Beranda / Romansa / Cinta karena Balas Dendam / Penawaran menjadi Ayah Sambung

Share

Penawaran menjadi Ayah Sambung

Penulis: Mkarmila
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-17 21:13:11

“Alhamdulillah, Tegar tidak rewel dan aku tidur pulas, Bu.”

Ziya tersenyum dan memeluk bahu Bu Dewi yang sedang duduk.

“Makasih ya, Bu, sudah sangat perhatian sama aku. Tidak tahu bagaimana caraku membalas kebaikan Ibu.”

“Sudah, kamu jangan dipikirkan hal itu. Semua orang peduli sama kamu, jadi jangan merasa sendirian ya!” tegur Bu Dewi menumpuh tangannya pada tangan Ziya yang berada di bahunya.

Ziya mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda sejak seminggu yang lalu. Sekarang karena acara untuk Zoya sudah selesai makanya sudah saatnya dia bersih-bersih rumah. Sementara Bu Dewi yang sudah membantu menjaga Tegar.

Akhirnya semua pekerjaan sudah terselesaikan semua. Mencuci baju, bersih-bersih kamar, dapur dan menyiapkan baju-baju Tegar dan bajunya. Ziya menselonjorkan kakinya dan menyandarkan punggungnya pada tembok ruang tamu.

“Gimana capek ya?” tanya Bu Dewi yang sedang mengendong Tegar dan mengajaknya berjemur ke teras agar bayi itu tidak kena penyakit kuning.

“Lumayan, Bu,” jawab Ziya yang sedang mengatur napas.

Kini, keduanya sedang di ruang tamu duduk di lesehan dengan santai. Dan bayi tampan itu sedang tertidur. Ziya sengaja menidurkannya di bawah beralaskan tikar dan kasur bayi kecil. Untungnya Zoya sudah mempersiapkan semua perlengkapan bayi sebelum persalinan.

“Lalu apa rencana kamu selanjutnya?” tanya Bu Dewi menatap dalam Ziya yang sedang ikut berbaring di samping Tegar yang sedang tidur.

“Lanjut kerja, Bu-”

Ziya belum memotong ucapannya karena gak yakin apa masih bisa bekerja di tempat itu, sementara dia sudah lama minta cuti.

“Kenapa?”

Ziya menoleh pada Bu Dewi setelah mendengar pertanyaan itu.

“Apa aku masih boleh kerja di sana? Apalagi sekarang sudah ada Tegar.”

“Ya boleh lah, kenapa ragu begitu? Ibu yakin Mas Bian akan bisa menerima kamu lagi.”

Ziya tertawa canggung. Menyadari statusnya sekarang bukan gadis sendiri lagi tapi gadis yang mempunyai anak tanpa suami.

“Lalu apa kamu tidak mau memberitahu ayah kandungnya Tegar?”

Pertanyaan Ibu Dewi ragu-ragu takut membuat amarah Ziya karena setiap kali bertanya tentang mantan iparnya itu Ziya selalu tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Entah apa jadinya kalau mereka sampai bertemu.

Ziya tidak menjawab ataupun memandang ke arah Ibu Dewi setelah pertanyaan yang menurutnya tidak mau didengarnya itu. Ziya malah sibuk menciumi dan menimang-nimang bayi tampan di dekapannya.

Begitupun dengan Ibu Dewi yang tidak mendapatkan respon dari bibir Ziya membuatnya menyesali ucapannya sendiri. Kenapa tadi dia bertanya seperti itu, namun hati kecilnya merasa perlu memberitahu Ziya agar kelak dia tidak menyesal menyembunyikan kebenaran.

“Ibu tahu kamu masih sangat sakit hati dengan Kienan, tapi mungkin suatu saat kamu harus memberitahu yang sebenarnya pada Tegar!” ungkap Bu Dewi saat melihat Ziya sedang memeluk keponakannya itu.

“Maaf, Bu. Saya tidak akan mau memberitahukan pada Tegar kalau dia mempunyai orang tua yang jahat seperti itu, anggap saja Tegar anak saya. Kienan dan keluarganya tidak perlu tahu akan itu.” Mata Ziya menyiratkan amarah yang besar.

Ziya sangat membenci pria bernama Kienan, bahkan Ziya menyebutnya hanya dengan namanya saja tanpa menambahkan Kak di depan namanya.

