Share

Semarang

Penulis: Ara putri
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-31 15:40:26

Semarang, 12 Januari, 2020

Kenangan dua tahun lalu kembali berputar di kepala wanita cantik yang berpakaian rapi itu, senyum kecut terlihat di bibir tipisnya dikala ia melihat dua pasang pasturi sedang bermanja-manja di sebuah taman kota. Jika kejadian naas itu tidak terjadi mungkin sekarang ia juga seperti wanita itu, berbahagia, bercanda tawa dengan kekasih halalnya.

Melihat mereka rasanya ia kembali mengingat saat-saat terakhir bersama ... Dia. Tak perlu membuat nama mengenang saja hatinya sudah bagai ditikam sembilu.

Ada rasa menyesal dalam hatinya, jika saja dulu ia tau akan berakhir seperti itu ia tidak akan membuang waktu, ia akan dengan suka rela menghabiskan waktu bersama suaminya saat baru sampai di Bali. Tapi apa? Dia malah sibuk dengan ponselnya, malah mengajak Dia melihat pemandangan, padahal ia tau mereka baru saja sampai di hotel. Kenangan itu menjadi buah penyesalan baginya.

....

“Kau tidak ingin pulang? Ini sudah senja Nana.” Wanita itu tersentak saat mendengar temanya berucap. Ahh ia hampir saja lupa jika ada orang lain disebelah-Nya karena terlalu asyik melamun.

“Iya, aku tahu,” ucap Nana sembari menyambar tas yang sempat ia letak disamping-Nya.

Mereka beriringan kembali ke tempat mereka untuk mengistirahatkan tubuh malam ini. Nana yang dulu sangat cerewet tapi semenjak kejadian itu ia berubah seratus delapan puluh derajat, dingin dan tidak suka berbicara banyak.

“Kita makan apa malam mati, Na? Aku bosan makan mie instan terus,” ucap intan sambil melangkahkan di samping sang teman yang dari tadi mengacuhkannya.

“Terserah,”

Begitulah jawaban Nana setiap kali ditanya apa pun itu, kadang-kadang intan suka emosi berbicara dengan temannya satu ini, suka sekali menguji iman orang.

“Kalau orang bicara dijawab dengan benar! Gak semua juga kali dijawab terserah!” ucap intan menggebu-gebu mengeluarkan kesalnya. Tapi yang namanya Nana tetap saja diam, dia lebih tertarik dengan pikirannya sendiri dibandingkan mendengar perkataan intan.

Akhirnya mereka sampai!

Nana memasuki rumah yang hampir dua tahun ini ia tempati, rumah yang berlantai satu ini terlihat sederhana dan sangat nyaman bagi Nana selama ini. Ia melangkah memasuki ruang tamu, tanpa kata ia langsung menuju kamar, meninggalkan intan yang kembali berdecak kesal.

Setelah kejadian dua tahun lalu, Nana memilih untuk meninggalkan kota Jakarta. Baginya kota itu menyimpan banyak kenangan tapi juga menyimpan banyak luka yang belum bisa ia lupakan. Sebisa mungkin ia mencoba untuk tidak kembali ke sana meski ada rasa rindu juga dengan keluarganya disana, tapi ia tak mempunyai banyak nyali untuk menghadapi kenyataan.

Jika Nana hampir dua tahun tinggal disini, berbeda dengan Intan yang baru beberapa bulan. Intan itu teman sekantor Nana, karena ingin mencari tempat tinggal yang murah dan nyaman akhirnya ia ditawarkan Nana untuk menjadi temannya.

Mungkin ia sudah mulai lelah hidup sendirian dengan rumah yang ia beli mendadak itu. Rumah memang sudah sah menjadi milik Nana dari awal, karena pemilik rumah tidak mengontrak tapi langsung menjualnya, merasa tertarik Nana langsung mengambilnya tanpa ragu. Saat mendengar intan sedang mencari tempat tinggal dengan menanyakan beberapa karyawan dikantornya, ia langsung tertarik untuk menawarkannya pada intan. Dan ... Berakhirlah seperti sekarang, mereka berdua malah terlihat seperti saudara yang kemana-mana selalu bersama.

