Beranda / Young Adult / Cinta itu Love / Bab 6. Dengan Siapa?

Share

Bab 6. Dengan Siapa?

Penulis: Azzurra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 23:29:31

"Aduhh ... Mati gue," Aku memejamkan mata, terlihat Irma tersenyum kikuk melihat expresiku.

"Lagi ngobrol apa? Kaya rahasia?" tanya lelaki berperawakan tinggi ini. Menaruh bobot tubuh di sebelahku, juga menaruh sebuah novel di atas meja.

Melihat cover novel incaranku ada di atas meja seketika netraku berbinar. "Akhirnya elo dapet juga ini buku Bang?" tanyaku sumringah.

"Apa sih yang nggak bisa buat kamu," ucap Exel masih mode datar, di lihat dari expresinya sepertinya dia sedang tak baik-baik aja.

"Siang jalan yuk," ajak Exel lagi.

"Hayo!!" Irma menyahut sumringah ajakan Exel. Netranya berbinar menatap Excel

Lelaki ini bangun dari duduk memasukkan tangan ke saku celana, berdiri menatapku. "Ajakin tuh Laras, kalo dia nggak ikut elo yang traktir gue." Dengan santai Exel meninggalkan kami.

Irma hanya menatap Exel tanpa kata. "Apa maksudnya coba, kalo elo nggak ikut gue yang harus traktir dia!" Irma menatap punggung Exel dan aku bergantian. Aku terkikik melihat expresi kesal Irma.

"Kayanya dia lagi boring tuh mukanya," ujarku, membuka bungkus buku incaranku.Tak lama bel masuk berdentang. Kami bersiap menjalani rutinitas belajar seperti biasa.

Di tengah pelajaran tetiba perutku melilit. Aku terbirit izin ke kamar mandi, sepertinya waktunya datang bulan, perutku terasa di remas-remas. Setelah menuntaskan hajat aku keluar dari bilik kamar mandi, bercermin sesaat lalu beranjak menuju pintu, tetapi belum juga aku membuka pintu toilet terdenagr suara yang begitu familiar di telingaku.

"Jangan seperti ini, ini sekolah."

"Tidak di sekolah atau di manapun. Kamu memang takut aku dekati," suara seorang wanita, menjawab.

Aku menajamkan pendengaran berusaha menebak,milik siapa suara wanita itu. Tapi nihil aku belum pernah mendengar suara tersebut. Dari perbincangan mereka sepertinya Pak Bagas menghindar dari sentuhan wanita tersebut.

Tanganku masih memegang handle pintu, tetiba pintu terdorong dari luar, seraut wajah tak aku kenali menatapku, sesaat terlihat dia terkejut mendapatiku berada di sini, lalu dia berjalan masuk ke dalam bilik kamar mandi.

Di luar tak lagi ku dapati sosok Pak Bagas, rupanya dia sudah pergi.

***

Bagaskara memandang punggung laras yang menghilang di ujung koridor sekolah. Bibirnya tersungging, sepertinya dia memiliki rencana terhadap Laras.

"Sudah? Ayo berangkat," sebersit suara membuyarkan lamunan Bagas.

Lelaki tampan ini mengangguk, mereka berjalan menuju parkiran.

"Sebentar ada yang tertinggal."

"Apa lagi yang ketinggalan?" tanya Maria, mengikuti Bagas yang jalan tergesa.

Laras dan Anti beriringan berjalan ke ruang guru mengambil buku atas suruhan Bu Marni, selintas netra bulatnya menangkap sosok Bagas sedang berjalan dengan seorang wanita. "Itu bukannya perempuan yang tadi," gumam Laras.

“Eehh. Anti itu Pak Bagas sama siapa?” tanyaku pada anti menunjuk arah Pak Bagas berada.

“Gak tau, weehhh cantik banget, kayanya bakalan kalah saing niihhh,” ucap Anti menyenggol lenganku.

