Share

Bab 10

Author: Aku Suka Uang
Semua orang benar-benar heran sekarang. Benar, mengapa bisa begitu kebetulan? Keduanya sama-sama punya urusan mendesak?

Jolene juga merasa ada yang tidak beres. Jika dia hanya salah mendengar barusan, bagaimana dengan sekarang ini? Dia terus menatap Shawn dan Yvonne karena ingin menemukan petunjuk. Akhirnya, dia mencoba bertanya, "Yvonne, kamu ada urusan apa?"

Yvonne ingin sekali langsung memberitahunya bahwa dia adalah istri Shawn. Kemudian, Shawn harus menjelaskan dengan susah payah kepada Jolene tentang hubungan mereka ini. Namun, Yvonne tidak berani melakukannya. Bagaimanapun, dia tidak sanggup untuk mengusik pria ini. Dia telah kehilangan kesempatan untuk pergi ke rumah sakit militer dan tidak boleh kehilangan pekerjaannya.

"Kakekku menyuruhku pulang, sepertinya ada urusan mendesak. Aku nggak bisa menolaknya. Aku juga nggak nyangka Pak Shawn punya urusan. Kebetulan sekali, ya, hehe," jawab Yvonne dengan gugup dan terkekeh-kekeh canggung.

Yvonne ingin mengelabui semua orang, tetapi Shawn malah menambahkan kerepotan untuknya. Dia menyahut, "Kebetulan sekali, kakekku juga memanggilku. Kakekmu tinggal di mana? Kalau sejalan, aku akan mengantarmu sekalian."

Yvonne tidak bisa mempertahankan senyuman di wajahnya lagi. Tanpa kendali diri yang baik, dia pasti sudah melemparkan cangkir teh ke wajah bajingan ini. Dia pun membalas, "Pak Shawn benar-benar pintar bercanda. Mana mungkin sejalan. Kalau begitu, aku pamit dulu."

Selesai mengatakan itu, Yvonne pergi dengan tergesa-gesa. Melihat ini, Jolene merasa agak gelisah. Dia menatap Shawn dengan lembut sembari bertanya, "Kamu kenal Dokter Yvonne?"

Ekspresi Shawn terlihat dingin, seakan-akan bukan dia yang berbicara barusan. Dia menimpali, "Tidak."

Kemudian, Shawn pun bangkit untuk pergi. Jolene menghela napas mendengarnya. Hari ini, dia khusus mengundang Shawn agar bisa menyombongkan diri di hadapan seluruh staf rumah sakit. Tanpa diduga, malah terjadi hal seperti ini. Namun, untung saja Shawn bersedia datang sehingga orang-orang tahu hubungannya dengan Shawn.

"Aku akan mengantarmu keluar," ujar Jolene sambil mengikuti. Dia khawatir Shawn dan Yvonne akan bertemu di luar. Namun, mana mungkin Yvonne yang begitu ingin menjauh dari Shawn, masih berada di luar sana untuk menunggunya? Dia sudah memanggil taksi dan pergi sejak tadi.

Xavier pun membukakan pintu mobil. "Silakan, Pak Shawn."

"Kamu sudah boleh masuk," ujar Shawn sambil melirik Jolene sekilas. Kemudian, dia masuk mobil dan pergi.

Jolene menatap mobil mereka pergi. Saat ini, dia merasa agak menyesal. Jika tahu akan seperti ini, dia pasti sudah meminta Shawn untuk menikahinya waktu itu. Dengan begini, dia akan menjadi Nyonya Keluarga Jamison. Kapan dia bisa memenangkan hati Shawn? Kapan pria ini bisa melihat sisi baiknya dan mencintainya?

Di kediaman tua Keluarga Jamison, Yvonne tiba terlebih dahulu.

Graham sudah berusia 80-an tahun sehingga wajahnya sangat berkeriput. Meskipun tatapannya tidak sejernih saat masih muda, dia masih penuh semangat. Tatapannya terlihat penuh kasih sayang saat bertanya kepada Yvonne, "Apa kamu terbiasa tinggal di vila?"

"Ya." Yvonne mengangguk. Ayahnya yang meminta Shawn untuk menikahinya. Semua orang pun tahu bahwa Shawn adalah cucu kesayangan Graham.

Graham jelas-jelas tahu bahwa Shawn tidak menyukai Yvonne. Menurut perlakuannya terhadap Shawn, dia seharusnya menolak pernikahan ini. Walaupun berutang budi pada Keluarga Staford, Keluarga Jamison bisa saja memberikan keuntungan lain untuk membujuk ayah Yvonne.

Hanya saja, Graham bukan hanya menyetujui pernikahan ini, tetapi juga diam-diam mengurus akta nikah Yvonne dan Shawn dengan bantuan relasinya. Dia juga menginstruksi Yvonne untuk tinggal di vila Shawn. Sampai sekarang, Yvonne masih tidak mengerti alasan Graham melakukan semua ini.

"Shawn nggak menyulitkanmu, 'kan?" tanya Graham dengan penuh kasih sayang.

Yvonne ingin sekali mengatakan bahwa cucumu itu bukanlah manusia. Hanya saja, dia mengerti bahwa Shawn adalah cucu Graham, meskipun pria tua ini sangat baik kepadanya. Dia pun menjawab, "Nggak."

