada sesuatu yang memperhatikan, ia menoleh ke samping rumah tangganya. Ahh ... Ternyata ia tidak sendiri, ada Adrian yang juga di teras rumahnya. Nana yakin pasti pria itu melihatnya tadi, tapi saat dirinya menoleh Adri langsung membuang pandangannya. “Malam,” sapa Nana . Hanya untuk basa-basi saja. Adri tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar setelah itu kembali memalingkan wajahnya. “Sombong!” batin Nana. Ia tidak peduli lagi, baginya bintang-bintang yang bersifat itu lebih menarik untuk dilihat dari pada mengurus sang tetangga sombongnya. Namanya mengotak-atik ponselnya sebentar. Lagu rindu serindu rindunya mengalun indah dari ponselnya. Dengan begini ia berasa benar-benar menghayati hidupnya,
Nana memasuki kantor dengan senyum semangat yang luar biasa, berbeda dari hari sebelumnya yang selalu terlihat jutek dengan tampang keras kepalanya khas seorang Aisyah Syafina.“Pagi Nana,” sapa Arif seperti biasa. Dia teman satu ruangan dengannya.“Pagi juga, Rif.” Jawab Nana tak kalah manis.Arif hampir saja diabetes melihat senyuman manis itu, untung saja ia langsung ingat jika dirumah ada Ibu negaranya, kalau tidak bisa khilaf dirinya.“Ada apa nih? Pagi-pagi udah bahagia aja.”“Emang gak boleh? Bagus dong, kalau aku selalu bahagia.”Inilah sifat Nana yang sebenarnya, yang selama ini seakan ia kubur hanya untuk menghukum dirinya sendiri atas kesalahannya yang bukan ia lakukan. Tapi tidak apa-apa, bukan kah kehidupan butuh perubahan agar tak bosan?Arif hanya tersenyum saja mendengar jawaban Nana. Pria itu seakan tak ingin semakin larut dalam obrolan yang pada akhirnya malah nan
“Kamu tak ingin bertanya?” Tanyanya penasaran.“Tidak, aku tahu itu privasi. Tapi jika butuh teman bercerita, kamu bisa meminta ku.”Intan sungguh terharu mendengar ucapan ini, selalu peduli padanya tanpa mencoba memaksa. “Kau teman terbaikku, Na.” Nana tersenyum manis mendengar ucapan pujian itu.“Aku tahu,”Nana lanjut mengompres luka intan dengan hati-hati, tak ingin membuat Gadi itu Demak kesaksian nantinya. Meskipun dalam hati ada sedikit kesal, melihat tingkah Intan yang akhir-akhir ini membuat Nana sedikit curiga.“Aku baru saja ditampar seorang wanita,” Sepertinya Gadis itu mulai menceritakannya. Nana dengan baik akan mendengar tanpa membantah seperti biasa. “Maaf belum memberi tahunya padamu, Na. Beberapa hari ini aku dekat dengan seorang pria, tapi aku tidak tahu kalau ...,”Nana semakin penasaran, “kalau apa?”“Dia sudah punya istri,&rdq
Bumi ini berputar dua puluh empat jam, begitu juga dengan kehidupan yang tiada henti hari ke hari. Nana tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, yang ia tahu hannyalah menjalani hidup ini tanpa mengeluh pada takdir. Meskipun terkadang ia sendiri sering lupa untuk selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan.Memang begitulah kehidupan jika tak ada cobaan maka kita rasakan tahu rasanya kebahagiaan, karena kebahagiaan itu tidak akan datang tanpa di undang. Karena itulah selalu bersyukur dalam situasi apapun, karena setiap kejadian ada hikmahnya.Pagi ini Nana sendiri untuk berangkat, Intan sudah pergi dari kemarin sore Membuat rumah begitu terasa sepi dari biasanya. Gadis itu harus kembalikan Dengan cepat karena ayahnya yang tak henti selalu menghubungi, jika keadaan orang tua intan semakin memburuk..Nana melangkah keluar dari rumah, tapi entah kenapa taksi yang dipesannya sampai sekarang belum datang juga. Meliha