Share

Akan jadi apa aku?

Tarikan Omah yang cukup mendesak membuat Anthony juga Ratih menyatu dengan seketika, Omah mendudukkan kedua orang itu di sebelahnya,  meninggalkan Aminah sendirian.

Anthony tak berdaya, dia sedikit kaku dengan berjalan mengikuti tarikan omah, langkahnya sedikit tertahan, berat meninggalkan sang kekasih yang hanya tertunduk dengan perasaan kecewa.

Wajah Aminah seketika semakin pucat, menatap sekeliling dimana ia sangat asing.

'haruskah langkah itu mengikuti atau haruskah aku sadar diri untuk segera pergi dari sini,' batin Aminah bertanya.

Alas kaki ini terlalu rendah untuk menginjakkan marmer mewah, juga mungkin terlalu ternoda jika kursi itu menopang tubuh lusuh Aminah.

"Ah.. seharusnya aku pergi dari tempat ini sedari tadi, sebelum melihat kebahagiaan mereka di atas meja," ujarnya berbicara pada dirinya sendiri, Aminah membalik badannya 180° menaikkan sedikit tas gendong yang tadi terpelorot, sepatu balet nya yang sedikit kebesaran itu harus sedikit tereret.

Sementara pelayan berlalu di hadapan Aminah memandangnya sangat rendah, seolah ia menunjukkan tegas pintu keluar untuk seorang gadis yang lusuh. 

Pelayan itu melambaikan tangannya pada satpam yang bertugas mendekat, 

"Apakah satpam itu akan menarik kupaksa, atau mungkin..." ujar Aminah dengan rasa takut.

Aminah menarik langkah cepat, ia menyadari sebelum tereret dengan kasar lebih baik sepatu besar itu dilepaskan dijinjing di satu tangan dan segera meraih pagar dengan cat berwarna hitam pekat.

Benar saja dugaan Aminah langkah satpam itu terus mengikutinya sampai ia berhasil menghentikan langkah gadis itu, membuatnya begitu ketakutan dengan detak jantung yang berdebar, juga ia segera meletakan sepatunya di lantai memakainya dengan pantas, sekarang ia berhadapan pasih dengan satpam bertubuh kekar berotot, juga tinggi besar itu, mata satpam terbelalak seakan mengarah pada wajahnya dengan tatapan sinis.

"Apa aku berbuat salah," kaki Aminah benar-benar gemetar, ia tak mampu melanjutkan langkah apalagi langkahnya terhadang oleh tubuh besar itu, gadis itu meneguk ludahnya mencoba menghela nafas lebih dalam.

'Apa maksud orang itu menghentikan aku dengan paksa,' batin Aminah bertanya.

Aminah terkejut tak kalah mendapati seorang pelayan wanita telah menghadang di belakang tubuhnya, seorang pelayan wanita dengan wajah tak asing, sanggul besar juga seragam berwarna biru, memberi tatapan tak kalah mencolok ke arahnya.

Seakan keduanya sudah berencana untuk menghadang Aminah, tangan itu menyeret paksa Aminah, mendorong tubuh gadis itu ke sebuah ruangan yang penuh dengan wardrobe mewah, berbagai macam gaun terpajang rapi, di sudut lainnya, berbaris rapi alas kaki yang sangat menawan, juga tas-tas branded.

Baru kali ini kaki kecil hina itu menginjak ruangan semacam ini, matanya hanya terbelalak memandang tanpa kedip.

Lagi-lagi pelayan wanita itu mendudukan Aminah dengan paksa, berlalu menghilang entah ke arah mana meninggalkan Aminah, ruangan ini terlalu besar juga berliku, sehingga ia hanya terdiam mematung dengan kedua tangan mencengkram kursi empuk bernuansa kulit asli itu.

Lima belas menit berlalu, wanita kasar itu datang lagi, dia menyodorkan dua kotak besar berwarna orange, jelas itu brand terkenal, tepat pada dahi Aminah. 

Mata Aminah itu kini terhalang oleh box, sementara itu ia bingung harus meraih atau harus mundur.

"Ini, segera ganti pakaian mu, juga alas kaki mu." tunjuk pelayan itu pada tirai berwarna gold, di sudut kanan ruangan besar itu.

Gadis itu menoleh, mengikuti arah tunjuk sang pelayan, matanya menatap tirai Gold mewah yang menghiasi pintu kokoh dari jati itu, 

"A-apa maksudmu," belum selesai ia bertanya namun pelayan wanita dengan wajah jutek itu bertindak cepat, menarik lengan Aminah dengan kasar, lalu mendorong tubuhnya sehingga menabrak pintu jati kokoh itu.