Udah jadi rahasia umum anak-anak sekelas, kalo aku naksir Pak Bagas.

“Waduuuhhh berabe niiihhh, saingan gue kelas kakap, Ti." Ku senggol lengan Anti juga.

“Mau ke mana mereka? Ko kaya ke arah parkiran,” tanyaku pada gadis yang berjalan beriringan denganku, dan yang ku tanya hanya menggendikan bahu, tak peduli.

Selama jam pelajaran Bu Marni pikiranku berkelana, bayangan Pak Bagas dan wanita cantik yang tadi ku lihat berputar di kepala. Materi yang di sampaikan Bu Marni tak ada satu pun yang nyangkut di kepala, dalam pandanganku Bu Marni seperti berbicara tanpa suara. ingin rasanya bertanya pada Irma. Namun, sepertinya Irma sedang tidak mood bicara.

“ Ma gue traktir yuk, shake coklat ama cilok pedes,” ucapku menarik tangan Irma menuju kantin.

“Diihhh. Gue gak suka cilok,” ucapnya.

"Jangan suka sama cilok, itu benda mati, berabe kalo elo sampe suka." Aku terkikik.

Irma memutar bola mata malas, rupanya moodnya memang lagi ambyar hari ini.

“Kita ke kantin, yuk!!" ajakku, sambil menarik tangan Irma, dengan malas dia mengikuti, langkahnya lemah, tangannya mengait di lenganku, kepalanya menyandar di bahuku.

"Biasanya kalo mood lagi nggak baik, minum es coklat dingin, plus sebatang coklat batang, ditambah sebungkus cilok pedas, mood jelek langsung minggat." cerocos ku.

Aku sodorkan makanan yang barusan aku beli, Irma meraih es coklat, menyedot cepat hingga isi tinggal separuh. Bola matanya yang tadi sayu sedikit melebar, setelah itu menggigit coklat batang yang juga aku belikan.

"Enaaakkk 'kan?” tanyaku pada Irma yang sudah menghabiskan segelas shake dan sebatang coklat.

“Tambah syeegeeerrr kalo setiap hari," jawabnya, senyumnya sudah mulai terbit.

Uuuu... Aku memonyongkan bibir. "Udah enakkan?" tanyaku. Irma mengangguk, senyumnya cerah.

“Sekarang cerita ke gue, lo ada masalah apa?” tanya ku antusias siap mendengarkan curhatannya.

“Siapa bilang gue punya masalah!!” ucap Irma melotot, bola mata hitamnya menatapku.

“Laahhh ... Tadi lo bilang lagi, BT." Dahiku mengernyit, penasaran.

“Kan, gue bilang lagi BT, bukan lagi punya masalah, gue baru dateng bulan jadi rasanya gue lagi BT, 'aja,” ucapnya slow tanpa beban.

“Ya Allah ... jadi gue kena prang lagi, terus, rugi lagi doonng gue traktir elo." Jiwa pelit bin perhitunganku keluar.

“Jadi pahala laahhh, menyenangkan teman, 'kan perbuatan baik,” ucapnya sambil bangun dari tempat duduk ngeloyor pergi.

Aku lagi-lagi dibuat melongo, nggak kaka nggak adik kerjaannya bikin aku melongo. Apa gue yang terlalu bego ya? Aku bertanya-tanya pada diri sendiri. Bodo amat lah, pusing kalo dipikirin. Aku bangun dari duduk mengikuti Irma yang terlihat sudah menjauh tak menghiraukan aku yang masih syok.

“Ma tadi gue liat Pak Bagas, pergi sama perempuan," ucapku pada Irma saat aku mensejajari langkahnya.

“Liat di mana?” tanya Irma.

“Tadi pas ambil buku Bu Marni,” jawabku.

