Vincent langsung melepaskan pergelangan tangan Yuvi dan mundur dua langkah untuk menjaga jarak aman di antara mereka.Yuvi merasa ada sensasi panas di sekitar hidungnya. Dia mengangkat tangan dan menyentuh hidung, ternyata ujung jarinya penuh darah."Ah, aku mimisan!" Yuvi menjerit kaget.Vincent melirik ke arahnya. Memang benar, dia mimisan.Vincent menarik dua lembar tisu dan menyodorkannya padanya. "Angkat kepalamu, nanti juga berhenti."Yuvi menerima tisu dan mendongakkan kepala. "Kenapa aku bisa mimisan ya?"Vincent tak menjawab. Dia hanya membuka pintu dan keluar.Angin dingin dari luar langsung menyapu wajahnya. Udara dingin itu juga menghapus sisa aroma manis dari Yuvi tadi yang masih menempel di dirinya.Tak lama kemudian, Yuvi yang sudah menghentikan mimisannya pun menyusul keluar. "Vincent, tunggu! Kenapa tubuhmu bisa ada begitu banyak luka?"Vincent tidak berhenti. Langkah kakinya tetap besar dan cepat.Namun, Yuvi terus mengejarnya dari samping dan cerewet. "Apa luka-luka
Yuvi mengucapkan setiap kata dengan jelas, "Vincent, barusan kamu sudah lihat semua bagian tubuhku."Vincent menatapnya. "Aku nggak lihat.""Kamu masih mau sangkal? Tadi, kamu nggak lihat aku?"Vincent terdiam. Tentu saja dia melihatnya. Dia tidak buta.Wajah cantik dan lembut Yuvi kini memerah. Mengingat kejadian tadi, dia makin malu dan kesal. Dia benar-benar mengira yang datang tadi adalah Wenny. Tak disangka, ternyata adalah Vincent."Apa saja yang kamu lihat tadi? Kamu dengar sesuatu nggak?" tanya Yuvi.Vincent diam saja tanpa menjawab.Yuvi paling sebal ketika Vincent bersikap cuek dan diam seperti itu. "Kamu bisu ya?"Vincent menjawab pelan, "Tadi, kamu bilang kamu mau cup D ....""Aaaah!"Yuvi langsung menjerit kecil, lalu cepat-cepat berjinjit dan menutup mulut Vincent dengan telapak tangan supaya dia berhenti bicara."Jangan lanjut!"Tangan mungil Yuvi tiba-tiba menutupi mulutnya. Jarak antara mereka langsung jadi sangat dekat. Vincent menatap matanya yang indah. Mata itu beg
Di dalam ruang ganti baju, Yuvi sedang mengambil baju bersih. Dia membelakangi pintu sambil mengenakan pakaian dalam.Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Ada orang yang sedang mengetuk pintu.Wenny datang secepat ini?Yuvi menjawab, "Masuk saja."Pintu ruang ganti baju pun terbuka, lalu seseorang melangkah masuk.Bukan Wenny yang datang, melainkan Vincent.Pria itu datang.Vincent masuk ke ruang ganti baju dan langsung melihat Yuvi yang sedang berganti baju. Wanita itu mengenakan rok seragam pendek di bawah, sementara di bagian atas, dia baru mengenakan pakaian dalam. Hanya saja, kedua tangan mungil dan pucatnya sedang bergerak ke belakang dan berusaha mengaitkan pengait bra.Vincent sedikit terkejut. Tadi dia sudah mengetuk pintu, tetapi tidak menyangka akan melihat pemandangan seperti ini.Kulit Yuvi begitu putih dan pucat hingga terlihat menyilaukan. Tubuhnya mungil, sementara rambut hitam panjangnya jatuh secara alami. Sebagian rambutnya melingkari lengan rampingnya.Punggu
Tak lama kemudian, beberapa mahasiswa datang berkerumun. "Gawat! Ada yang berantem di sini!"Begitu mendengarnya, Selena langsung merasa sedikit takut. Kalau ketahuan berkelahi di kampus, bisa-bisa kena sanksi disiplin. Masalahnya, tubuhnya kesakitan karena dipukul.Sepanjang pertengkaran tadi, Selena sungguh ditekan habis-habisan oleh Yuvi. Meskipun beberapa temannya juga ramai-ramai menyerang Yuvi, itu sama sekali tidak mengurangi kekuatan Yuvi untuk terus menghajarnya. Dia merasa tubuhnya seperti terbakar saking sakitnya.Selena pun mendorong Yuvi dengan sekuat tenaga. "Yuvi, tunggu saja kamu! Aku bakal panggil orang!"Setelah berkata begitu, Selena langsung kabur bersama teman-temannya.Yuvi juga tidak luput dari luka-luka, bahkan bajunya sampai robek-robek. Dia memungut kantongnya yang tergeletak di lantai dan segera pergi ke ruang ganti baju. Dia harus mengganti baju dulu. Kalau tidak, tidak mungkin dia keluar dengan penampilan seperti ini.Namun, Yuvi sama sekali tidak menyesal
Salah satu dari gadis-gadis itu berkata, "Ayahnya Vincent itu pengedar obat terlarang, 'kan?"Selena mengangguk. "Ya, Vincent itu anak dari seorang pengedar obat terlarang. Selain itu, ibunya buta dan adiknya masih SMP. Kondisi keluarganya payah banget. Tapi justru karena dia berasal dari keluarga seperti itu, ayah pengedar obat terlarang, ibu buta, dan adik yang masih sekolah, Vincent yang tumbuh dalam kondisi hancur malah bikin aku tertantang. Hahaha!"Selena dan teman-temannya pun tertawa keras sampai terhuyung karena terlalu heboh. Mereka semua mentertawakan latar belakang keluarga Vincent.Yuvi mulai merasa tidak nyaman. Dia mengulurkan tangan untuk mematikan keran air, lalu menatap tajam ke arah Selena dan teman-temannya dengan mata bulat dan indahnya. "Apa kalian belum puas tertawa?"Suara Yuvi yang mendadak membuat Selena dan kawan-kawannya terdiam sejenak.Selena melihat ke arah Yuvi, lalu segera mengenalinya. "Eh, bukannya kamu Yuvi yang lagi terkenal akhir-akhir ini? Kamu la
Hendro mengirim pesan. [Wenny, jawab aku!]Wenny malah tertawa membacanya. Dia pikir dirinya siapa? Bosnya? Kenapa juga dia harus menuruti perintah Hendro?Wenny kembali mengabaikannya.Di kursi kemudi, Eddy tertawa sebelum berucap, "Wenny, walau kamu sudah cerai sama Hendro, kenapa aku merasa hubungan kalian belum benar-benar selesai ya? Jangan-jangan, dia masih ada rasa sama kamu?"Wenny menjawab datar, "Entahlah."Eddy melanjutkan dengan nada menggoda, "Waktu aku rangkul kamu di toko tadi, ekspresi Hendro sudah seperti mau potong tanganku. Jadi pacar pura-pura kamu, ternyata profesi yang penuh risiko."Wenny melirik ke arahnya. "Kalau takut, kamu mundur aja. Aku bisa cari Kak Edwin atau Kak Edgar buat menggantikanmu.""Jangan! Demi adik seperguruan tercintaku, aku bahkan rela masuk neraka!"Keduanya bercanda sambil tertawa sepanjang jalan. Tak lama kemudian, mereka sampai di Universitas Cestana. Wenny pun menuju ke asrama putri. Seperti yang dibilang Yuvi, dia memang belum kembali.