"Aduh…" rintih Aminah dengan memegangi sikunya yang membentur pintu.

Belum sempat gadis itu berdiri sempurna, seseorang telah siaga menariknya masuk, kali ini perlakuannya lebih baik, seorang laki-laki gemulai dengan kepala plontos, mengenakan kemeja pink dengan menampakan rambut halus di dadanya, dia menarik kursi tinggi, mendudukkan tubuh Aminah di atas kursi, dia juga meninggikan dengan menarik handle kursi yang ada pada bagian bawah.

Untung saja gadis itu berpaut, jika tidak bisa-bisa ia terjatuh ke lantai karena kaget.

"Auw, rambutmu begitu lengket, apa kau tak pernah merawatnya," tanya sang pria gemulai.

Aminah menoleh menatap, menatap wajah si pria gemulai itu, wajahnya  begitu terkejut setelah menyentuh rambutnya. 

Belum sempat gadis itu menjawab pertanyaan pria gemulai itu, tapi pria itu bertindak lebih cepat dengan membilas rambutnya lembut menyertakan pijatan kecil, sehingga ingin sekali mata ia terpejam.

Belum sempat Aminah memejamkan matanya lagi-lagi pria gemulai itu berteriak histeris, pria gemulai itu menyentuh kulit wajah Aminah dimana menurutnya kulit wajah itu terasa begitu kasar.

Sehingga pria gemulai itu mempercepat kedua tangannya, memperoleh beberapa macam kosmetik yang memenuhi meja rias, dia terlihat begitu sibuk memilih milih beberapa kotak kosmetik, yang tak sama sekali Aminah tahu, melihatnya pun baru kali ini bagi seorang gadis polos sepertinya, 

Dimana hari-harinya Aminah hanya menggunakan facial foam, yang mudah dicari di pasaran yang harganya tak lebih dari dua puluh ribu rupiah, setelah itu, ia cukup menggunakan bedak bayi untuk wajah nya, tanpa memakai pelindung sinar UV. 

Jadi wajar saja wajahnya terlihat belang dengan perawatan seadanya.

"Ekye, heran deh, kenapa tuan muda Anthony bisa kecantol sama elu," tatap sang pria gemulai pada wajah Aminah dengan menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali tak percaya.

Sementara Aminah hanya mampu terdiam kaku di depan kaca, mencerna perkataan pria gemulai itu yang menurutnya pantas, melihat raut wajah yang semakin layu itu, sang pria gemulai merasa sedikit bersalah, "Tenang-tenang, bukan namanya Rudi eh, salah bukan namanya Rosalinda Delvara Amora Rumbai Hombae jika tidak bisa meng make over gadis polos sederhana yang jelek, menjadi sesuatu yang wow... itu adalah keahlian Rosalinda," ucap sang pria gemulai dengan percaya diri.

Baru saja mata itu ingin berkaca-kaca, seketika menjadi tawa kecil di bibir Aminah, mendengar hiburan receh dari Rosalinda membuatnya terhibur.

Lesung pipi di sebelah itu membuat senyumnya menarik, juga gigi putih yang gingsul itu membuat ia semakin manis.

Wajah Rosalinda itu mendekat, menyekah wajah Aminah, sehingga membuat gadis itu menutup rapat mulutnya, sedikit menjauhkan dahi nya dari kaca, "Kenapa melihatku seperti itu," tanya Aminah dengan suara lemah lembut.

Rosalinda seakan tersenyum beda, dengan sebelah tangannya yang memegang kencang dahi Aminah, memandangnya dengan lebih jeli, seakan ia memiliki ide cemerlang untuk mempermak wajah gadis yang ada di hadapannya itu.

Pria gemulai itu, menepukkan tangannya sebanyak tiga kali, seakan itu adalah kode, benar saja dayang-dayang keluar dari tirai lainnya, memboyong tubuh Aminah melayaninya seperti ratu.

Kini Aminah hanya mampu memejamkan matanya berharap jika hari ini baik untuknya, berada dalam ruangan yang penuh aroma harum membuat hatinya rileks, beberapa orang sibuk mendandani kuku kaki dan juga tangannya beberapa lain mendandani wajahnya dan juga rambutnya yang entah diapakan, gadis itu hanya pasrah dengan tertegun tanpa kaca di hadapannya.

Sementara itu suara pintu terbuka, 

Greek..

Langkah itu terdengar jelas semakin dekat, 

"Di mana gadis itu," telisik mata tajam dari balik pintu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status