“Siapa ya? Gue beneran ga tau temen-temen cewe kaka gue, dia gak pernah bawa cewek ke rumah soalnya,” ucapnya seperti berfikir. “Gue juga 'kan ga pernah cek-cek hp nya, bisa kena semprot kalo cek-cek hp-nya,” ucap Irma lagi, sepertinya dia berfikir keras mencoba mengingat.

“Yang gue heran ko mereka bisa ada di sini, barengan.“ ucap ku pada Irma, Irma hanya menggedikkan bahu.

"Duh Irma sekali-kali ikut mikirin kenapa? bantuin gue." Ingin rasanya aku ngereog di sini

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta itu Love   Bab 104

    Dewi menggeleng. "Mamih nggak izinin kamu bertemu Laras sampai kalian sama-sama bisa menjaga diri." Dewi berkata pelan tetapi tegas. "Mih, aku ...""Sudah Nak Excel. Sekarang pulang, lanjutkan study, jika kamu sudah siap menjaga Laras, mamih nggak akan menghalangi.""Mih, izinin, aku ketemu Laras sebentar."Dewi menggeleng. "Kalian sudah banyak menghabiskan waktu berdua." Dewi bangun dari duduk menuju pintu membuka lebar meminta Excel meninggalkan rumahnya. Excel mencium tangan Dewi. "Mih, akan aku buktikan aku bisa menjaga Laras di kemudian hari."Lelaki ini gegas meninggalkan rumah Laras dengan perasaan hampa dan terluka. Dia khawatir akan masa depannya dengan Laras. Tetapi setidaknya satu masalah selesai. Kini dia tak akan lagi memiliki kegelisahan yang harus di tutupi hingga menimbulkan masalah baru. "Mak." Laras keluar kamar menatap Dewi. "Mamih nggak habis pikir sama kamu, di beri kebebasan tapi berbu

  • Cinta itu Love   103

    Excel kembali masuk ke dalam kamar membaca pesan yang di kirim Niken. Lalu memesan makan. Hingga makanan yang dia pesan datang lelaki ini tak juga keluar kamar, dia sedang memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya dengan Niken. "Bang." Laras melongok ke dalam kamar. "Kamu pesan makanan?" "Iya, udah datang ya. Ini bayar dulu." Excel mengambil kartu dari dompetnya menyerahkan pada Laras. Gadis ini mengambil kartu membayar makanan, lalu menata makanan di atas meja. "Wah Babang memang top banget, dia tau aja makanan kesukaan kita," ujar Irma. "Ras buruan panggil laki lo, jadi laper gue," ujar Alya. "Bang." Lagi Laras memanggil Excel. "Buruan keluar, di tungguin ama yang lain."Excel mengangguk, keluar dengan bergandengan tangan, lelaki ini menatap tiga perempuan di meja makan. Bibirnya tersungging. "Ya ampun, punya bini 4 begini asik kali, ya," pikir Excel. "Aduh, Yang. Kenapa nyubit." Excel meringi

  • Cinta itu Love   Bab 102

    Roy menarik Niken untuk pergi. "Cel kalo lo nggak dateng besok, pertama yang bakal gue kirimin vidio ini nyokap nya, Laras."Dada Excel turun naik, menahan amarah. Excel kembali mengingat Laras karna pintu di gedor-gedor keras. Dia tak pedulikan ancaman Niken. "Boy matikan musik. Urus mereka, abis itu lo pulang jangan tidur di sini.""Oke, Bos."Bagi Excel minuman yang dia minum belum berefek apapun karna dia biasa minum dosis tinggi. Tapi bagi perempuan-perempuan ini mereka pasti langsung ngefly sampe ke angkasa, karna mereka belum pernah mengkonsumsi barang ini. Excel membuka pintu kamar, kembali mengendong Laras seperti kangguru. Satu kaki menutup pintu. "Bang, Kok di matiin, baru kali ini aku happy banget, kita joget lagi," rengek Laras. "Udah malem, udah pada pulang," ujar Excel. Laras menengok jam di atas nakas, "Baru jam 11.""Kita ngefly berdua aja di kamar. Nanti kalo Mamih tau berabe, kamu aku ajar

