Home / Romansa / Cinta di Balik Singgasana / Bayang-Bayang yang Merangkak

Share

Bayang-Bayang yang Merangkak

Author: Wahyu H
last update Last Updated: 2025-05-07 18:51:11

Langit Galuh pagi itu diselimuti awan kelabu, seolah alam merasakan ketegangan yang kian mencekik istana. Angin membawa aroma tanah basah dan daun-daun yang gugur, seakan berbisik tentang rahasia yang tersembunyi di sudut-sudut kerajaan. Di dalam ruang perang, Patih Gajah Langu berdiri di depan peta besar yang terbentang di atas meja batu, menunjukkan garis-garis perbatasan Galuh dan kerajaan timur Majapahit, musuh lama yang kini dicurigai sebagai dalang serangan di Mandalawangi.

Raka berdiri di sisi ruangan, di antara para prajurit senior yang jauh lebih berpengalaman. Jubah sederhananya kontras dengan zirah mengkilap yang dikenakan yang lain, tetapi matanya menyala dengan tekad yang tak kalah kuat. Ia mendengarkan dengan saksama saat Patih Gajah Langu menjelaskan temuan terbaru: sebuah laporan dari mata-mata yang menyebutkan adanya pergerakan pasukan kecil di perbatasan timur, dekat hutan Sindangkasih.

“Ini bukan serangan terbuka,” kata Patih Gajah Langu, suaranya berat. “Mereka ber
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cinta di Balik Singgasana   Bayang-Bayang yang Merangkak

    Langit Galuh pagi itu diselimuti awan kelabu, seolah alam merasakan ketegangan yang kian mencekik istana. Angin membawa aroma tanah basah dan daun-daun yang gugur, seakan berbisik tentang rahasia yang tersembunyi di sudut-sudut kerajaan. Di dalam ruang perang, Patih Gajah Langu berdiri di depan peta besar yang terbentang di atas meja batu, menunjukkan garis-garis perbatasan Galuh dan kerajaan timur Majapahit, musuh lama yang kini dicurigai sebagai dalang serangan di Mandalawangi.Raka berdiri di sisi ruangan, di antara para prajurit senior yang jauh lebih berpengalaman. Jubah sederhananya kontras dengan zirah mengkilap yang dikenakan yang lain, tetapi matanya menyala dengan tekad yang tak kalah kuat. Ia mendengarkan dengan saksama saat Patih Gajah Langu menjelaskan temuan terbaru: sebuah laporan dari mata-mata yang menyebutkan adanya pergerakan pasukan kecil di perbatasan timur, dekat hutan Sindangkasih.“Ini bukan serangan terbuka,” kata Patih Gajah Langu, suaranya berat. “Mereka ber

  • Cinta di Balik Singgasana   Bayang-Bayang di Balik Istana

    Langit Galuh mulai memerah saat matahari terbenam, menyisakan semburat jingga di ufuk barat. Di taman rahasia, Dyah Pitaloka dan Raka masih duduk di tepi kolam, tenggelam dalam keheningan yang nyaris suci. Angin malam membelai lembut, membawa aroma melati dan kenanga, seolah alam sendiri ingin memperlambat waktu untuk mereka. Namun, di balik ketenangan itu, ada getar ketegangan yang tak terucapkan seperti senar kecapi yang ditarik terlalu kencang, siap putus kapan saja.Dyah memandang bayangan wajahnya di permukaan kolam, lalu menoleh ke arah Raka. “Kau tahu,” katanya pelan, suaranya hampir tersapu angin, “di seluruh istana ini, hanya di sini aku merasa… bebas. Hanya bersamamu.”Raka tersentak. Kata-kata itu, meski sederhana, terasa seperti pukulan lembut yang mengguncang dadanya. Ia menunduk, tak yakin bagaimana menjawab. “Gusti, aku hanyalah seorang prajurit. Kebebasan yang kau rasakan… mungkin hanya ilusi sementara.”Dyah menggeleng, matanya menyala dengan tekad yang jarang ia tunj

