Home / Romansa / Cinta di Ranjang Jenderal / 6. Navila: Hidup Untuk Erdan!

Share

6. Navila: Hidup Untuk Erdan!

Author: Jinada
last update Huling Na-update: 2021-12-21 21:15:33

Jenderal itu menutup pintu tanpa menguncinya. Dia memandu Navila berjalan turun. Di lantai tiga hanya ada koridor sepi dan kamar-kamar tertutup, Navila pikir lantai paling atas ini khusus ditempati oleh para perwira tinggi seperti jenderal dan mayor itu.

Di lantai dua, ruangannya lebih luas dan ada meja makan yang sangat besar. Hanya ada seorang prajurit yang berbaring santai di lantai dengan bantalan tas. Dia langsung berdiri dengan sikap siap saat melihat jenderalnya.

“Hidup untuk Erdan!” ucap prajurit itu sedikit berteriak. Dia mengepalkan tangan kanannya dan menaikkannya hingga sejajar dengan bahu, salam khas tentara Erdan.

“Hidup untuk kedamaian,” balas sang jenderal dengan mengeluarkan tangannya dari balik mantel. Dia juga mengepalkan tangan kananya untuk membalas salam itu.

Jenderal itu kemudian melangkah turun ke lantai satu. Ada sebuah perapian dengan nyala api yang hampir padam dan ada sisa botol anggur di meja dekat perapian itu. Dibandingkan lantai-lantai yang lain, ruangan itu paling hangat.

Jenderal itu melewati ruang perapian itu begitu saja, ia mulai membuka pintu untuk keluar. Udara dingin langsung menerpa wajah Navila, ia langsung bersedekap agar lengannya tetap hangat.

Di remang-remangnya lampu teras, seorang pria sedang berdiri menghadap langit malam yang berawan. Asap rokok mengepul di sekitar wajah pria itu.

“Jenderal Zhukov,” sapa Tuan Deus berseri-seri.

Raut wajah Tuan Deus tiba-tiba berubah menjadi canggung. Dia melangkah mendekat dengan rentetan pertanyaan. “Dia masih perawan bukan? Aku memilihnya khusus untukmu, Jenderal. Maaf bila dia kurang terlatih, dia tak bersikap kasar, bukan?”

“Aku akan membayarmu nanti,” jawab singkat jenderal itu.

Tuan Deus membuang puntung rokoknya, ia mencoba bersikap sopan di hadapan jenderal itu. Dia menggelengkan kepalanya, “Kerajaan Erdan telah membayarku. Aku harap Anda bersedia merekomendasikanku nantinya, aku siap setia padamu, Jenderal. Bila kamu butuh gadis lagi atau telah bosan, aku siap membantu.”

“Dia cukup,” lirik jenderal itu ke Navila.

Navila tak mengeri tentang percakapan yang mereka maksud, ia tak mengerti tentang tawar menawar itu. Yang dia tahu, Tuan Deus melakukan pekerjaannya menjadi muncikari seperti biasa. Navila tak mengerti dengan ungkapan jenderal itu yang mengatakan ‘dia cukup’.

“Aku sempat khawatir bila membuang gadis ini ke tangan prajuritmu, Jenderal. Berlian ini pantas untukmu.” Tuan Deus melambaikan tangannya dengan penuh sanjungan.

Navila bergidik ngeri, perkataan Tuan Deus tepat terucap saat dirinya tak sengaja melihat dua orang tentara bejat yang menjengkelkan itu. Kemudian jenderal itu melangkah tanpa sepatah kata pun, Navila mengikutinya dan mulai melangkah keluar dari teras.

“Malam ini hujan salju pertama, Jenderal. Seperti cerita orang-orang Erdan, kalian akan hidup bahagia!” ucap Tuan Deus penuh semangat.

‘Itu buruk!’ pikir Navila. Orang-orang Erdan percaya, bila sepasang kekasih saling berpelukan di bawah hujan salju pertama di musim dingin, maka mereka akan terus hidup bersama, menikah dan saling mencintai sampai tua. Ada yang mengartikan bila bercinta di malam itu, ada yang mengartikan cukup saling berpelukan atau berciuman saja di malam itu.

“Hidup untuk Erdan!” ucap dua orang prajurit yang kompak. Perkataan mereka mengagetkan Navila.

“Hidup untuk kedamaian,” jawab sang jenderal pelan.

Dua tampang bejat tentara itu kembali memandang ke arah Navila. Setelah sang jenderal menurunkan tangan dan membalas salam, mereka kembali tersenyum seperti binatang buas.

Navila memalingkan pandangannya, ia sedikit setuju dengan ucap Tuan Deus, sesungguhnya dirinyalah yang beruntung tidak dibuang ke dua prajurit berwajah bejat itu. Betapa buruknya, bila itu dilakukan di malam hujan salju pertama.

