“Mbak Mina itu orangnya lucu ya, Pak. Rame kalau ada dia,” ujar Karin ketika dia dan bosnya sudah berada di dalam mobil. Jonathan yang mengemudikan mobil sementara sekretarisnya itu duduk di jok sebelahnya.
“Hehehe…, kamu suka sama dia, Rin?”
“Iya. Orangnya baik dan apa adanya. Tadi dia cerita kalau dia, Bapak, sama satu orang lagi sering nge-gym bareng.”
“Bastian. Dia sahabatku sejak kecil.”
“Oh, senang ya Pak, punya teman-teman yang baik.”
“Yah, aku bersyukur sekali, sih. Terkadang kawan-kawan di
Hai, Kakak-kakak. Gimana jalan ceritanya sejauh ini? Kasih komen dan rate bintang lima, yuk. Biar penulis lebih semangat lagi berkarya. Hehehe.... Jangan lupa follow penulis, ya. Tersedia di bio. Terima kasih banyak ;D NB: Jangan lupa baca novel-novel penulis lainnya, ya.
“Tapi kalau misalnya ada orang yang memberitahunya tentang Mina gimana? Apa nggak tambah berabe?” “Siapa yang akan bilang? Aku cuma kenal kamu sama Mimin di sini. Masa kalian tega ngancurin rumah tanggaku?” “Ya nggak-lah, Bro. Tapi kita kan rutin datang kemari. Takutnya ada teman istrimu yang melihat dan melaporkan padanya. Itu kemungkinan terburuk yang bisa kupikirkan, sih. Mudah-mudahan saja nggak terjadi.” Jonathan mengangguk setuju. Jangan sampai hal itu terjadi, harapnya dalam hati. Bisa bubrah beneran rumah tanggaku nanti! *** Suatu hari Jonathan pergi memantau perusahaan propertinya. Karin ikut serta bersamanya. Gadis itu kini sudah terbiasa menangani sebagian besar peker
“Buktinya kamu nggak ngomong apa-apa waktu itu!” “Karena kamu sedang terburu-buru,” sergah Eric berusaha menjelaskan. “Kamu juga kelihatannya nggak suka melihatku. Jadinya kubiarkan kamu pergi.” Karin tercenung untuk beberapa saat lamanya. Ia tak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan dilihatnya tulisan Bos Jonathan tertera pada layarnya. Segera diterimanya panggilan telepon itu. “Halo, Pak Jon?” “Maaf mengganggu, Karin. Tapi meeting kita akan dimulai sepuluh menit lagi. Bisakah kamu segera datang ke ruang meeting? Di lantai dua. Kamu bisa menanyakannya pada satpam di lobi kalau bingung.” &
Tiba-tiba Karin merasa malu sendiri dengan pertanyaan yang spontan dilontarkannya tadi. Wajahnya tersipu. Joshua tertawa geli melihatnya. Dia menjawab ringan, “Kuanggap begitu, sih. Boleh, nggak?”“Oh, ten..tentu saja boleh, Pak,” sahut Karin terbata-bata. “Saya justru merasa sangat terhormat.”“Kalau Eric?”Gadis itu terdiam sejenak. Lalu dia berkata pelan, “Eric sudah menjadi bagian dari masa lalu saya, Pak.”“I see. Tapi dia kelihatannya nggak beranggapan demikian.”“Itu urusannya sendiri. Bagi sa
Pada suatu pagi yang cerah, Simon dan Mila sedang menikmati sarapan bersama istrinya di rumah Theresia. “There belum bangun, ya?” tanya pria tua itu kepada istrinya. “Bukankah nanti dia ada jadwal konseling dengan psikiater?” “Sebentar, Mas. Aku coba lihat di kamarnya dulu,” jawab Mila seraya bangkit berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke kamar anak tirinya. Wanita itu mengetuk pintu kamar pelan sambil memanggil nama si empunya kamar. Beberapa kali dilakukannya hal itu tapi tidak ada jawaban dari dalam. Lalu diberanikannya untuk membuka pintu dan menengok ke dalam. “There…,” ucapnya pelan. Ruangan itu gelap. Dilihatnya tempat tidur masih ada penghuninya dan berselimutkan bed cover. Perempuan yang berbaring di atas ranjang masih memejamkan mata dan tak bereaksi apapun. Mila berinisiatif mendekati Theresia dan bertanya lembut, “There, bukankah pagi ini kamu ada jadwal konseling dengan psikiater?” Yang ditanya masih memejamkan matanya. Tiba-tiba dia mengerang pelan. Ked
“Bu Theresia cocok dengan mama tirinya?” “Sepertinya nggak terlalu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena papanya kan butuh pendamping hidup di masa tuanya.” “Oh, begitu.” “Kamu kenapa begitu tertarik dengan kehidupan keluarga Pak Jon?” tanya Rosa curiga. Keponakannya jad gelagapan dibuatnya. “Eng….nggak kok, Tante. Cuma sebentar lagi Karin kan ditinggal Tante kerja di sini sendirian. Jadi Karin perlu tahu lebih mendalam tentang Pak Jon dan keluarganya. Supaya nanti tidak salah sebut kalau bertemu.” “Oh, begitu.” &n
“Ceileee…, romantis banget, yeee….”Jonathan cuma nyengir menanggapi godaan kawan baiknya itu.“Duluan, ya. Aku mau turun lewat tangga. Lift-nya udah tertutup. Males nunggu lagi,” ujar laki-laki itu seraya melambaikan tangannya pada Mina.“Bye, Bro. Sampai ketemu lagi di gym, ya,” balas perempuan itu centil.Mereka berdua lalu berpisah. Jonathan turun tangga menuju ke kantin sedangkan Mina ngeloyor masuk ke kamar temannya yang dekat lift.Untung aku berpapasan dengan Mimin di depan lift, gumam Jonathan dalam hati. Coba kalau di depan kamar There. Wah, wah, wah…, suara
Lima hari kemudian Theresia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Wajahnya sudah segar kembali dan tubuhnya terasa sehat. Dia semakin tampak cantik di mata suaminya. Laki-laki itu menepati janjinya untuk kembali lagi ke rumah dan tinggal bersama sang istri tercinta. Simon merasa sangat bersyukut rumah tangga putrinya berhasil diselamatkan. Dengan bijaksana laki-laki tua yang sudah banyak makan asam garam kehidupan itu memberikan wejangan kepada anak dan menantunya agar lebih menghargai ikatan perkawinan mereka dibanding sebelumnya. “Ingatlah perjuangan kalian berdua untuk mempertahankan rumah tangga yang sudah berumur sepuluh tahun ini. Untuk selanjutnya bersikaplah lebih bijaksana dalam menghadapi setiap persoalan. Itu ujian yang harus dihadapi. There, jadilah istri yang baik dan menghargai suami. Jonathan juga
Bastian dengan enteng menjawab, “Istriku udah tahu tentang kamu, kok. Pernah kutunjukkin fotomu di HP sama dia. It’s ok. No problem.”“Nah, itu baru istri yang bijaksana! Bravo lu, Bro, bisa merit sama dia. Hahaha….”Tiba-tiba sesuatu terlintas dalam benak Jonathan.“Eh, ngomong-ngomong, kenapa Karin minta tolong kamu dandanin dia? Kan mestinya dia udah dapet free make-up dari salon pengantin tantenya?” tanyanya keheranan.Dengan sigap Mina menjawab, “Fasilitas free make-up-nya cuma buat dua orang. Sama Karin dikasihkan ke menantu-menantu calon om-nya. Mereka pas dua orang. Jadi biar adil. Karin-nya sendiri milih ngalah dan mint