  • Cinta di Balik Singgasana   Bayang-Bayang di Balik Kemenangan

    Langit Galuh pagi itu terasa lebih terang, seolah alam turut merayakan kembalinya Tim Elit Khusus dari misi berbahaya mereka. Burung-burung kecil berkicau riang di dahan-dahan pohon kelapa, dan embun pagi berkilau seperti permata di ujung daun. Namun, di balik kemegahan Istana Kawali, suasana tak sepenuhnya damai. Kemenangan atas perampok di hutan Mandalawangi membawa kelegaan, tetapi juga meninggalkan pertanyaan yang menggantung: siapa dalang di balik serangan itu? Dan apakah ancaman benar-benar telah berakhir?ruang takhta utama, Prabu Linggabuana duduk dengan wajah tegang. Jubah kebesarannya yang hijau tua tampak lebih berat dari biasanya, seolah membawa beban kekhawatiran yang tak terucap. Di hadapannya, Patih Gajah Langu berdiri tegak, melaporkan hasil misi dengan suara yang tegas namun hati-hati.“Paduka, kami berhasil menghancurkan sarang perampok di lereng Mandalawangi. Pemimpin mereka telah tewas, dan sebagian besaranak buahnya telah ditangkap atau melarikan diri.Namun…”

  • Cinta di Balik Singgasana   Siasat Raja dan Bayangan Bahaya

    Suasana Istana Galuh berubah.Pagi itu, di alun-alun dalam, genderang besar dipukul bertalu-talu — irama keras yang hanya dibunyikan pada saat darurat.Seluruh prajurit bergegas, membentuk barisan panjang di hadapan pendopo megah.Raka, yang masih berjalan dengan tongkat pendek, berdiri di tepi kerumunan, mencoba menyembunyikan diri di balik bayangan tiang kayu.Dari jauh, ia melihat Raja Linggabuana — ayah Dyah Pitaloka — berdiri gagah di atas mimbar kayu, jubahnya berkibar tertiup angin.Di sisi sang Raja, berdiri seorang pria kekar berbaju zirah hitam: Patih Gajah Langu, komandan tertinggi Galuh.Wajahnya keras seperti batu, matanya tajam menelusuri barisan prajurit.Ketegangan menggantung di udara, tebal seperti kabut pagi."Aku tak akan membiarkan kehormatan Galuh diinjak-injak!" suara Raja menggema, membuat burung-burung beterbangan dari pohon-pohon di sekeliling alun-alun."Para perampok itu... yang berani menyerang darah bangsawan kita, harus dihukum! Biar dunia tahu: Tanah Su

  • Cinta di Balik Singgasana   Sang Putri dan Sang Rakyat

    Hari-hari bergulir seperti aliran sungai musim hujan deras, tapi terasa cepat. Raka, kini sudah mampu berjalan meski masih tertatih, mulai diajak Dyah Pitaloka keluar dari bilik sempit itu. "Ikutlah denganku," katanya suatu pagi, matanya berbinar penuh semangat. Raka ragu. "Ke mana, Gusti?" Dyah tersenyum misterius. "Kau akan tahu." Dengan langkah perlahan, keduanya berjalan menelusuri jalanan tersembunyi di belakang istana. Bukan jalan batu besar tempat para prajurit dan tamu agung lewat, melainkan lorong-lorong kecil yang hanya diketahui para pelayan dan penjaga. Mereka melewati kebun-kebun rahasia di balik tembok — tempat bunga kenanga, melati, dan kamboja bermekaran liar tanpa tatanan resmi. Melewati dapur besar di mana asap harum rebusan daging dan rempah menguar dari jendela-jendela kecil. Melewati gudang tempat para pedagang menitipkan beras, garam, dan kain-kain tenun dari berbagai daerah. Raka berjalan di belakang Dyah, merasa asing di dunianya sendiri. "Tak

  • Cinta di Balik Singgasana   Kesadaran yang Kembali

    Embun pagi turun pelan-pelan di halaman dalam istana. Di sudut sebuah ruangan kecil berbau akar-akaran, Raka Wijaya membuka matanya. Atap anyaman daun kelapa yang rapuh menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya. Udara di sekelilingnya dingin, lembab, dan setiap helaan napas terasa berat, seolah paru-parunya berkarat. Ia mencoba bergerak, namun tubuhnya menolak. Hanya rasa sakit samar yang mengingatkan bahwa ia masih hidup. Suara langkah ringan mendekat. Lalu sebuah suara—pelan, namun jelas. "Dia sudah sadar." Raka melirik ke samping. Seorang tabib tua berjenggot putih duduk di bangku kecil, membalik halaman sebuah kitab daun lontar. Di sampingnya, berdiri seorang pemuda muda berbaju coklat kusam, mungkin pembantunya. Tabib mendekat, memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan Raka, lalu mengangguk puas. "Darahnya mengalir lagi dengan tenang. Nyawanya kembali berlabuh." Raka membuka mulutnya untuk berbicara, tapi hanya suara serak yang keluar. Tubuhnya seperti terkurung dalam be

