Home / Romansa / Cinta karena Balas Dendam / Ziya Yang Keras Kepala

Share

Ziya Yang Keras Kepala

Author: Mkarmila
last update Last Updated: 2022-01-17 21:41:06

Ziya menghentikan tangannya yang sedang mengusap pipi Tegar dan langsung mengalihkan pandangan ke mata Bian yang juga memandangnya.

Untuk sesaat kedua mata saling memandang dalam diam.

Oek ... oek ... oek ...

Suara tangis Tegar membuyarkan dua orang yang saling terdiam itu.

“Cup, cup, sayang. Ini minum susu dulu ya!”

Ziya memberikan botol berisi susu pada mulut Tegar, dengan gerakan cepat Tegar mengenyot ujung botol susu tersebut. Seakan lupa dengan ucapan Bian, Ziya tidak mempertanyakan kembali.

“Saya boleh gendong?” tanya Bian dengan wajah tulus membuat Ziya lagi-lagi hanya bisa tertegun.

“Bapak bisa?” Ziya bertanya untuk memastikan keinginan Bian.

“Saya pernah gendong anak yang lebih besar dari Tegar, kalau seumuran dia belum tapi saya mau mencobanya,” sahut Bian penuh percaya diri.

“Kalau kamu gak boleh juga tidak masalah koq,” imbuh Bian lagi karena menunggu Ziya tidak juga menyerahkan bayinya.

Ziya memberikan Tegar pada Bian, refleks Bian langsung menerimanya. Secera tidak sadar wajah mereka saling berdekatan. Ziya langsung memundurkan diri saat sadar jarakna terlalu dekat. Dia selalu tidak percaya diri ketika ada seseorang menatapnya apalagi dari jarak dekat bukan tidak cantik tapi dia lebih cantik dari gadis pada umumnya di kampung itu.

“Menurut kamu, apa saya sudah pantas menjadi Ayah sambungnya ...?”

Bian tidak sempat berpikir panjang ketika kata-kata itu meluncur bebas tanpa hambatan dari bibirnya.

Ziya langsung membola matanya mendengar penuturan Bian. Secepat kilat dia membuang pandangan ke sembarang arah untuk menghindari tatapan Bian.

Namun sepertinya Tegar tidak bisa mudah beradaptasi dengan orang baru, buktinya bayi itu beberapa kali mengeliat dan sedikit merenggek.

Ziya langsung mengambil Tegar dalam gendongan Bian. Sikap yang sama ketika waktu itu Bu Dewi mengendong Tegar tapi keponakannya itu menangis.

Bian memahami situasi yang sedang dihadapi Ziya cuman ada kekhawatiran juga kalau nanti Ziya akan sulit percaya sama orang lain sedangkan dia mesti butuh bantuan orang lain. Seakan larut dalam pemikirannya sendiri Bian tidak mendengar panggilan Ziya.

“Pak ....”

Ziya memanggil pelan nama pria di depannya yang sepertinya sedang melamun itu.

“Pak Bian.” Ziya mengulangi panggilannya dan melambaikan tangannya di depan muka Bian. Baru seketika itu Bian tersadar.

“Eh, maaf,” ucap Bian cepat seraya memperbaiki posisi duduknya, merutuki dirinya sendiri bisa-bisanya dia melamun saat berada gadis yang dia sukai.

Keduanya saling terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi. Sebenarnya Ziya gadis yang periang namun ketika berhadapan dengan seorang pria dia jadi sulit mengexpresikan dirinya sendiri. Perlakuan tidak baik sang Kakak ipar pada Kakaknya membuat dia jadi ketakutan sendiri kalau dia akan mengalami nasib sang sama dengan Zoya. Makanya Ziya selalu membatasi pergaulannya dengan lawan jenis apalagi dalam agamanya tidak dibenarkan juga. 

Bu Dewi mendekat dan ikut duduk di samping Ziya ketika melihat dua orang yang saling terdiam.

“Pak Bian, silahkan dicicipi jangan dianggurin saja!” celetuk Bu Dewi yang membuat Ziya dan Bian kaget dan langsung menoleh pada sumber suara.

“Ah, iya,” jawab Bian tersenyum canggung pada Bu Dewi.

