Anya membuka pelan matanya, kepalanya dihantam pusing yang membuat Anya memegang kepalanya menahan sakit, ia menatap langit langit kamar berwarna putih yang tinggi.
Anya mengerjap matanya beberapa kali, bukankah tenda camping nya berwarna biru?, tanya Anya dalam hati.
"Tidurmu sangat berantakan"
Suara bariton rendah yang ia kenal milik Daniel membuat Anya terbangun mendadak lalu menatap tercengang ke arah Daniel yang memakai piyama sutra berwarna hitam, laki laki itu duduk di kursi tidak jauh dari tempat tidur yang sedang Anya tempati, Daniel duduk sambil menikmati kopi paginya dengan tenang.
Anya berusaha mengingat apa yang telah ia alami semalam, namun ingatannya hanya sampai Anya meneguk vodka.
"Apa yang kau lakukan kepadaku?" tanya Anya curiga.
"Memang yang aku lakukan kepadamu?" jawab Daniel dengan pertanyaan.
Anya melihat tubuhnya yang hanya memakai tank top berwarna cream, kemeja yang ia pakai semalam menghilang entah kemana, ia menyibak selimut tebal dengan cepat lalu bernapas lega karena ia masih memakai celana panjangnya.
"Aku ada dimana?" tanya Anya menatap ke sekelilingnya.
"Di apartemenku" jawab Daniel.
"Mengapa kau membawaku kemari?" tanya Anya merengut.
"Kau pikir aku bisa meninggalkanmu dalam keadaan mabuk di atap gedung itu?" tanya Daniel tidak percaya.
Anya hanya terdiam.
"Apa yang kau pikirkan sampai tinggal di tempat berbahaya itu?" tanya Daniel.
Anya melirik Daniel sejenak lalu memainkan kukunya dengan kesal. Perkataan benar Daniel membuat Anya terpojok.
"Aku belum menemukan tempat tinggal, jadi aku tinggal di sana untuk sementara waktu" ujar Anya pelan. Ia merasa seperti anak kecil yang ketahuan mengambil kue lebih dari jatahnya.
"Banyak kontrakan ataupun perumahan yang murah di daerah ini, mengapa kau tidak memilihnya?" tanya Daniel.
"Perumahan disini sangat mahal, aku tidak sanggup menyewanya" jelas Anya membela dirinya.
"Berapa Dollar yang sanggup kau bayar?" tanya Daniel.
Ia akan menyuruh Arlene untuk mencari kontrakan atau pun rumah yang sanggup Anya bayar. Walaupun ia tidak tahu mengapa ia ingin membantu Anya. Namun membayangkan gadis itu tidur di tenda camping di atas gedung bar yang sangat terbuka untuk laki laki mabuk masuk membuat Daniel tidak bisa meninggalkan gadis itu sendirian.
"50 Dollar" gumam Anya.
Ia tau pasti reaksi seperti apa yang Daniel keluarkan.
"Apa? Kau bercanda ya? Apa yang bisa kau beli dengan 50 Dollar?" tanya Daniel tidak percaya.
See?
"Harus bagaimana lagi, untuk saat ini aku hanya sanggup membayar 50 Dollar" Gumam Anya memainkan kukunya.
Gadis itu menatap kesal ke arah Daniel.
"Lagian apa peduli mu dengan kehidupanku?" tanya Anya.
"Tentu saja aku tidak perduli, tapi..."
Daniel tidak bisa melanjutkan perkataannya karena ia juga tidak tahu mengapa ia peduli kepada gadis ini.
"Jangan mencoba mengasihani ku. Sudah ku bilang aku tidak butuh rasa kasihan mu" ujar Anya.
"Tidak butuh apanya, kau sampai tidur di atap gedung seperti gelandangan" ujar Daniel kesal.
Anya diam sambil menghela napasnya.
"Kalau kau tidak punya uang, biar aku yang membayarnya. Jadi kau bisa tinggal gratis di sana" ujar Daniel.
"Harus berapa kali aku katakan, aku tidak butuh rasa kasihan mu. Sudahlah aku pergi" ujar Anya beranjak dari tempat tidur.
"Jadi apa mau mu sebenarnya? Kau begitu gengsi menerima bantuan orang lain padahal kau hidup melarat" ujar Daniel kesal.
Daniel kesal karena baru kali ini ada wanita yang tidak terpengaruh oleh kebaikannya terlebih ketampanannya. Apa apaan dengan sikap keras kepala itu?, ucap Daniel kesal dalam hati.
"Urus saja urusanmu sendiri" ujar Anya lalu keluar dari kamar tersebut.
Daniel berjalan menyusul Anya yang berdiri kebingungan mencari pintu keluar.
"Gadis keras kepala" gumam Daniel.
"Baiklah, bagaimana kalau kau bekerja di sini? Aku akan menggaji mu sepuluh kali lipat dari upah yang kau terima selama ini" ujar Daniel.
Anya membalikkan badannya dan menatap Daniel dengan mata membulat.
"Benarkah?" tanya Anya memastikan.
