Hana tersenyum dengan manis dan malu.Pada saat ini, pintu Hotel Peninsula terbuka. Wenny dan Eddy berjalan ke dalam.Eddy berkata, “Wenny, Pak Austin lagi tunggu kita. Ayo, kita ke dalam.”Wenny berjalan ke dalam. Hanya saja, pada saat ini, dia tiba-tiba melihat dua sosok bayangan tubuh familier baginya. Langkah kaki Wenny spontan berhenti.Eddy mengikuti arah pandang Wenny. Dia juga telah melihat Hendro dan Hana.Sekarang, Hendro sedang menggenggam tangan Hana sembari menatapnya dengan mendalam. Hubungan mereka berdua terasa sangat mesra.Eddy tersenyum. “Aku nggak sangka Pak Hendro sibuk sekali. Semalam, dia gendong kamu untuk tidur di rumahnya. Malam ini, dia malah makan malam bersama Hana. Pak Hendro bisa-bisanya berada di antara dua wanita, dia memang ahli manajemen waktu.”Sambil berbicara, Eddy pun menggeleng. “Aku benar-benar nggak sadar Pak Hendro itu seorang pria berengsek.”Eddy menatap Wenny.Wenny berkata, “Orang yang selama ini disukai Pak Hendro itu Hana. Dia sudah beri
Wenny kembali ke apartemennya sendiri. Pada saat ini, ponselnya berdering. Dia mendapat panggilan masuk.Panggilan masuk itu dari Eddy.Wenny mengangkat panggilan. “Halo, Kak Eddy.”“Wenny, kamu sudah bangun? Gimana? Apa tidurmu nyenyak di rumah Pak Hendro semalam?” sindir Eddy.Kening Wenny berkerut. “Kak Eddy, kenapa aku bisa tidur di rumah Pak Hendro?”“Semalam, kamu pulangnya digendong sama Pak Hendro. Dia pun gendong kamu ke rumahnya. Aku ulurkan tanganku untuk menggendongmu, tapi dia nggak kasih. Aku juga pasti nggak bisa mengalahkannya.”Wenny terdiam. Sepertinya semalam Wenny ketiduran di mobil Hendro. Itulah sebabnya dia pulang dengan digendong Hendro.Hanya saja, kenapa Hendro menggendong Wenny ke apartemennya?“Wenny, apa ada kabar baru antara kamu dengan Pak Hendro?”“Nggak ada. Kami sudah cerai. Kelak, masalah seperti ini nggak akan terjadi lagi.”Wenny dan Hendro telah bercerai. Ke depannya, Wenny akan menjaga jarak dengannya.“Sudahlah, kalau begitu, malam ini kita jump
Tubuh lembut Wenny tenggelam di dalam jas lebar Hendro. Wajah mungil Wenny kelihatan merona.Hendro tidak membangunkan Wenny. Dia membuka pintu mobil untuk turun dari mobil. Gerakannya sangat pelan dan lembut ketika menggendong Wenny.Saat Hendro sedang menggendong Wenny untuk kembali ke apartemen, kebetulan Eddy berjalan keluar. “Pak Hendro, kamu antar Wenny pulang? Apa Wenny sudah ketiduran? Serahkan kepadaku.”Eddy mengulurkan tangannya hendak menggendong Wenny.Hanya saja, Hendro sama sekali tidak berencana untuk menyerahkan Wenny kepada Eddy. Dia menggendong Wenny untuk melewati Eddy, lalu memasuki apartemennya.“Pak Hendro!” Pada saat ini, Eddy menjerit dari belakang.Langkah kaki Hendro berhenti.Eddy menatapnya sembari berkata, “Pak Hendro, kita semua itu sudah dewasa. Kalau masih cinta, mohon cintai dengan sepenuh hati. Kalau nggak cinta lagi, mohon dilepaskan. Kamu yang terus berputar di antara Wenny atau Hana itu nggak adil buat siapa pun. Semua orang juga akan terluka.”Hen