  • Cinta itu Love   Bab 101

    Tiga temannya ini fokus menatap Excel, merasa di perhatikan Excel menjentikkan jari. "Nggak usah berpikir mesum, gue nggak abis ngapa-ngapain. Noh Laras lagi tidur."Tiga perempuan ini gegas mengalihkan pandangan. Bibir terulas senyum malu, lalu kembali menikmati siaran televisi, enggan membahas. Tak lama teman-teman yang lain datang. "Hai Bro!!" Roy, Boy juga Niken menghampiri Excel yang sedang makan di meja makan. Mereka tos kepal. "Makan-makan," tawar Excel. Roy juga Boy gesit duduk, tangannya mengambil piring. Perutnya lansung terasa lapar melihat hidangan di atas meja. "Stoooppp ..." Irma berteriak menginterupsi kegiatan mereka. Duo pesuruh Excel ini terjingkat mendengar teriakan Irma. Irma merebut piring yang Roy dan Boy pegang. "Enak aja baru dateng langsung makan. Kita makan bareng-bareng." salak Irma. "Itu Excel makan." Tunjuk Boy. "Dia yang beli barusan. Lah kalian baru dateng!! Kita udah kumpul semua 'kan yuk kita doa dulu!" Seru Irma. "Eh bentar gue bangunin Lar

  • Cinta itu Love   Bab 100

    Bibir Laras melengkung malu, "Dia sampe ngibarin bendera putih, gue rayu nggak mau bangun lagi itunya."Irma membalikan tubuh menatap Laras yang duduk di sebelah kepalanya. Netranya mengerjab. "Berapa kali?" Laras menggeleng. "Nggak tau. Gue nggak ngitung."Irma duduk, makin penasaran gadis ini. "Selalu di bungkus nggak itunya Excel." Irma nyengir mendapat tatapan dari Laras. "Itung ... jadi ketauan main berapa kali semalem."Laras menoyor jidat Irma. "Penting banget ngitungin begituan." Irma terkekeh, mengikuti Laras yang pergi ke luar kamar, karna ponselnya berdering. "Hallo Al. Langsung naik aja." Setelah memberikan akses masuk Laras mematikan ponsel. "Ma, kita masak yuk, buruan beli bahan, pesen anter aja biar cepet."Irma meraih ponsel memesan apa saja yang di butuhkan. Alya keluar dari lift ikut bergabung request makanan apa saja yang akan mereka hidangkan. "Kita bikin tom yam aja, sama barbeqiu, yang lain food dilevery," ujar Laras. Mana bisa Laras dan teman-temannya masa

  • Cinta itu Love   Bab 99

    Laras sudah berpakaian rapih, dia berdiri menatap gedung tinggi di hadapannya. Rumah-rumah yang terlihat kecil, jalan raya yang selalu padat merayap. Excel keluar dari kamar mandi, dan laras hanya melirik enggan mendekat. Rasanya jantungnya masih bertalu jika melihat lelakinya berpenampilan seperti ini. Excel membuka pintu wardrobe. "Bang, ini udah aku ambilin."Lelaki ini berbalik. "Makasih ya."Laras mengangguk, menundukkan kepala. Malu melihat Excel. Mereka bangun siang hari ini karna semalam Laras memborbardir Excel. Laras menepati janjinya akan buat Excel terkapar sampai dia mengibarkan bendera putih. Mengingat semalam bibir Laras tersungging, dia sedikit berlari ke arah pintu. "Mau ke mana?" tanya Excel. "Mau masak mie, kamu mau?" tanpa menengok Laras menjawab. Excel mengangguk."Mau nggak??" tanya Laras lagi karna tak ada jawaban. "Iya, mau."Selama memasak Laras terus senyum-senyum juga tersipu. Dua mangkok mie telor plus sosis tersedia di meja makan. "Bang. Ayo buru

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status