Share

4. Peter: Wangi Apel

Si pelacur berdiri dengan wajah memelasnya, si muncikari telah pergi. Perempuan itu memiliki wajah yang sangat cantik. Pipinya sedikit berisi dan bibirnya sangat tipis menggoda. Matanya bulat dengan manik mata cokelat muda, menyatu dengan warna pirang cokelat rambutnya. Dia mengenakan dress biru muda dengan motif berbunga-bunga yang membuatnya semakin cantik dipandang. Lekukan tubuhnya sedikit berisi, perempuan itu sungguh sempurna, tapi Peter tidak tertarik.

“Pergilah,” usir Peter dengan halus.

“A-aku mohon terima aku,” ucap perempuan itu dengan gemetar. Sejujurnya, jiwa laki-laki Peter sedikit tertarik dengan paras cantik dan suara lembut perempuan itu.

“Tidak, tidak. Aku bukan laki-laki seperti itu, Nona. Bila kamu ingin makanan atau uang, aku bisa memberimu sedikit, tapi pergilah,” ucap Peter. Kemudian ia sadar bahwa perkataannya mungkin terdengar bodoh karena menolak tawaran perempuan itu.

“Aku perlu obat,” sahut perempuan itu.

“Aku bukan dokter.”

“Kumohon.” Wajah perempuan itu semakin memelas.

Peter menghela nafasnya dengan kasar, obat sangat diprioritaskan pada tentara Erdan yang terluka. Makanan mungkin bisa dibagi tapi obat-obatan sangat terbatas. Pendiriannya jelas, ia tak akan mengizinkan obat-obat diberikan pada orang-orang Agelan.

“Obat hanya untuk tentara Erdan,” ucap Peter dengan menutup pintu.

“T-tunggu—”

Peter membanting pintu sedikit keras tapi tak terdengar suara kayu yang terbanting, ia merasakan sesuatu yang menganjal di pintu.

“Argh!” pekik suara perempuan terdengar.

Peter spontan membuka pintu itu lagi. Perempuan itu telah menarik tangannya dengan meringis kesakitan. Matanya berkaca-kaca, dia tetap cantik meski wajahnya penuh kesedihan dan kesakitan. Jarinya mungkin tak sengaja terjepit pintu.

“Kamu tidak apa-apa?” ucap Peter dengan rasa bersalah.

“Sakit,” suara perempuan itu terdengar lebih panjang dan sedikit manja, atau mungkin hanya perasaan Peter saja.

“Maaf.”

“Aku perlu obat,” suara perempuan itu seperti meminta obat untuk dirinya sendiri, atau mungkin hanya perasaan Peter saja.

“Aku minta maaf, tapi lukamu hanya terjepit pin—”

“Untuk Ayah,” sela perempuan itu.

Pendirian Peter masih kokoh. Bagaimana jika Ayah perempuan itu adalah seorang gerilyawan? Bagaimana bisa Ayahnya terluka atau sakit, dari mana lukanya? Bagaimana mungkin seorang perempuan mudah mau menukar segala yang ia punya hanya demi sebuah obat yang belum tentu menyembuhkan Ayahnya? Tiba-tiba Peter merasakan persekongkolan licik antara perempuan itu dengan si muncikari tadi.

Suara langkah kaki di anak tangga terdengar melangkah naik. Peter berharap Andrey yang datang, syukur-syukur dia membawa meja untuk menulis itu. Jika tidak, setidaknya ia bisa memberi perintah pada Andrey untuk mengusir perempuan ini.

“Jenderal Zhukov, apakah Anda sudah selesai dengan perempuan itu? Aku tak keberatan bila harus menunggu dan mendapat sisa darimu, Jenderal,” ucap Mayor Nezhkov yang tidak disangka-sangka datang.

Peter mengerutkan alisnya saat melihat tampang bejat laki-laki itu. Ia dengar dari Andrey, setiap desa atau kota yang disinggahi mayor itu dan pasukannya, mereka terkadang menjarah beberapa warga atau memperkosa beberapa wanita. Peter membenci sikap tak bermoral itu. Akan tetapi ia tak bisa menghukum mereka karena hanya akan mengurangi jumlah pasukan.

“Dia milikku, tak kuizinkan siapa pun menyentuhnya,” ucap spontan Peter tanpa pikir panjang. Sikapnya hanya tak ingin mengiyakan perbuatan tak bermoral yang ingin dilakukan mayor itu.

Ekspresi wajah Mayor Nezhkov berubah menjadi masam. Ia tersenyum dengan kecewa, “Aku menghormatimu, Jenderal.”

Peter menarik lengan perempuan itu, kulitnya terasa sungguh lembut dan tubuhnya terasa ringan. Perempuan itu sedikit memekik kaget, langkahnya sempoyongan karena tarikan Peter.

Tangan kiri Peter juga langsung menutup pintu, kini ia mendengar suara bantingan pintu cukup keras. Saat itu pula perempuan itu menubruk dada Peter dengan pelan, tapi kepalanya memantul, dan tangan kiri Peter spontan mencegah kepala perempuan itu terbentur ke dinding.

Peter merasakan rambut perempuan itu sangat lembut dan lebat. Ia mencium semerbak parfum berbau buah apel yang manis dan segara, perempuan itu sungguh wangi. Wajah mereka sangat dekat, tinggi perempuan itu tak lebih tinggi dari hidung Peter. Ia harus sedikit membungkuk dan perempuan itu sedikit mendongkak ke atas, entah mengapa mereka melakukan itu semua.

Semerbak wangi apel yang baru dipetik menghipnotis Peter untuk menelusuri asal baunya. Ia pikir wangi itu berasal dari bibir tipis atau mungkin dari pipi merona itu.  Wajah Peter semakin dekat, hidungnya  mengendus tepat di pipi perempuan itu.

Semerbak bau apel semakin banyak.

Tebakan Peter benar, wangi apel itu berasal dari pipi perempuan itu. Kulit wajah perempuan itu terasa lembut dan dingin, Peter terbayang buah apel yang segar. Andai perempuan itu adalah sebuah buah apel, ia ingin mencicipnya dengan satu gigitan kecil. Tak sengaja ia mengecup pipi itu dengan lembut.

Peter ingin lebih, ia menarik wajahnya tapi langsung mencium bibir perempuan itu lagi. Ia pikir ciuman itu akan terasa seperti menggigit apel segar yang berair. Sayangnya, bibir itu terasa kering dan tak ada tekstur apel segar. Tapi rasanya lebih enak dari pada menggigit buah apel.

Terasa lembut, kenyal, dan sedikit hangat.

Peter menarik wajahnya, ia ingin lagi. Akan tetapi, lengan perempuan itu menahannya dan setetes air mata mengalir ke pipinya. Peter terbayang perbuatannya tadi sama buruknya dengan Mayor Nezkov dan kompi prajuritnya. Ia pun mundur, “Maafkan aku, kamu bisa pergi.”

Sesaat kemudian, Peter melangkah maju, ia mencoba membukakan pintu tapi tubuh perempuan itu tiba-tiba bergeser untuk menahan pintu agar tidak terbuka. Ia tak mengerti pada sikap perempuan itu. Mungkinkah perempuan itu menginginkannya lagi, Peter tak keberatan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status