******

Diam di gelapnya malam membuat diri menyadari bahwa kehidupan itu tidak harus selalu diperlihatkan, tapi ada kalanya luka itu harus disembunyikan bagaikan indahnya alam yang bersembunyi dibalik gelapnya malam.

Hitam bagaikan sebuah teman hidup wanita cantik yang sedang duduk termenung itu, hampir setiap malam ia melakukannya ini, melihat bintang-bintang di langit berharap menemukan dia diatas sana. Bukankah film-film berkata, seseorang yang telah pergi akan menjadi bintang di langit untuk menjaga orang yang disayanginya dikala kegelapan sedang menyelimuti. Nana terkekeh kecil dengan pikirannya, bagaimana bisa ia bisa samakan dengan film?

'Aku rindu' cicit Nana.

Dua kata itu selalu ia Ucapkan dikala rindu datang tanpa di undang, rindu pada seseorang yang sudah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Tapi itu bukan salahnya ... Salah pada takdir yang tidak ditakdirkan untuknya.

“Tidak ada gunanya menangisi seseorang yang sudah pergi ... Akan lebih baik jika dirimu mengirim doa terbaikmu,”

Nana tersentak saat mendengar ucapan seseorang, ternyata intan yang datang dengan membawa dua cangkir kopi.

Gadisitu meletakkannya dengan hati-hati cangkir yang mengeluarkan uapan asap dari air yang panas.

“Minumlah, biar bisa semalaman melihat bintang-bintang itu.” Untuk kali ini Nana tersenyum mendengar perkataan temannya, mungkin gadis itu merasa jengah dengan dirinya.

“Kamu tidak akan kembali ke Jakarta? Sudah hampir dua tahun, selama itu pula kamu bilang belum pernah pulang.” Ucap bercampur tanya kembali intan lontarkan

Intan tahu banyak tentang kehidupan Nana sebelumnya, karena tidak jarang mereka sering berbagi kisah-kisah hidup mereka yang lalu jika memiliki waktu luang. Padahal kisah mereka hampir sama, sama-sama ditinggalkan sang kekasih hati. Bedanya Nana ditinggalkan karena Allah berkehendak, tapi kekasih intan pergi karena pengkhianatan.

“Kamu sendiri kapan pulang ke Padang?” Intan mengerucut bibirnya, dirinya yang bertanya duluan malah dijawab dengan pertanyaan pula.

“Aku gak mau pulang! Buat apa kalau Cuma bikin sakit hati? Lebih baik disini bisa hidup bebas.” Nana mengangguk setuju.

“Kita sama. Sama-sama ditinggalkan, hanya saja caranya yang berbeda.” Intan terdiam mendengar ucapan Nana.

“Aku berpikir ... Untuk apa menyesalinya lagi? Sudah hampir satu tahun aku memendamnya, Bukankah lebih baik untuk dilupakan? Yang sudah pergi juga tidak mungkin kembali.” Nana menoleh menatap intan takjub. Tidak biasanya gadis itu berkata begitu bijak, biasanya dia lebih tertarik berbicara makanan dari pada soal patah hati.

“Kenapa?” tanya intan heran dengan tatapan Nana.

“Tidak apa-apa. Jadi setelah ini apa yang kau lakukan?”

“Mencari pengantinnya,” ucap intan sambil tersenyum yakin. “Sepertinya kau juga perlu melakukannya?”

“Tidak untuk sekarang!”

“Kenapa?”

“Karena aku belum menemukan yang terbaik seperti, dia.” Hanya itu? Tentu saja tidak. Dirinya banyak alasan untuk tidak jatuh cinta sekarang, mungkin ia belum siap untuk mencoba.

“Jika kamu mencari yang seperti, dia. Kamu tidak akan menemukannya! Karena manusia itu diciptakan berbeda, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.” Ucap intan bijak. “Lagi pula kita berdua telah dewasa, apalagi yang harus kita tunggu? Tidak mungkin juga kita hidup sendirian sampai tua,” meskipun dengan tertawa mengucapkannya, tapi Nana tahu ucapan itu memang benar dan sangat bijak.