Bu Dewi dulu yang mencicipi kuenya di susul Bian. Merasa tidak enak hati, sudah disugguhkan tapi belum juga dimakan. Dengan adanya Bu Dewi suasana menjadi berubah sedikit santai tidak canggung seperti tadi.

“Restorannya bagaimana, Pak? Pasti kekurangan tenaga karena Ziya tidak masuk kerja?” terka Bu Dewi seraya melirik ke arah Ziya yang berwajah datar.

“Saya bisa memaklumin kondisi Ziya sekarang masih sedih Bu, jadi tidak usah khawatir masalah pekerjaan karena saya masih bisa menghandlenya,” balas Bian meyakinkan Ziya kalau semuanya baik-baik saja.

“Maaf ya, Pak. Saya juga tidak tahu apa masih bisa bekerja lagi di restoran. Tapi saya juga butuh-”

Ziya tidak mengatupkan ucapannya dan memandangi bayi tampannya. Seakan mengatakan bagaimana dengan Tegar kalau dia bekerja.

“Sudah, kamu tidak perlu pikirkan. Tegar biar Ibu yang jaga nanti kalau kamu pulang baru sama kamu. Bagaimana?” Bu Dewi langsung paham yang dimaksud Ziya. Gadis itu butuh kerja untuk mendapatkan uang tapi dia juga harus menjaga Tegar.

Mungkin benar juga yang dikatakan Bu Dewi, tapi apa dia bisa percaya dengan Bu Dewi untuk menjaga Tegar sedangkan dia sudah berjanji pada Zoya untuk tidak meninggalkan anaknya apapun yang terjadi.

“Maaf, Bu ...,” Ziya memandang ke arah Bu Dewi dan tidak melanjutkan ucapannya sambil menggigit bibir bawahnya tidak yakin mau membantah adalah pilihan yang benar. Setelah itu langsung beralih menatap Bian yang sedang menatapnya juga.

“Pak, mohon maaf sebelumnya kalau pertanyaan saya ini keterlaluan buat Anda?”

“Apa itu, Ziya?” tanya Bian penasaran melihat wajah Ziya yang cemas.

“Bisa tidak kalau saya bawa Tegar ke restoran?”

Bian memutar bola matanya mendengar ucapan Ziya. Masih belum paham pola pikir gadis di depannya ini. “Trus bagaimana kamu akan bekerja kalau Tegar bersamamu?” tanya Bian dengan hati-hati takut akan membuat Ziya berprasangka tidak baik. Karena umumnya perempuan akan sensitif ketika sedang bersedih.

“Tidak bisa Ziya!” seru Bu Dewi sedikit menaikkan suaranya tidak menyetujui ide Ziya yang konyol.

“Kamu mau gendong sama melayani tamu yang mau makan, hah?” imbuh Bu Dewi sedikit kesal dengan ola pikir Ziya.

“Bu, saya tidak bisa meninggalkan Tegar! Bagaimana janji saya dengan Kak Zoya,” jawab Ziya ketus.

“Iya, Ibu tahu tapi, Ziya. Tapi itu sama saja kamu mencelakakan Tegar kalau seperti itu!” bantah Bu Dewi dengan emosi. Dia tidak akan menyangka kalau Ziya begitu keras kepala.

“Sudah deh, Bu. Ini jadi urusan saya, dan jangan campuri lagi,” tegas Ziya dengan mengernyitkan kening sebelum memutar bola mata malas memandang Bu Dewi.

Bian dari tadi hanya diam saja tanpa bersuara, tapi melihat Ziya yang keras kepala begitu membuatnya gerah juga.

“Maaf, kalau mungkin saya akan ikut campur di sini. Akan tetapi yang dibilang sama Bu Dewi itu benar, kamu bisa membuat Tegar tidak terlindungi kalau seperti itu. Harusnya Tegar tetap di rumah dan di jaga dengan baik.”

“Oh, jadi Bapak tidak setuju juga saya kerja membawa Tegar?” tanya Ziya dengan wajah sinisnya.

“Bukan begitu maksuk saya, Zi-“

“Ya sudah deh, saya tidak akan kerja lagi di tempat Bapak. Saya akan cari kerja di tempat lain yang bisa memperbolehkan membawa Tegar,” putus Ziya kemudian pergi dari ruangan itu.

“Ziya, bukan maksud saya seperti itu.”