Wenny bertanya pada Hendro, sebenarnya Hendro menyukainya atau tidak.Hendro tidak berbicara dan tidak menjawab pertanyaan itu. Dia mengangkat wajah mungil Wenny, lalu kembali mencium bibir delima Wenny.Wenny memalingkan kepalanya untuk mengelak. “Jangan!”Hendro mencubit dagu kecil Wenny untuk memaksa Wenny memutar kembali wajahnya. “Sudah sampai tahap seperti ini, masih nggak mau? Apa kamu nggak mau coba di mobil?”Wenny menatap Hendro. Cahaya lampu jalan di malam hari memancar di atas wajah tampan dan elegan Hendro. Dia kelihatan dewasa, anggun, dan memesona. Ditambah lagi dengan ajakan yang menggoda itu, benar-benar bisa meningkatkan gairahnya.Hanya saja, Wenny merasa kesal. “Aku memang ingin coba di mobil.”Ujung mata Hendro memerah. Dia menunduk untuk mencium bibir delima Wenny.Pada saat ini, Wenny melanjutkan ucapannya lagi. “Tapi, bukan sama Pak Hendro, melainkan sama kekasihku, Eddy!”Hendro langsung tertegun. Wanita ini memang tahu bagaimana cara memancing emosinya.“Wenny
Hendro bertanya, “Apa kalian akan berhubungan badan malam ini?”Bulu mata Wenny bergetar. Dia bertanya kembali, “Jadi, apa Pak Hendro dan Hana akan berhubungan badan?”Hendro tidak berbicara.Wenny menatap jari indah Hendro. Setelah melepaskan jas hitamnya, kini Hendro hanya mengenakan kemeja putih dan rompi saja. Lengan kemejanya membaluti pergelangan tangan Hendro yang kokoh. Jam tangan di pergelangan tangannya kelihatan mewah, sangat mirip dengan dirinya.“Pak Hendro, kita sudah cerai. Kelak, lebih baik Pak Hendro nggak usah cari tahu soal masalah pribadiku lagi.”Tiba-tiba terdengar suara tajam rem mobil. Hendro memutar setir mobil, lalu memarkirkan mobil di pinggir jalan secara mendadak.Wenny merasa syok. “Pak Hendro, kamu lagi ngapain … uhm!”Tubuh elegan Hendro langsung menekan tubuh Wenny. Kedua tangannya mengangkat wajah mungil Wenny. Dia pun menunduk untuk mencium bibir delima Wenny.Wenny yang tiba-tiba dicium paksa itu tertegun sejenak. Kemudian, dia langsung mendorong dad
Wenny duduk di depan meja pengambilan darah. Dia menatap Hendro. “Pak Hendro, aku nggak ingin ambil darah.”Hendro menatapnya. “Boleh-boleh saja kalau kamu nggak mau ambil darah, sekarang kamu jujur sama aku, sebenarnya kamu hamil atau nggak. Wenny, aku nggak suka dibohongi, apalagi dalam masalah kehamilan.”Wenny mengangkat kelopak matanya untuk menatap Hendro. “Aku nggak hamil.”Hendro berkata, “Oke, kalau begitu, ambil darah saja.”Wenny berucap lagi, “Pak Hendro, padahal aku sudah … jujur, kamu malah nggak percaya. Sebenarnya apa yang ingin kamu dengar, apa kamu ingin dengar kalau aku lagi hamil?”Hendro tidak melihat Wenny lagi, melainkan menatap suster. “Ambil darah saja.”Suster tidak pernah melihat pria tampan seperti Hendro. Wajahnya seketika merona. “Tuan, tolong bantu naikkan pakaian istrimu.”Istri?Kening Wenny berkerut. “Kamu sudah salah paham. Aku bukan istrinya.”Suster berkata, “Kalau bukan istri, kenapa bisa hamil?”Wenny terdiam membisu. Dia benar-benar tidak bisa be