  • Cinta di Balik Singgasana   Di Bawah Langit Yang Luka

    Udara malam di Istana Kawali terasa menggantung berat, seperti sebelum badai.Bulan sabit menggantung rendah, memantulkan cahaya pucat ke halaman istana yang kosong.Angin membawa aroma getir dari bunga kamboja, menciptakan kesan suram di antara tembok batu.Di dalam sebuah ruangan remang-remang, di balik dinding-dinding batu kokoh, terbaringlah Raka.Tubuhnya tak ubahnya mayat hidup — pucat, kurus, dan penuh luka.Dada telanjangnya dibalut perban kasar, beberapa di antaranya sudah berubah warna, bernoda darah yang menghitam.Napasnya terdengar berat, bagai kuda yang kelelahan di medan perang.Tabib istana berkali-kali membersihkan lukanya dengan air rebusan daun sirih.Setiap sentuhan di kulitnya yang terbakar luka membuat Raka menggeliat lemah, kadang merintih tak terdengar.Satu luka besar membelah dari bahu kanan ke sisi rusuknya.Luka itu dijahit dengan benang kasar, tiap tusukan jarumnya meninggalkan bekas ngilu yang terasa hingga ke tulang.Pagi yang kelabu baru mulai merangkak

  • Cinta di Balik Singgasana   Sidang di Balik Tirai Emas

    Ruang utama istana Galuh pagi itu dipenuhi aroma dupa dan wangi bunga kenanga yang dibakar dalam tungku-tungku perunggu. Tiang-tiang kayu jati besar berdiri kokoh, dibalut ukiran berlapis emas yang menggambarkan kisah leluhur dan kejayaan masa lampau. Cahaya matahari pagi menyusup dari sela-sela tirai sutra tipis berwarna kuning gading, membuat lantai batu andesit berkilau lembut seperti perak muda.Para pejabat tinggi sudah duduk berjajar rapi di kiri dan kanan, mengenakan pakaian resmi kebesaran dengan hiasan bulu merak dan batu permata di dada mereka. Para abdi istana berdiri menunduk di sisi ruangan, menjaga kesunyian yang sakral. Di ujung ruangan, singgasana Prabu Lingga Buana menjulang megah, dikelilingi tirai merah tua dan lambang kerajaan berlapis emas.Prabu Lingga Buana duduk dengan tenang, mengenakan jubah kebesaran berwarna hijau tua bertabur sulaman benang emas. Wajahnya serius namun berusaha menahan gejolak dalam dada—antara marah, bersalah, dan

  • Cinta di Balik Singgasana   Jejak yang Ditemukan

    Langit Mandalawangi menjingga keemasan ketika pagi benar-benar menggeliat. Kabut mulai mengangkat diri dari dedaunan, memperlihatkan jelas hamparan hutan yang rimbun dan jalan-jalan setapak yang basah oleh embun. Suasana masih hening ketika suara langkah kaki berat mulai terdengar mendekat dari arah timur. Langkah-langkah itu seragam, mantap, dan penuh wibawa. Rombongan pasukan Galuh akhirnya tiba—dua puluh prajurit berkuda dengan baju zirah berlapis dan ikat kepala logam berwarna keperakan. Di bawah panji kerajaan Galuh yang berkibar di depan rombongan, mereka melangkah dengan formasi yang rapi, membawa perintah langsung dari Sang Prabu. Di antara mereka, tampak seorang panglima muda bertubuh tegap dan bersorot mata tajam: Panglima Wira Atmandaru—salah satu prajurit terbaik yang dipercaya langsung oleh Sang Prabu untuk memimpin pasukan pencari Putri Dyah Pitaloka. Sementara itu, tak jauh dari pondok, Ki Wulung tengah mengambil air dari pancuran bambu ketika ia melihat rombonga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status