“Ah, sepertinya Tegar sudah nyenyak tidurnya. Biar Ibu pangku saja ya? Pasti semalam tidurmu kurang nyenyak ya?” ucap Ibu Dewi yang hanya mengalihkan perhatian Ziya seraya mengambil Tegar dari dekapan Ziya padahal jelas tadi Ziya mengatakan tidur pulas.

Belum juga Ibu Dewi mengambil Tegar, Ziya sudah menghentikannya. “Tidak usah Bu, saya masih bisa koq. Saya tidak mau jauh dari Tegar,” ujar Ziya dengan raut wajah kesedihan.

Itulah Ziya ketika mendengar nama Kienan, gadis itu akan sensitif dan moodnya mendadak buruk. Seakan ada ketakutan tersendiri kalau Kienan akan mengambil Tegar darinya.

“Ziya, kamu harus istirahat juga, kalau kamu kurang istirahat kamu akan sakit. Kalau kamu sakit kamu tidak akan bisa menjaga dan merawat Tegar.”

Mungkin benar yang dikatakan Ibu Dewi kalau Ziya harus punya banyak tenaga agar bisa menjaga dan merawat Tegar.

 “Kamu percayakan sama Ibu? Ibu akan menjaga Tegar dengan sebaiknya. Sekarang kamu coba istirahat dulu, paling tidak tidur 2 atau 3 jam agar kamu punya tenaga lebih banyak lagi!” ucap Ibu Dewi dengan senyum merekah.

Tidak lama setelah perdebatan itu, ada seseorang yang datang dan mengucapkan salam.

“Assalamualaikum?” sapa seseorang yang sudah pasti dikenali oleh Ziya.

Ziya langsung menoleh ke sumber suara dan dengan tersenyum pria itu sudah berdiri di depan pintu. Ya, pria kalem itu bernama Biantara Mahesa. CEO  salah satu perusahaan dan pemilik restoran tempat Ziya bekerja.

“Waalaikumussalam,” jawab Ziya seraya tersenyum melihat kedatangan Bian-Bos ditempat kerjanya.

Bian mendekat ke arah Ziya dan memberikan tote bag berisi kue dan makanan yang ia bawa dari restorannya.

“Wah, saya merepotkan Bapak ini,” keluh Ziya sambil menatap barang bawaan Bian.

“Terimakasih, Pak Bian,” Bu Dewi ikut menimpali.

“Sama-sama, Bu.” Bian tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai rasa hormat.

Ziya mempersilahkan Bian untuk duduk dan disetujui oleh lelaki tampan berlesung pipi itu. Siapa saja mungkin tidak akan berpaling ketika melihat senyum di wajahnya.

Bian termasuk pria yang banyak di idolakan di kampung itu karena parasnya yang tampan dan sopan membuat siapa saja menginginkan jadi pendamping hidupnya. Di usianya sudah menginjak ke 28 tahun tapi masih melajang, sebenarnya bukan tidak ingin menikah namun Bian belum menemukan seseorang yang dapat membuat jantungnya berdetak dengan kencang selain Ziya.

Hanya Ziya gadis yang bisa membuat jantung Bian tidak sehat. Namun Bian terlalu pengecut untuk mengatakan bahwa dirinya telah jatuh cinta pada gadis cantik itu. Bagi Bian, Ziya adalah gadis yang sulit digapai karena selalu menghindarinya. Entah, apa yang membuat Ziya seperti itu. Bian hanya bisa menunggu keajaiban datang dan mempertemukan dirinya dan Ziya. Mungkin konyol sekali menunggu, sedangkan yang ditunggu tidak tahu. Bian percaya suatu saat dia akan bisa memiliki Ziya dengan selalu menyelipkan nama Ziya dalam doa di sepertiga malamnya.

Keduanya kini duduk berhadapan di karpet, Ziya tidak meyangka Bos-nya itu akan datang. Bian sempat tertegun dengan penglihatannya, Ziya gadis yang belum pernah menikah dan punya anak tapi dia tidak canggung saat mengendong keponakannya itu. Belum sempat berbicara tiba-tiba Bu Dewi sudah datang dengan membawa minuman dan kue basah di dalam piring. 

“Silahkan diminum dan cicipin!” ujar Bu Dewi seraya menjulurkan jari jempolnya menunjuk hidangannya dengan sopan.

“Terima kasih Bu.”

Bian berbicara dengan sopan seraya diangguki oleh Ibu Dewi sebelum pergi meninggalkan ruang tamu itu.

“Maaf ya, Pak? Saya sudah lama liburnya.”