“Tapi aku belum yakin, Tan.”

Intan tersenyum lebar, “mari kita bersamanya membuka lembaran baru. Memulai hidup baru kita dan melupakan masa yang sudah berlalu.”

Tak ada sahutan lagi membuat suasana kembali hening sejenak.

Kembali terdiam dengan pikiran masing-masing. Meskipun takdir sering mempermainkan seseorang belum tentu semua itu akan berakhir, hanya saja kesempatan yang tepat belum datang sempurna. Bagi Nana mencari seseorang bukan sempurna, apalagi seperti, dia.

Dirinya hanya sedang menunggu sebuah keajaiban dari Allah, benarkah jodoh itu sudah ada yang atur? Atau dirinya memang ditakdirkan untuk hidup sendiri sampai akhir hayatnya?

“Ayo tidur ... Besok kita harus kembali beremu dengan angka-angka membosankan, jadi siapkan tenaga yang banyak untuk menghadapinya,”

Nana hanya mengangguk Setuju, sebelum berlalunya ia sempatkan untuk mengucapkan selamat malam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta dan Dilema   Mudah tersinggung

    Sore hari ternyata Adri benar-benar membawa Nana keliling dengan sepeda motor. Tak tahu kemana tujuan mereka akan pergi, tapi bagi mereka lebih memilih menikmati perjalanan ini dengan berkeliling saja.Nana awalnya ingin protes, karena dari tadi motor Adri tak kunjung berhenti, tapi saat pria itu berkata 'kita nikmati saja senja dengan begini, akan terasa indah' Dan wanita itu malas membantah, toh begini lebih baik.“Mau makan apa?” tanya Adri saat mereka mulai bosan.“Terserah kamu aja,”Adri terkekeh geli mendengar jawaban Nana, “cewek memang gitu ya, setiap aja jalan pasti bilang terserah. Tapi kalau gak sesuai dengan keinginannya pasti pas pulang mengambek.”“Gak kok. Aku serius, terserah kamu pilih aja.” Jawab Nana meyakinkan.Adri membawa Nana ke sebuah restoran yang cukup terkenal, untuk hari ini ia ingin membuat perempuan ini terkesan padanya. Setelah sampai mereka langsung masuk.

  • Cinta dan Dilema   Penakluk hati

    Jika rasa sudah sudah tumbuh, tak ada yang bisa melarang lagi. Adri sadar ia sudah dewasa, tak ada gunanya lagi berlagak seperti ABG yang sedang jatuh cinta. Tapi ia sendiri juga merasa bingung bagaimana cara menyampaikan isi hatinya, karena kesalahannya sekarang menyukai sang tetangga sendiri. Ia tak ingin merusak hubungan yang sudah beberapa lama ini terjalin baik dengan dia.Adri bertanya-tanya, apa gadis itu juga menyukainya?Itulah kegelisahan yang dirasakannya, ia bahkan tak tahu apapun tentang Nana, tapi ia bisa memastikan jika benih-benih cinta sudah tumbuh dihatinya untuk sang tetangga cantik.“Dokter Adri, kenapa melamun?”Dokter Farah mengguncang pelan bahu pria yang asyik melamun itu. Adri gelagapan sendiri. Iss, kenapa ia bisa melamun saat bertugas seperti ini.“Ada apa dokter Farah?”“Dari tadi saya memanggil anda, dokter. Kita harus memeriksa pasien sekarang.”Adri mengang