Udara malam berhembus semakin dingin, Navila masih bersedekap dan menggosok-gosok lengannya yang kedinginan. Ia berjalan tepat di belakang tubuh sang jenderal, lumayan menghalau udara dingin yang menerpa dari arah depan. Tiba-tiba tubuh besar pria itu berhenti.

Navila tak sempat menghentikan langkahnya, ia menubruk tubuh sang jenderal. Punggung jenderal itu terasa keras dan kaku, mantel kulit hitamnya terasa sangat dingin. Sang jenderal tiba-tiba berbalik, dia telah melepas kancing-kancing mantelnya.

Sekelebat bayangan hitam menutupi pandangan Navila, ia langsung menutup matanya karena ketakutan. Ia merasakan sebuah kain hangat menutup tubuhnya. Saat Navila kembali membuka mata, ia melihat jenderal itu telah berbalik dan melepas mantel hitamnya.

Dua tangannya menjulur ke depan, Navila harap itu bukan sebuah pelukan di malam hujan salju pertama seperti ucapan Tuan Deus tadi.

Jenderal itu sedang mengaitkan sebuah kancing di mantel yang telah berpindah ke Navila. Ia merasakan mantel itu sedikit berat, tapi mantel bagian dalamnya terasa lebih lembut dan hangat dibandingkan selimut di rumahnya. Mantel itu sedikit bau keringat, tapi Navila tak keberatan karena sangat hangat.

“Terima kasih,” ucap Navila kepada sang jenderal.

Dari dekat wajah jenderal itu terus menatap ke wajah Navila. Ia tak keberatan bahkan bersedia memberikan lebih dari ciuman, selama Navila mendapatkan obat untuk ayahnya. Navila pun membalas tatapan itu sebagai tanda bersedia dan pasrah. Saat gerak wajah jenderal ingin mendekat, tiba-tiba jenderal itu membuang mukanya dan berbalik.

Jenderal itu terus berjalan tanpa sepatah kata pun, ia hanya beberapa kali berbicara saat membalas salam dari anak buahnya. Navila rasa jenderal itu seorang yang pendiam. Dia mungkin orang yang sangat kuat karena punggungnya sangat keras dan kokoh. Cara berjalannya tegap dan sorotan matanya selalu waspada, mungkin jenderal itu seorang yang tegas.

Sekilas telapak tangan jenderal itu terlihat luka kapal bekas dari memegang senjata yang cukup lama. Navila sulit mengira-ngira sosok jenderal itu sekarang, umurnya masih muda dan banyak bekas luka di tangan seperti seorang tentara-tentara di baris terdepan.

Jika benar, dia bukan seorang jenderal yang duduk santai di balik meja kerja yang nyaman. Mungkin jenderal itu seorang sosok tentara sejati bagi Kerajaan Erdan, mungkin pula dia merupakan sosok jenderal kejam yang telah banyak membantai bagi Kerajaan Agelan.

Seorang tentara dengan ban lengan putih dan palang merah terlihat masuk ke dalam sebuah bangunan, dia seorang tentara medis. Navila merasa semakin dekat ke tempat yang dituju jenderal, ia yakin akan segera mendapatkan obat.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Cinta di Ranjang Jenderal   21. Gerilyawan Raja?

    Mata Adeline melotot, “Navila kamu tidak serius bukan?”Ia menganggukkan kepala.“Aku tidak melarangmu jatuh cinta, tapi coba pikirkan suasana saat ini,” ucap Adeline dengan khawatir.Ada salah paham dalam percakapannya, ia tak bermaksud mengiyakan soal jenderal itu. Tapi membulatkan tekadnya lagi untuk mendapatkan obat. Bahkan, meski nanti malam tak ada truk yang mengantar para pelacur dari kota, ia tetap akan berusaha untuk mendapatkannya segera.“Bukan itu maksudku,” jawab Navila. Ia diam sebentar, menimbang harus mengatakan rencananya pada Adeline atau tidak, “Aku akan melakukannya lagi, aku harus kembali ke sana untuk mendapatkan obat.”“Kita pikirkan besok.” Ekspresi wajah Adeline sedikit berubah, kekhawatirannya mengendur. Besok barulah para pelacur dikirim kembali, biasanya dua hari sekali dan sudah berlangsung selama hampir 3 minggu ini.Navila menganggukkan kepalanya, lima