Ziya memulai pembicaraan setelah saling terdiam beberapa saat dengan wajah sendu, merasa bersalah.

“Sudah kamu gak perlu pikirkan itu! Bagaimanapun kamu masih dalam kondisi berkabung dan saya pasti akan mengerti,” balas Bian santai sesekali memandang Ziya yang kadang memandangnya kadang memandang bayi dalam gendongannya.

Bian tahu sekarang Ziya memiliki tugas untuk menjaga keponakannya itu, mungkin dia juga tidak tahu apa Ziya setelah ini akan bekerja lagi di tempatnya.

“Siapa namanya?”

Ziya mendongakkan kepalanya memandang Bian yang sedang memandang Tegar.

“Tegar Wijaya,” jawab Ziya tersenyum tipis.

“Nama yang bagus,” gumam Bian yang masih belum mengalihkan pandangan dari bayi tampan dalam gendongan Ziya.

Ziya ikut tersenyum mendengar pujian dari Bian namun detik kemudian raut wajahnya berubah sedih. “Tapi sayang, Kak Zoya tidak ada bersama anaknya ini!” keluh Ziya seraya membelai pipi Tegar kemudian mengecup keningnya yang sedang tertidur.

Bian sangat paham dan mengerti atas semua yang menimpa Ziya dan Kakaknya-Zoya karena memang Bian masih tinggal di kampung yang sama dengan mereka. Hanya status Bian yang lebih baik dari mereka.

“Kalau kamu perbolehkan ... saya mau jadi Ayah sambungnya!”

Bersambung.......

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta karena Balas Dendam   87. Benci dan Cinta (END)

    “Ini surat wasiat yang saya bilang sama kamu, Ziya,” Pak Dirman memberikan map berwarna coklat di hadapan Ziya.“Isinya apa, Pak?”“Bukalah dulu, nanti kalau ada yang tidak jelas saya jelaskan!” perintah Pak Dirman.Ziya menoleh ke arah Kienan dan mendapatkan anggukan pelan dari suaminya tersebut. Gadis itu mulai membuka dan membaca dengan detail lalu tiba-tiba menutup mulutnya karena kaget. Kienan yang mulai binggung mengambil alih map tersebut. Setelahnya tersenyum tipis.“Kamu, koq gak kaget, Mas?”“Saya dan Pak Kienan sudah tahu penyebab Pak Zain melakukan itu,” sindir Pak Dirman dengan tersenyum.Ziya menatap aneh pada suaminya itu seakan meminta penjelasan.“Ziya, biar saya jelaskan saja!” ucap Pak Dirman yang langsung mengalihkan atensi Ziya.Lalu Pak Dirman mulai menjelaskan yang seperti dijelaskan suami tadi malam. Ziya mengangguk-anggukan kepalany

  • Cinta karena Balas Dendam   86. Istri Yang Manja

    Sesuai pembicaraan dengan Kienan, Ziya akan mendatangi tempat mantan pengacara sang Papa. Sekedar ingin mengetahui apa yang belum dia tahu. Kienan sebenarnya akan ikut mengantarkan istrinya itu, namun karena ada meeting yang tidak bisa ditunda akhirnya Ziya batal pergi.“Mas, aku berangkat sendiri bisa koq!” rengek Ziya pada sambungan telepon pada Kienan. Rasa penasaran sudah membuncah begitu tahu suaminya membatalkannya dia sangat kecewa.“Mas, bilang jangan ya jangan. Kamu bandel amat sih!” jawab Kienan dengan sedikit teriak karena Ziya membantah ucapannya.“Mas, ih ... jahat banget sampai bentak-bentak aku. Ya sudah nanti kamu tidur di kamar tamu saja, aku lagi males ketemu kamu!” putus Ziya hendak menutup ponselnya.“Iya, iya deh!” sela Kienan cepat yang membuat Ziya menyungingkan senyum.“Kenapa? Takut ya, tidur sendiri,” cibir Ziya sembari tertawa terbahak.Kienan tidak menjaw