  • Cinta dan Dilema   Surat cinta

    Nana tersenyum manis melihat pria didepannya, sedangkan yang dipandang hanya berwajah datar saja, tak peduli dengan yang dilakukan Nana.“Kenapa kamu memandang ku seperti itu?” Tanya dokter tampan itu jutek. Ia mulai merasa risih saat ditatap begitu intens.“Gak ada ... Hanya melihat ciptaan Allah yang sempurna,” Ucapnya tanpa malu.Wajah Adri langsung memerah. Jangan salah, meskipun dia seorang pria tapi tidak dilarang untuk baper kan? Toh, dirinya punya perasaan.“Kamu gombal saya?”“Gak kok, dokter. Hanya berkata jujur.” Entah apa yang merasuki Nana hari ini, tapi ia suka saat mengganggu Adri.Setelah membaca novel romantis tadi ia menjadi ingin menjadi gadis di novel itu, yang selalu mengejar cinta. Ah betapa anehnya wanita ini.“Kamu sehat kan? Atau jangan-jangan setelah kecelakaan itu otak kamu geser.”Nana mendengus kesal mendengarnya, mana mun

  • Cinta dan Dilema   Ternyata kakak ipar

    Nana mengusap wajahnya pelan, ia merasa lelah setelah seharian bekerja. Karena terlalu lama libur bekerja membuat pekerjaan menumpuk, dan sekarang ia harus menyelesaikannya.Seminggu sudah berlalu. Nana maupun Intan sudah kembali bekerja seperti biasa. Tapi belakangan ini Nana sedikit terganggu dengan gosip tentang dirinya, permasalahan waktu pak Panji membawanya ke rumah sakit menyebar luas, bahkan banyak pula dari mereka yang menambah-nambahkan membuat gosip itu semakin menarik, padahal kenyataannya tak seperti itu.Tapi Nana tidak ambil pusing, selagi hidupnya tidak diganggu dan tidak berlebihan ia akan memilih untuk diam saja.“Na, makan siang yuk?”Nana melihat Lisa sudah berdiri menunggu dirinya, “Iya ... Aku simpan dokumen ini dulu.” Lisa mengangguk setuju.Setelah itu mereka menuju kantin kantor yang sudah mulai terlihat penuh, semua karyawan sepertinya sudah siap untuk menyantap makan siang mereka.

  • Cinta dan Dilema   Dokter mesum

    Nana mengerang saat merasakan cahaya matahari menerpa wajahnya. Dia mengerjap matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya, seketika matanya melebar saat melihat jam yang ada didinding.“Astagfirullah! Aku telat bangun lagi!” pekik wanita itu penuh kesal.Nana segera menghambur masuk kedalam kamar mandi. Setelah lima belas menit berlalu Nana sudah keluar dari kamar dengan pakaian rapinya. Ia segera menuju taksi yang sudah dipesannya, seperti biasa.Saat diruang tamu ia melihat Intan yang sedang bersantai menikmati sarapan bersama jus buahnya, Nana mendengus kesal. “Dasar teman durhaka! Bukannya membangunkan ku, kamu malah bersenang-senang,” ucap Nan kesal. Sedangkan gadis itu malah tertawa bahagia.Intan masih menikmati masa liburannya yang masih tersisa empat hari lagi, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh gadis itu, katanya waktu dirumah orang tuanya ia tak bisa bersenang-senang. Jadi sekarang gadis itu sungguh

  • Cinta dan Dilema   Tak ada kesempatan

    Nana dan Adri sampai di bandara setelah lima belas menit berlalu. Mereka segera mencari keberadaan Intan yang katanya menunggu di lobi bandara. Wanita itu dengan gesit melihat setiap orang-orang yang ada Disana, tapi ia tak kunjung menemukan keberadaan Intan. Merasa sedih putus asa wanita itu kembali mencari di tempat tunggu penumpang, akhirnya yang dicarinya ketemu juga.Tepat di sebuah kursi panjang tempat penumpang menunggu, terlihat seorang perempuan yang tertunduk diam disana, Nana yakin itu pasti intan yang masih menangis. Dengan cepat aku segera mendekati gadis itu agar bisa lekas pulang.“Itu dia!” Nana segera menghampirinya. Sedangkan Adri tak ikut karena ia malas ikut campur urusan para wanita. Iya yakin sekali pasti ada drama yang terjadi jika suasana sudah seperti ini.“Intan?” Panggil Nana dengan pelan.Perempuan yang dipanggil itu segera menonggak melihat siapa yang memanggilkannya, ternyata dia memang intan yang terl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status