  • Cinta di Ranjang Jenderal   21. Navila: Cemburu

    Di dalam bak truk yang mengangkut para pelacur pulang, Navila hanya diam dan menggenggam erat kantong obatnya. Adeline sayup-sayup tertidur bersandar di bahunya, beberapa perempuan juga kelelahan dengan tertidur dalam mantelnya yang hangat, dan beberapa yang lain tampak tertawa atau menikmati rokok mereka.Di seberang tempat duduknya, Alisa tampak sedang berbisik serius dengan Gia, Navila merasakan hal buruk dari bisikan yang tak terdengar itu. Tiba-tiba mata Gia melotot, seperti terkejut dan kesal, ia melirik ke arah Navila dengan tatapan tajam kemudian berbisik pada Illona. Perasaan buruk Navila semakin menjadi-jadi karena tiga perempuan itu jika disatukan biasanya akan merundung dirinya.“Dia melakukannya dengan seorang jenderal?” ucap Illona kaget saat mendapat bisikan dari Gia.“Sialan, meskipun jenderal itu bandot tua, dia hanya anak baru, bisa-bisanya dia langsung mendapatkan posisi dengan seorang jenderal,” gerutu Illona lagi. Mes

  • Cinta di Ranjang Jenderal   20. Peter: Di mana Batalion 805!

    “Bagaimana dengan Batalion 805?” tanya Peter. Batalion itu merupakan salah satu kunci dari operasi ini karena mereka berisikan beberapa kendaraan lapis baja. Jika beruntung, harusnya ada 12 tank dalam batalion itu.Wajah mayor itu tampak pucat, setelah mendengar pertanyaan itu. Dari pengalaman Peter, mungkin mayor itu tahu atau memiliki informasi.“Dari informan kami di lapangan, Batalion 805 tidak menemui titik temu seharusnya,” ucapnya semakin pucat.“Maksudmu?” Itu benar-benar kabar yang sangat buruk, seharusnya Batalion 804 dan 805 bertemu bersama dalam sebuah kota.“Para prajurit dari batalion 804 mengalami pertempuran yang sangat berat,” ucap prajurit tersebut. Peter sedikit tak mengagasnya, ia berbalik dan kembali ke tempat ranselnya. Sambil berjongkok ia merogok-rogoh ke dalam tasnya, perasaannya di penuh campur aduk. Kekhawatiran, rasa penasaran, dan tanggung jawab menjadi tak karuan karena batalion

  • Cinta di Ranjang Jenderal   19. Peter: Aku Harap Perang Segera Berakhir

    Peter membasuh tubuhnya dengan kain yang dicelupkan dalam ember. Itulah cara mandinya selama ini, hanya dengan membasuh keringatnya tanpa mengguyur dengan air. Ia mulai mengelap tubuhnya dengan handuk bersih yang sebenarnya tidak ia duga bahwa Andrey bisa mendapatkannya.Ia mengelap wajahnya, ketika handuk itu menyentuh bibirnya, tercium pula bau apek bekas badanya. Ia teringat kejadian malam tadi, si gadis apel dengan wangi parfumnya, tapi bagaimana dengan bau dirinya sendiri? Rasanya dia telah menjadi laki-laki yang buruk, semoga si gadis apel tidak merasa kecewa dengan bau dirinya.Agendanya hari ini, ia berniat untuk mengecek kondisi dari Batalion 803 yang baru saja tiba. Lima ratus prajurit yang selamat artinya cukup banyak yang masih hidup sejak Operasi Tsunami dimulai. Sebuah serangan besar-besaran dan terpusat dilakukan menuju Kota Kostrov— Ibukota Kerajaan Agelan.Jam di tangannya menujukan pukul 07.05, artinya pula sepuluh menit lagi apel p

  • Cinta di Ranjang Jenderal   18. Navila: Siapa Adeline Sebenarnya

    “Aku baik-baik saja,” jawab Adeline dengan senyum palsu dan manik mata yang berkaca-kaca. Navila kini sedikit paham bahwa sesungguhnya Adeline tak ingin menceritakannya, lagi pula ia tak ingin memaksa.Navila menggenggam tangan Adeline dengan dua tangannya, sama seperti Adeline ketika menguatkan dirinya saat turun dari truk.“Aku harap perang ini segera berakhir,” ucap Navila. Tiba-tiba Adeline menatap Navila dengan mata berkaca-kaca yang rapuh. Air mata Adeline mulai mengalir, Navila tak begitu mengerti mengapa sahabatnya itu tiba-tiba menangis. Bukankah harapan yang ia ucapkan tadi adalah baik?Navila makin menggenggam erat Adeline. “Ayo, kita segera pulang.”Mereka terus berjalan di jalan yang sedikit bersalju. Dinginnya udara menerpa wajah mereka dan hampir membekukan kaki Navila yang tak tertutup roknya. Para tentara Erdan yang tidur di pinggir-pinggir koridor dan halaman mulai terbangun. Matahari di ufuk timur mas

  • Cinta di Ranjang Jenderal   17. Navila: Bagaimana Malammu?