  • Cinta karena Balas Dendam   85. Ziya Pemuas Kienan

    Ternyata tanpa disadari, waktu sudah menjelang Subuh mereka baru menyelesaikan acara mandinya. Yang pada akhirnya tidak tidur karena menunggu sholat Subuh sekalian. Kedua pasangan suami istri itu memanfaatkan waktu yang ada itu untuk mengobrol, duduk di atas ranjang sembari menyandarkan punggungnya.“Mas ...”“Hm.”“Memang sejak kapan kamu tahu kalau Kak Zoya selingkuh?” tanya Ziya tiba-tiba karena dia penasaran akan hal itu.Kienan menghela napas panjang, sebenarnya dia telah menutup masalah itu tapi kalau melihat Ziya seperti itu pasti dia tidak akan berhenti bertanya. Masih bertahan dengan diam membuat Ziya menoleh untuk melihat wajahnya.“Mas, koq gak dijawab sih?” tutur Ziya ketus sambil memalingkan wajahnya menjauh dari Kienan.Kienan memiringkan posisi duduknya agar bisa melihat wajah Ziya yang kesal itu. Sambil tersenyum pria itu berkata. “ Sebenarnya, sudah Mas tutup masalah itu,

  • Cinta karena Balas Dendam   84. Menuntaskan Rasa

    Ziya beranjak turun dari atas meja tapi Kienan menahannya. “Hey, mau ke mana?” tanyanya dengan alis mengerut.“Mau bersihin beling itu, Mas.”“Udah, gak usah. Mas saja kamu makan saja,” ucap Kienan seraya menekan bahu Ziya untuk duduk kembali di bangku yang sudah dia siapkan.“Ta-”“Duduk atau kita lanjutan yang tadi di sini sekarang?” ancam Kienan tidak memberi kesempatan Ziya untuk menyelesaikan ucapannya.Ziya menghela napas lalu menuruti ucapan suaminya itu. Mulai menyendokkan nasi dan lauk sedangkan Kienan mulai mencari keberadaan alat kebersihan untuk membersihkan pecahan gelas itu.Kienan pasti tidak akan membiarkan Ziya melakukan pekerjaan itu karena sebentar lagi istrinya itu akan memberi kepuasan padanya. Lelaki itu sampai tersenyum sendiri mengingat kejadian yang sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Terlalu bersemangat ketika mendapatkan lampu hijau dari Ziya.Z

  • Cinta karena Balas Dendam   83. Bercinta Dengan Tembok

    “Masuk, yuk!” ajak Kienan setelah mengurai pelukannya. Ziya memluk lengan suaminya itu mengikuti langkah Kienan untuk masuk dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Namun di sela-sela perjalananya Ziya masih belum puas karena belum mendapatkan jawaban dari suaminya.“Mas ....”“Hmm.”“Maaf,” ucap Ziya dan menghentikan langkahnya ketika di depan pintu kamar.Kienan terlihat acuh dan tidak membahas permintaan maaf istrinya. “Mas, mandi dulu ya. Nanti bicara lagi,” sahut Kienan sambil menutup mulutnya setelah menguap. Rupanya rasa ngantuknya kembali datang.Sampai di dalam kamar, Kienan langsung masuk ke dalam kamar mandi sedangkan Ziya menuju lemari untuk mengambilkan baju tidur Kienan. Dia sengaja mengambil piyama yang sama dengan dirinya. Senyum mengembang dari bibirnya tidak sabar melihat Kienan mengenakan piyama couple dengannya.Setelah hampir sepuluh menit, pintu kamar mandi

  • Cinta karena Balas Dendam   82. Menghindari Ziya (II)

    Saat ini Ziya hanya menemani Tegar saja hingga kebosanan menderanya. Namun karena ada Mbak Lastri juga menemaninya, jadi tidak terasa sekali.Sambil menunggui Tegar yang sedang rebahan di lantai beralaskan karpet, Ziya dan Mbak Lastri saling bercerita. Tentang banyak hal. Dari masa kecil Mbak Lastri, kehidupannya di kampung dan sejak bekerja di rumah ini.Sedangkan Kiara sedang ada di luar rumah karena ada pertemuan dengan teman-temannya. Teman yang bagaimana juga Ziya tidak paham.Mbak Lastri mulai bercerita saat Ziya meninggalkan akad nikah waktu itu. Bagaimana perasaan dan semua kesedihan Kiara karena Lastri juga ikut menunggui di rumah sakit, apalagi saat Dokter berkata kalau detak jantung Kienan sempat menghilang. Kiara seperti orang gila yang tidak ingin kehilangan putranya.Seminggu setelah Kienan dinyatakan sehat dan keluar rumah sakit, masalah datang lagi di perusahaannya yang mengakibatkan Kienan harus masuk di ruang ICU lagi. Setahu Lastri masa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status