Begitu jawaban itu dilontarkan, Shawn tiba-tiba berjalan masuk. Kemudian, Graham pun menghardik, "Kamu adalah suami Yvonne, tapi malah keluar sendirian malam-malam begini? Yvonne sudah sampai sejak tadi, kenapa kamu baru sampai?"

Shawn melirik Yvonne sekilas tanpa menyahut apa pun. Graham tahu bahwa Shawn tidak puas dengan pernikahan ini. Dia juga sengaja menegur agar Yvonne merasa dilindungi. Kemudian, Graham berkata, "Malam ini, kalian akan menginap di kediaman tua. Jackal, bawa Yvonne ke kamar Shawn."

"Baik," sahut Jackal yang merupakan kepala pelayan dengan sopan. Dia pun mempersilakan Yvonne sambil berkata, "Nyonya Yvonne, silakan ikuti aku."

Yvonne diam-diam melirik Shawn. Pria ini memasang ekspresi dingin tanpa menatapnya sedikit pun. Melihat ini, Yvonne mengalihkan pandangannya dan mengikuti Jackal pergi.

Kini, hanya tersisa kakek dan cucu itu di ruang tamu. Graham berkata dengan sungguh-sungguh dan tidak berdaya, "Aku tahu kamu marah. Tapi, masalah sudah berlalu begitu lama. Sudah saatnya kamu melupakannya."

Sorot mata Graham menjadi agak suram, seperti teringat pada kejadian masa lalu. Di sisi lain, Shawn duduk di kursi dengan santai. Dia tidak mengatakan apa pun. Ekspresinya yang misterius juga membuat orang tidak bisa menebak isi hatinya.

Graham menghela napas, lalu melanjutkan, "Aku yang menyetujui pernikahan ini. Jangan salahkan aku karena membuat keputusan seenaknya. Semua ini demi kebaikanmu. Sudah saatnya kamu menikah. Meskipun ayahnya Yvonne mengancam kita dengan utang budi, Yvonne adalah gadis baik-baik."

Shawn pun mengangkat alisnya. Dia membatin dengan dingin, 'Mana ada gadis baik yang berselingkuh dari suaminya.'

Namun, Shawn tidak memberi tahu Graham tentang masalah ini. Bagaimanapun, dia harus bercerai dari wanita ini.

Graham lagi-lagi menghela napas melihatnya. Di Keluarga Jamison, Shawn hanya bersedia mendengar perintah Graham. Jika tidak, dia mungkin tidak akan menginjakkan kakinya lagi di kediaman tua. Sejak orang tuanya meninggal, Shawn selalu diam dan tidak mau pulang ke kediaman tua.

Graham juga tidak merasa enak hati untuk memaksanya. Dia berkata sembari melambaikan tangannya dengan pasrah, "Sudah malam, pergilah beristirahat."

Shawn pun bangkit. Saat ini, Jackal kebetulan kembali sehingga menyapanya, "Tuan Muda."

Shawn merespons dengan singkat, lalu berjalan menuju ke kamarnya.

Jackal datang ke hadapan Graham, lalu bertanya dengan lirih, "Apa cara ini bisa ampuh?"

Graham menjawab, "Meskipun memiliki hati yang keras, dia pasti punya hasrat sebagai seorang pria. Nggak mungkin dia bisa menghadapi seorang wanita cantik tanpa merasakan apa pun."

Jackal masih merasa cemas sehingga menambahkan, "Tuan juga tahu sikap Tuan Muda. Dia pasti tahu Tuan sengaja membiarkannya tinggal bersama Nyonya Yvonne."

"Tak kenal, maka tak sayang. Aku nggak bisa mengurus Shawn di luar sana. Tapi, dia harus menurutiku di sini," timpal Graham dengan suara rendah. Sebenarnya, dia merasa sangat bersalah kepada Shawn.

Kemudian, Graham menambahkan, "Hidupku sudah nggak lama lagi. Seseorang harus menjaga Shawn dengan baik."

"Tuan Muda pasti bisa memahami maksud baikmu," ujar Jackal sambil memapah Graham kembali ke kamarnya.

Yvonne dituntun oleh Jackal ke kamar Shawn. Sebelum pergi, Jackal memberitahunya bahwa Shawn menempati kamar ini sejak kecil. Kamar ini pun hanya pernah direnovasi 1 kali. Dekorasi di kediaman tua berbeda dengan vila. Di sini lebih gelap karena warna utamanya adalah hitam dan abu. Tidak ada kehangatan apa pun, yang ada hanya suasana sedih.

Yvonne tanpa sengaja melirik ke arah rak. Sebuah kotak yang terlihat sangat indah seketika menarik perhatiannya. Sepertinya, kotak itu adalah milik seorang wanita. Bentuknya juga terlihat sangat bertabrakan dengan dekorasi kamar ini.

Tepat ketika Yvonne hendak melihatnya, teriakan lantang tiba-tiba terdengar dari belakangnya, "Apa yang kamu lakukan?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 674

    Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 673

    Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 672

    Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 671

    Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang  wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 670

    Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 669

    Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 668

    Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 667

    Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 666

    Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status