    “Apa yang dia katakan?” tanya ulang sang jenderal itu. Navila mencoba berpikir sejenak, ia tak mungkin mengatakan perkataan Adeline yang menebak seolah tahu perasaannya.‘Jangan sampai kamu jatuh cinta,’ bisik Adeline tadi dengan bercanda.Bagaimana bisa Adeline tahu? Apa dia hanya bercanda? Apa dia juga berpikir bahwa jenderal itu tampan juga? Entah mengapa pikirannya berkecamuk sendiri. Sang jenderal itu masih menanti jawaban, sedangkan Navila masih memikirkannya.“D-dia bertanya, apakah aku akan kemari lagi?” bohong Navila.“Seperti itu? Baguslah, tempat ini sangat buruk itu perempuan sepertimu,” ucap sang jenderal dengan nada kecewa.Mereka diam sejenak di pintu yang setengah terbuka. Udara dingin sedikit menerpa lengan Navila, tapi ia mencoba tetap kuat. Ia tak ingin terlihat sedikit lemah atau kedinginan, ia tak ingin merepotkan lagi jenderal itu.Suara Adeline yang sedikit lantang bahkan

  • Cinta di Ranjang Jenderal   16. Peter: Jadi, Namanya Navila

    ‘Aku juga menyukaimu,’ batin Peter. Ia terdiam beberapa saat di anak tangga.Si gadis apel tampak semakin penasaran, “Ya, Jenderal?”“Kamu juga orang baik, aku harap kamu tak kemari lagi,” ucap Peter datar.“Baik,” ucap si gadis apel yang terlihat sedikit tidak senang.Apa salahnya? Peter tidak ingin melihat perempuan itu melacurkan dirinya seperti lainnya. Ia kembali menarik genggaman tangan itu dan melanjutkan langkah mereka. Di lantai satu, ruang itu terasa hangat meski api perapian hanya menyisakan sedikit bara. Tak ada seorang pun di sana.Peter pun membuka pintu, angin dingin langsung menerpa wajahnya, dan si gadis apel itu tiba-tiba melepas genggaman tangan mereka. Ia menoleh, tampak si gadis apel langsung melipat tangannya karena hawa dingin yang datang. Ia pun kembali menutup pintu tapi tak begitu rapat.“Aku akan mengambilkan mantel untukmu,” ucap Peter.“Tida

  • Cinta di Ranjang Jenderal   15. Peter: Bangun Tidur

    Peter mulai terbangun. Hidungnya terasa geli karena sebuah helai rambut dan wangi parfum apel yang kembali tercium. Ia sadar sedang tidur dengan si gadis apel. Gejolak hasratnya seperti ingin meledak tadi malam dan bahkan masih belum turun hingga ia bangun. Bahkan hasrat kejantanannya terus terangsang. Ia pria normal tapi tetap mencoba menjaga sikap.Ada yang berbeda dari bangun tidurnya kali ini, kepalanya tidak terasa pening. Ia merasakan tidur nyenyak untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan. Meskipun ia sempat bermimpi buruk tadi malam, tapi ia tidak lagi bermimpi buruk setelah si gadis apel menemaninya tidur. Sungguh aneh pikirnya.Peter membuka matanya, wajah perempuan itu sangat dekat. Si gadis apel juga tertidur nyenyak, matanya terpejam dengan indah dan bibirnya tak merapat sepenuhnya. Semakin lama ia memandang wajah cantik dan bibir manis itu, gejolak hasrat Peter semakin sulit tertahankan.Tangannya masih merangkul pinggang perempuan itu. Ia

  • Cinta di Ranjang Jenderal   14. Navila: Berpelukan

    Navila kembali ke posisinya seperti tadi, ia duduk di samping jenderal itu dengan mengelus-elus lengan sang jenderal. Ia tak merasa keberatan, mungkin cara itulah bagi Navila untuk membayar harga obat yang dia minta. Lagi pula, ia senang bisa lebih lama memandang wajah tampan itu sebelum pergi. Mungkin, esok ia tak akan kembali ke kamar sang jenderal. Ia sudah mendapatkan obat dan tak memiliki niat kembali ke benteng Esthaz. Sebenarnya, ada sedikit harapannya ingin bertemu kembali pada sang jenderal.Lima menit berlalu, ia sedikit merasa bosan. Karena itu, ia mencoba bersenandung, berharap sang jenderal itu lekas tidur seperti ibunya yang meninabobokan Navila ketika kecil.Tidur, tidurlah burung kecilDi bawah pohon rindangBerselimut angin sejukDisenandungkan padang rumputTidur, tidurlah burung kecilLangit biru terbentang luasPertualangan esok akan hebatTerbang, terbanglah dengan bebas

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status