Huh! Gadis murahan. Tidak mau menerima bantuan apanya?, benak Daniel.
"Tentu saja" ujar Daniel.
"Pekerjaan apa yang harus aku lakukan?" tanya Anya.
Daniel tersenyum menyeringai.
"Pekerjaan apa yang bisa kau lakukan?" tanya Daniel dengan pertanyaan menjebak.
"Aku bisa melakukan apapun" jawab Anya.
Seringai Daniel semakin melebar.
"Apapun?" tanya Daniel memastikan.
Anya menganggukkan kepalanya.
Daniel berjalan mendekati Anya lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Anya.
"Apa kau hebat di ranjang nona?" tanya Daniel dengan nada ambigu.
Anya menggigit bibirnya dengan kesal lalu meninju perut Daniel sekuat tenaganya membuat Laki laki itu berlutut sambil memegangi perutnya yang kesakitan.
"Aku memang mengatakan apapun tapi tidak dengan sex Daniel. Aku bilang apapun maksudku aku bisa melakukan pekerjaan kasar sekalipun asal itu tidak dilarang" ujar Anya.
Gadis itu melangkah kakinya menjauhi Daniel yang meringis kesakitan, ia tidak menyangka bahwa Anya akan meninjunya seperti ini.
"Baiklah baiklah. Bagaimana kalau kau menjadi pembantu di sini?" tawar Daniel.
"Pembantu?" tanya Anya yang kembali menghentikan langkahnya walaupun masih kesal dengan penuturan Daniel beberapa saat yang lalu.
"Ya. Pembantu. Aku tinggal sendirian disini jadi aku butuh pembantu" ujar Daniel yang sudah bisa berdiri.
Ini tidak seperti keadaan yang membutuhkan pembantu, pikir Anya ketika melihat betapa bersihnya ruangan luas yang serba putih ini. Bahkan Anya bisa memastikan tidak ada sedikit pun debu yang melekat di ruangan ini.
"Bagaimana?" tanya Daniel.
"Berapa kau akan menggaji ku?" tanya Anya yang tertarik dengan tawaran Daniel.
"Berapa gaji yang kau terima selama ini?" jawab Daniel dengan pertanyaan.
"hampir 300 Dollar" jawab Anya.
"Aku akan menggaji mu sepuluh kali lipat" ujar Daniel.
Anya membulatkan matanya. Sepuluh kali lipat?, berarti Daniel akan menggaji ku 3.000 Dollar? Shut up, ujar Anya tidak percaya dalam hati.
"Kau tidak bercanda kan?" tanya Anya memastikan.
Daniel menganggukkan kepalanya. Ia bahkan bisa menggaji Anya lebih besar dari itu.
"Seriously?!" tanya Anya yang masih tidak percaya.
Daniel menghela napasnya.
"Make it quick, in or out?" tanya Daniel.
"Of course, I am in" ujar Anya antusias.
Tentu saja ia langsung menyetujui tawaran menggiurkan dari Danie. Kapan lagi ia menerima gaji sebesar itu jika bukan sekarang?, Anya bahkan tidak pernah berpikiran dalam hidupnya akan mendapat gaji 3000 Dollar sebulan. Ia tidak akan menyangka bahwa ia akan mendapatkan keberuntungan besar seperti ini, ia merasa seperti mendapat hadiah lotre besar.
“Kau tidak apa-apa Anya?” tanya Daniel meletakkan coklat yang ia terima dari Carla, salah satu wanita kencannya. “Ini untukmu, seorang teman memberikannya kepadaku dan berkata selamat atas honeymoon kedua kita” Ucap Daniel melepaskan dasinya. Anya hanya diam menundukkan kepalanya. “Hei. Kau kenapa Anya? Mengapa diam saja? Apa kau sakit?” tanya Daniel. Anya mengangkat wajah dan menatap kepada Daniel lalu menggelengkan kepalanya, ia sangat membenci dirinya sendiri sekarang ini. adegan ciuman pipi yang ia lihat tidak bisa ia keluarkan dari kepalanya. “Baiklah. Aku akan mandi dulu. Istirahatlah” Daniel melangkah ke kamar mandi. Sepeninggal Daniel ke kamar mandi, Anya menatap kotak coklat, mengambilnya dan membukanya perlahan. Coklat berbentuk bulat tersusun rapi dan cantik dalam kotak yang berwarna coklat keemasan. Ia mengambil satu dan memasukkannya ke mulutnya. Coklat tersebut langsung melebur didalam mulutnya, ia kembali
Anya memeluk erat kedua anaknya, ia sebenarnya tidak ingin berpisah dengan Jason dan Evan namun sifat keras kepala Daniel membuatnya tidak punya pilihan lain. Anya menangis sembari mengeratkan pelukannya.“Mom, jangan menangis, kami akan baik-baik saja disini” ujar Jason.“Ya. Lagi pula kami akan tinggal dengan grandma dan grandpa. Jadi mom tidak perlu khawatir” sambung Evan.“Tapi. Bagaimana jika kalian sakit? Siapa yang akan merawat kalian?” tanya Anya khawatir.“Grandma” jawab kembaran itu serentak.“Bagaimana dengan sekolah. Siapa yang akan mengantar kalian?” tanya Anya kembali.“Grandpa” ujar Evan. Jason mengangguk.“Tapi.. tapi”“Anya. Kau berlebihan. Kita hanya pergi seminggu, berhentilah menangis” potong Daniel yang sedari tadi melihat adegan dramatis tersebut.“Tapi kita akan pergi ke Itali Daniel, bukan San Fra