Ziya masih bisa mendengar teriakan Bian untuknya tapi hati Ziya sudah terlanjur sakit hati makanya dia memilih pergi dengan membawa kekecewaan. Dia hanya memastikan bisa bersama-sama dengan Tegar apapun yang terjadi sesuai yang dia janjikan pada Zoya.

“Sudahlah, Pak. Percuma bicara sekarang sama Ziya. Kondisinya sedang sangat buruk jadi dia hanya memikirkan dengan hati bukan dengan yang seharusnya, dia pikir itu yang terbaik padahal itu sama saja menjerumuskan dirinya dan Tegar ke dalam penderitaan,” ujar Bu Dewi merasa sedih dan juga kecewa dengan Ziya secara bersamaan.

“Itulah yang saya takutkan, Bu. Dia tidak akan mudah percaya dengan orang lain dan bertindak semaunya sendiri,” sambung Bian menatap tajam ke ruangan dalam, di mana Ziya berada.

“Ibu juga binggung bagaimana cara menyadarkannya. Kalau sudah keras kepala tidak ada yang berani mendekat,” keluh Bu Dewi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Ziya dulu tidak begitu, setiap tindakan yang dia ambil harus dipikirkan benar-benar antara positif dan negatifnya. Tetapi sejak perceraian Zoya dan sikap Kienan yang buruk itu, mempengaruhi pola pikir Ziya,” gumam Bu Dewi dengan menghela napas berat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta karena Balas Dendam   87. Benci dan Cinta (END)

    “Ini surat wasiat yang saya bilang sama kamu, Ziya,” Pak Dirman memberikan map berwarna coklat di hadapan Ziya.“Isinya apa, Pak?”“Bukalah dulu, nanti kalau ada yang tidak jelas saya jelaskan!” perintah Pak Dirman.Ziya menoleh ke arah Kienan dan mendapatkan anggukan pelan dari suaminya tersebut. Gadis itu mulai membuka dan membaca dengan detail lalu tiba-tiba menutup mulutnya karena kaget. Kienan yang mulai binggung mengambil alih map tersebut. Setelahnya tersenyum tipis.“Kamu, koq gak kaget, Mas?”“Saya dan Pak Kienan sudah tahu penyebab Pak Zain melakukan itu,” sindir Pak Dirman dengan tersenyum.Ziya menatap aneh pada suaminya itu seakan meminta penjelasan.“Ziya, biar saya jelaskan saja!” ucap Pak Dirman yang langsung mengalihkan atensi Ziya.Lalu Pak Dirman mulai menjelaskan yang seperti dijelaskan suami tadi malam. Ziya mengangguk-anggukan kepalany

  • Cinta karena Balas Dendam   86. Istri Yang Manja

    Sesuai pembicaraan dengan Kienan, Ziya akan mendatangi tempat mantan pengacara sang Papa. Sekedar ingin mengetahui apa yang belum dia tahu. Kienan sebenarnya akan ikut mengantarkan istrinya itu, namun karena ada meeting yang tidak bisa ditunda akhirnya Ziya batal pergi.“Mas, aku berangkat sendiri bisa koq!” rengek Ziya pada sambungan telepon pada Kienan. Rasa penasaran sudah membuncah begitu tahu suaminya membatalkannya dia sangat kecewa.“Mas, bilang jangan ya jangan. Kamu bandel amat sih!” jawab Kienan dengan sedikit teriak karena Ziya membantah ucapannya.“Mas, ih ... jahat banget sampai bentak-bentak aku. Ya sudah nanti kamu tidur di kamar tamu saja, aku lagi males ketemu kamu!” putus Ziya hendak menutup ponselnya.“Iya, iya deh!” sela Kienan cepat yang membuat Ziya menyungingkan senyum.“Kenapa? Takut ya, tidur sendiri,” cibir Ziya sembari tertawa terbahak.Kienan tidak menjaw

