Share

3. Peter: Tidak Tertarik

Pintu kamar diketuk dan langsung terbuka, Andrey datang dengan nampan penuh makanan. Peter Zhukov masih berbaring terlentang di kasur dengan tangan sebagai bantalan. Setelah berminggu-minggu perjalanan, akhirnya ia mendapatkan tempat yang nyaman untuk beristirahat.

“Makan malammu, Jenderal,” ucap Andrey yang melangkah masuk.

“Ya,” jawab singkat Peter.

Kamar itu cukup bagus, ranjangnya bersih, dan ada kamar mandi dalam ruangan, tapi sayang tak ada meja kerja untuk menulis di sana.

Peter bangun dan duduk di samping ranjang. Ia menyambut Andrey yang hendak meletakan nampan yang berisi roti kayu manis dengan selai apel, semangkuk bubur gandum yang hangat, satu kentang rebus seukuran kepalan tangan, gelas kosong, dan botol anggur.

“Aku perlu meja untuk menulis,” ucap Peter.

Andrey meletakan nampan penuh makan itu di sebuah meja kecil samping ranjang. Dia melangkah mundur dengan sopan tanpa membelakangi Peter.

“Ya, Jenderal,” ucap Andrey dengan mengangguk dan pergi.

Peter kembali membaringkan tubuhnya, ia ingin beristirahat. Andai bisa, ia ingin sekali saja tidur nyenyak dalam hidupnya. Sejak setahun yang lalu, setelah kemunduran invasi Kerajaan Agelan, dirinya dan Kerajaan Erdan berbalik melakukan invasi serangan. Setiap harinya pertarungan terus terjadi tanpa henti, terlalu banyak rekan-rekannya yang telah tewas, dan bayang-bayang rekan-rekan yang gugur itulah menyebabkan Peter sering bermimpi buruk.

Pukul tujuh malam biasanya ia belum mengantuk. Akan tetapi kasur yang empuk, tubuhnya yang bersih setelah mandi, suasana ruangan yang hangat, dan bau roti kayu manis yang wangi, akhirnya membuat Peter terlelap dalam tidurnya. Mata Peter terpejam tapi dengan samar-samar ia mendengar suara truk.

Boom! Kepala Peter terasa berputar dalam kegelapan. Matanya terbuka dan ia tiba-tiba terbangun di dalam mobil yang terbalik. Kaca-kaca mobil pecah, pintu mobilnya tiba-tiba dibuka oleh seorang tentara Agelan. Ia mengenal tentara itu, prajurit tingkat kopral 1 yang sering ia suruh untuk mengantarkan surat, namanya Nestor Kostomoski.

Nestor menarik tubuh Peter dan berhasil keluar dari mobil yang terbalik.

“Apakah kamu baik-baik saja, Jenderal Zhukov?” ucap Nestor dengan panik.

Peter hanya bisa mengangguk, kemudian Nestor langsung memapah dirinya untuk menjauh dari kekacauan konvoi kendaraan. Tembak-tembakan terus terdengar dari segala arah, suara tembakan meriam dan peluru yang meledak terus menggetarkan tanah, dan teriakan-teriakan serdadu Erdan menggema dalam pikiran Peter.

Zleb. Peter mendengar sebuah bunyi letupan di samping telinganya. Tubuhnya yang dipapah tiba-tiba terhuyung jatuh. Ia terbaring di tanah dengan menatap wajah Nestor yang telah tertembak peluru.

“Nestor!” teriak Peter, tapi suara-suara letusan tembakan lebih keras terdengar.

Dor, dor, dor!

Peter terperanjat bangun dari tidurnya, arloji di jam tangannya menunjukkan pukul 07.45 malam. Kurang dari satu jam ia tertidur dan telah mengalami mimpi buruk. Bukan, itu kilasan nyata dari pengalamannya.

Tok, tok, tok! Peter menoleh dengan kaget ke arah pintu, suara ketukan membuatnya terbayang oleh suara tembakan dalam mimpinya tadi.

‘Andrey sialan,’ batinya dalam hati.

Tok, tok, tok! Pintu kamarnya masih diketuk, biasanya Andrey langsung masuk. Peter berdiri dengan kesal, mengapa ajudannya tak segera masuk, mengapa ia harus membukakan pintu pula?

“Ah!” Peter langsung bergegas membuka pintu, mungkin yang mengetuk pintu merupakan prajurit yang disuruh Andrey untuk membawa sebuah meja.

“Kau?” Peter membuka pintu dan langsung berbuah kecewa, tidak ada anak buah resimennya yang datang. Lagi-lagi pria menyebalkan itu datang.

“Selamat Malam, Jenderal Zhukov. Aku datang menepati janjiku,” ucap si muncikari itu.

Peter terkejut dengan ucapan si muncikari, niat mengiyakan tawaran siang tadi, hanya sekadar agar membuat si muncikari pergi. Peter tak menyangka bahwa omongan si muncikari itu bukanlah bualan, dia datang dengan seorang perempuan muda yang sangat cantik. Sayangnya Peter tidak tertarik untuk bercinta dengan perempuan Agelan itu. Ia hanya ingin tidur nyenyak sendiri, bila tidak, ia lebih menginginkan meja kerja untuk menulis.

“Bagaimana, Jenderal?” tanya si muncikari lagi. Dia tersenyum dengan bangga.

“Aku tidak tertarik,” ucap Peter yang langsung menutup pintu. Ia langsung melempar tubuhnya ke kasur, ia laki-laki normal yang masih menyukai wanita, tapi saat ini suasana hatinya kurang tepat. Kepalanya terasa sedikit berat, satu-satunya cara melepas beban pikiran itu dengan menulis.

Peter terbayang apa yang akan dia tulis nanti, ‘Si muncikari datang lagi, ia mengetuk pintu dan datang dengan seorang bidadari. Sekilas perempuan itu terlihat cantik dengan warna rambut pirang kecokelatan, sama seperti perempuan Agelan pada umumnya. Mungkin ia terdengar menyimpang karena menolak tawaran manis itu, tapi malam ini mimpi buruk datang lebih dahulu. Kali ini Nestor Kostomoski, si tukang surat.’

Tok, tok, tok! Pintu kembali di ketuk, Peter jelas merasa bukan Andrey yang mengetuk pintu. Ia bangkit berniat untuk mengusir si muncikari dan pelacurnya. Ia membayangkan alasan agar tidak dianggap menyimpang. Satu-satunya yang mungkin ia katakan bahwa dia tidak sudi bercinta dengan pelacur rendahan Agelan.

Peter membuka pintu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status