Anya meletakkan dua piring berisi sosis dan roti panggang lalu menuangkan susu pada kedua gelas panjang dan meletakkan secangkir kopi yang sudah selesai ia siapkan. Anya menganggukkan kepala dengan puas ketika melihat semua menu sarapan sudah tersaji dengan lezat diatas meja. Ia menatap ke lorong penghubung ruang makan dengan ruang keluarga, tidak ada tanda-tanda penghuni rumah akan masuk ke ruang makan. “Jason, Evan” panggil Anya. “Yes mom” jawab dua anak laki-laki berusia delapan tahun yang berlari ke ruang makan. “Good morning mom” sapa kedua laki-laki kembar tersebut lalu mengecup pipi Anya sekilas. Anya tersenyum lembut. “Good morning sweetheart”. “Dad belum siap?” tanya Anya ketika melihat hanya dua anaknya yang masuk ke ruang makan. “Aku disini my beloved one. Good morning” Sapa Daniel yang baru ikut bergabung di r
1 Tahun kemudianLos Angeles, California. Daniel menatap bahagia kearah Anya yang sedang berjalan bersama dengan ayah angkatnya di atas karpet merah. Ia memakai setelan tuksedo putih berdasi kupu-kupu. Anya yang memakai baju pengantin berwarna putih dan kepalanya yang ditutupi oleh jaring putih membuat gadis itu seperti putri dalam cerita dongeng.Robert menyerahkan Anya ke tangan Daniel yang disambut dengan senang hati oleh anak angkatnya. Butuh waktu setahun bagi Daniel untuk sembuh dari rasa sakit dalam hatinya. Rasa bersalah Daniel kepada adiknya membuat laki-laki itu lebih memfokuskan pikirannya dalam pekerjaan. Selama setahun Daniel berubah menjadi seperti Daniel 20 tahun yang lalu, yang datang kepadanya untuk ambisi besar. Namun kali ini tidak ada diiringi oleh dendam melainkan rasa bersalah yang mendalam. Kehadiran Anya dalam hidup Daniel membuat laki-laki bisa bersikap seperti semula dalam waktu setahun. Terdengar lama namun cukup
Daniel mengambil sebuah handphone, sudah beberapa hari ia tidak mengecek handphonenya. Ia menghidupkan pesan suara. "Daniel. ini aku Richard, aku tidak bisa menghubungimu jadi aku mengirimkan hasil penyelidikanku ke e-mailmu. Tolong hubungi aku kalau kau mendengar pesan suara ini" Daniel mengerutkan keningnya dan segera memeriksa e-mailnya, terdapat sebuah file P*F dan rekaman suara. "Jay, aku ingin memberikan tugas untukmu. Kau harus membunuh Reyna, lakukan apapun yang kau bisa. Aku tidak perduli yang terpenting dia mati. Kau mengerti" Suara Cathrina yang Daniel dengar membuat lelaki itu mengkatubkan rahangnya. Anya segera menggenggam tangan Daniel. "Aku tidak apa-apa Anya" ujar Daniel. Bukti tersebut akan semakin memperjelas kesalahan Cathrina. Daniel menggenggam erat handphonenya, menatap penuh kebencian. Handphone Daniel bergetar, ia heran melihat ibunya menelpon. Mungkin ibunya masih mengkhawatirkannya, pikir Daniel.
“Good morning mom. Good morning dad” sapa Daniel lalu duduk di kursi makan. Robert menatap khawatir kepada anaknya. “Aku baik-baik saja dad”. Robert menghela napas lalu mengangguk. Ia sudah mendengar semuanya dari Elianor bahwa Daniel sudah tau semuanya. “Aku memasakkan menu kesukaanmu Daniel. chicken stew dan fried shrimp” Elianor meletakkan sepiring udang tepung goreng didepan anaknya. Daniel tersenyum. “Thank you mom”.Laki-laki itu mengedarkan pandangannya mencari Anya. “Dimana Anya?” Sedetik kemudian Anya muncul dibalik tembok pembatas ruang makan dan dapur. “Aku disini” jawabnya lalu meletakkan dua cangkir kopi dimeja. “Hm. My favorite coffee” komentar Robert sambil menghirup aroma yang menguar dari cangkir. “Kopi buatan Anya memang yang terbaik” Daniel setuju. Anya dan Elianor duduk di kursi makan dan mereka memulai sarapan pagi mereka. “Mom, hari ini kami akan terbang ke Indonesi