  • Cinta karena Balas Dendam   85. Ziya Pemuas Kienan

    Ternyata tanpa disadari, waktu sudah menjelang Subuh mereka baru menyelesaikan acara mandinya. Yang pada akhirnya tidak tidur karena menunggu sholat Subuh sekalian. Kedua pasangan suami istri itu memanfaatkan waktu yang ada itu untuk mengobrol, duduk di atas ranjang sembari menyandarkan punggungnya.“Mas ...”“Hm.”“Memang sejak kapan kamu tahu kalau Kak Zoya selingkuh?” tanya Ziya tiba-tiba karena dia penasaran akan hal itu.Kienan menghela napas panjang, sebenarnya dia telah menutup masalah itu tapi kalau melihat Ziya seperti itu pasti dia tidak akan berhenti bertanya. Masih bertahan dengan diam membuat Ziya menoleh untuk melihat wajahnya.“Mas, koq gak dijawab sih?” tutur Ziya ketus sambil memalingkan wajahnya menjauh dari Kienan.Kienan memiringkan posisi duduknya agar bisa melihat wajah Ziya yang kesal itu. Sambil tersenyum pria itu berkata. “ Sebenarnya, sudah Mas tutup masalah itu,

  • Cinta karena Balas Dendam   84. Menuntaskan Rasa

    Ziya beranjak turun dari atas meja tapi Kienan menahannya. “Hey, mau ke mana?” tanyanya dengan alis mengerut.“Mau bersihin beling itu, Mas.”“Udah, gak usah. Mas saja kamu makan saja,” ucap Kienan seraya menekan bahu Ziya untuk duduk kembali di bangku yang sudah dia siapkan.“Ta-”“Duduk atau kita lanjutan yang tadi di sini sekarang?” ancam Kienan tidak memberi kesempatan Ziya untuk menyelesaikan ucapannya.Ziya menghela napas lalu menuruti ucapan suaminya itu. Mulai menyendokkan nasi dan lauk sedangkan Kienan mulai mencari keberadaan alat kebersihan untuk membersihkan pecahan gelas itu.Kienan pasti tidak akan membiarkan Ziya melakukan pekerjaan itu karena sebentar lagi istrinya itu akan memberi kepuasan padanya. Lelaki itu sampai tersenyum sendiri mengingat kejadian yang sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Terlalu bersemangat ketika mendapatkan lampu hijau dari Ziya.Z

  • Cinta karena Balas Dendam   83. Bercinta Dengan Tembok

    “Masuk, yuk!” ajak Kienan setelah mengurai pelukannya. Ziya memluk lengan suaminya itu mengikuti langkah Kienan untuk masuk dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Namun di sela-sela perjalananya Ziya masih belum puas karena belum mendapatkan jawaban dari suaminya.“Mas ....”“Hmm.”“Maaf,” ucap Ziya dan menghentikan langkahnya ketika di depan pintu kamar.Kienan terlihat acuh dan tidak membahas permintaan maaf istrinya. “Mas, mandi dulu ya. Nanti bicara lagi,” sahut Kienan sambil menutup mulutnya setelah menguap. Rupanya rasa ngantuknya kembali datang.Sampai di dalam kamar, Kienan langsung masuk ke dalam kamar mandi sedangkan Ziya menuju lemari untuk mengambilkan baju tidur Kienan. Dia sengaja mengambil piyama yang sama dengan dirinya. Senyum mengembang dari bibirnya tidak sabar melihat Kienan mengenakan piyama couple dengannya.Setelah hampir sepuluh menit, pintu kamar mandi

  • Cinta karena Balas Dendam   82. Menghindari Ziya (II)

    Saat ini Ziya hanya menemani Tegar saja hingga kebosanan menderanya. Namun karena ada Mbak Lastri juga menemaninya, jadi tidak terasa sekali.Sambil menunggui Tegar yang sedang rebahan di lantai beralaskan karpet, Ziya dan Mbak Lastri saling bercerita. Tentang banyak hal. Dari masa kecil Mbak Lastri, kehidupannya di kampung dan sejak bekerja di rumah ini.Sedangkan Kiara sedang ada di luar rumah karena ada pertemuan dengan teman-temannya. Teman yang bagaimana juga Ziya tidak paham.Mbak Lastri mulai bercerita saat Ziya meninggalkan akad nikah waktu itu. Bagaimana perasaan dan semua kesedihan Kiara karena Lastri juga ikut menunggui di rumah sakit, apalagi saat Dokter berkata kalau detak jantung Kienan sempat menghilang. Kiara seperti orang gila yang tidak ingin kehilangan putranya.Seminggu setelah Kienan dinyatakan sehat dan keluar rumah sakit, masalah datang lagi di perusahaannya yang mengakibatkan Kienan harus masuk di ruang ICU lagi. Setahu Lastri masa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status