Share

Jangan seperti anak kecil!

Benarkan apa yang ada di hadapan itu? Wanita itu? Apa iya dia yang merencanakan ini semua? bukankah ia membenci sosok gadis hina itu? Belum lagi tatapan menohok yang ia berikan, nampak jelas mata itu membencinya, tak mungkin jika kali ini hatinya berbalik arah.

Aminah yang tertegun, dengan suara ketus di hadap pintu itu gemetar, enggan menoleh, apalagi sampai..

"Jangan sampai ia mengusirku dengan lebih hina," gusar nya dalam hati.

Langkah sepatu tinggi itu mendekat, terdengar jelas suara hak sepatu itu bedegum di ubin, mendekat kursi tinggi tempat gadis itu dihias.

"Nyonya," tunduk seorang pelayan menyodorkan kursi tinggi bernuansa merah tua, dengan kualitas super empuk, tak menyangka jika kursi kesayangan nya itu ditolak kali ini, "tidak," ujarnya singkat.

Langkah wanita itu semakin pasti, mendekat ke arah Aminah yang sedang di hias, 

Dup..dup..

"Jantung ku, ohh tidak, jangan apa-apakan aku," tolak gadis itu dengan menghalau kupingnya mengenakan rambut halus yang terurai disisi kuping.

Sementara tanpa kaca dihadapnya, sudah tentu tak bisa membuatnya berkutik, apalagi melihat dirinya sekarang, "Apa aku harus percaya diri atau aku harus malu dengan ini semua," tanya Aminah yang enggan membuka matanya.

Terasa hentakan langkah beruntun menjauh meninggalkan Aminah, gadis itu kini sadar jika sekarang ia hanya sendiri, perlahan ia memberanikan diri membuka sebelah matanya dengan amat pelan, 

Satu, dua, dan..

"Tiga, Buka matamu." suara ketus dan tegas itu menimpali suara hitungan Aminah.

"Ha..." Sontak saja jantung Aminah semakin berdetak tak karuan, "Oh tidak, itu terdengar seperti suara wanita paruh baya tadi," gusar nya dengan wajah pucat pasih, untung saja bibirnya sudah terbalut oleh lipstik merah menyala sehingga membuatnya tampil segar juga berani.

Terasa kedua bahunya tergenggam oleh sentuhan tangan, tangan yang halus juga aroma Parfum mahal itu tercium begitu menyenangkan untuk Aminah hisap. Bibir Aminah bergetar, dan matanya yang semula ingin ia buka seketika urung, keberaniannya seakan padam layu.

"Open your eyes." suara itu terdengar memerintah.

Perasaan dilema menyelimuti Aminah, "Permainan macam apa ini? Apa yang mereka maksud, apa yang ingin mereka perbuat," gusarnya, dalam canggung.

Wanita dengan suara ketus itu sekali lagi mencoba memberikan perintah di kuping kanan Aminah, agar segera membuka kedua matanya, mungkin lebih tepatnya sebuah ancaman bagi gadis itu, 

Genggaman yang semula halus menjadi mencengkram kasar dan bahkan meninggalkan bekas merah di kedua bahu Aminah, "Buka matamu anak manis."

Hentakan itu terlalu kuat untuk Aminah tolak, sehingga dengan segera matanya terbuka, "Siapa kau," tanya Aminah dengan suara bergetar juga mata yang terbelalak bulat, mata indah itu semakin menonjol saja dengan berhias maskara tebal.

Wanita dengan pakaian rapi mengenakan setelan jas dengan rok pendek itu, juga mengenakan high heels tinggi dengan wajah tegas menatapnya tajam, matanya tak kalah indah hanya saja kalah besar.

Wanita itu mengeluarkan sebuah tab, terlihat ia mencentang beberapa list yang mungkin telah ia buat sebelumnya.

Lagi-lagi mereka semua memanggil rekannya mengeret tubuh Aminah dengan kasar.

Mobil mewah berwarna hitam pekat itu menjadi pilihan tepat untuk Aminah terduduk, "mau dibawa kemana aku," desaknya dengan paksa pada sang sopir mobil.

Sopir itu nampak tak pandai berbicara atau bahkan sedikit Gaguk, atau mungkin itu hanya bagian dari sandiwara semata.

Gadis polos itu melirik sedikit bayang dirinya di kaca gelap mobil, ia seakan tak percaya wajah siapa yang ada di bayangan itu, seorang gadis modern dan cantik, kedua jarinya memegangi wajah yang sudah terbalut make up, mencubit pelan pipinya, "Sakit," berarti itu menandakan bahwa ia tak bermimpi.

Tinttt…

Suara klakson memekikan telinga, membuat kuping bengkak rasanya, nampaknya itu tanda mobil yang Aminah tumpangi harus berhenti, 

Benar dugaan gadis itu, seseorang telah bersiap membuka pintu sebelahnya, mempersilakan Aminah turun, bak putri di negeri dongeng.

"Silahkan nona, ikuti aku, aku akan mengantarmu ke ruangan yang telah ditunggu," ajak sang pelayan hotel dengan wajah ramah bersahabat.

Wajah itu Lagi-lagi dibuat terpukau akan hotel yang mewah dan megah itu, bangunan hotel itu begitu menjulang tinggi, juga tak kalah dengan tugu Monas, gadis itu nampak memperhatikan sekitar dengan tatapan penuh kekaguman, tapi tetap saja ia berjalan kaku dengan high heels yang dikenakan, juga dress yang terlalu mini baginya.

"Hei mbak tunggu, mau dibawa kemana aku," tanya Aminah dengan suara bergetar.

Pelayan itu dibuat tertawa oleh wajah polos itu, "Gadis ini terlihat cantik tapi sayang ia masih terlihat bodoh juga norak," lirik sang pelayan hotel dengan tatapan sebelahnya.

Sementara kaki Aminah kini terasa lemas, ujung jari-jari itu mulai terlihat memerah dan sebentar lagi akan ada goresan luka dari alas yang ia kenakan. "Aku benci ini," celetuknya untuk hari ini.

Tapi ia terlalu takut untuk berlalu pergi dan pulang begitu saja, ditambah lagi ia tak tahu dimana keberadaannya sekarang. 

Tercium aroma makanan telah menyapa kedatangannya, benar saja sebuah ruangan besar dengan meja-meja terpenuhi makanan enak sudah tersedia, mata gadis itu enggan berkedip, apalagi ketika melirik sebuah hidangan besar beralaskan piring raksasa, kepiting berukuran raksasa dengan asap mengepul, lalu disiram oleh sausnya, itu benar-benar membuat ludah tercecer.

Ia hanya meneguk ludahnya dalam. Merasakan sensasi kenikmatan itu.

"Nona, kau sedikit terlambat, mejamu sebelah sana," tunjuk sang pelayan hotel mengarah ke meja besar yang nampak sudah dipenuhi beberapa orang, Aminah menoleh, mendapati punggung beberapa orang yang ia kenal,

"Meja itu," tunjuknya,

Pelayan itu nampak mengiyakan, dan berlalu meninggalkan Aminah, 

"Ha bukankah..." langkah nya semakin getir.

Seorang gadis nampak berdiri dan melambaikan tangan pada Aminah, mengajaknya untuk bergabung, walau ia sedikit ragu tapi langkahnya mendekat.

"Ratih," mata gadis itu terkejut,

Sementara kekasihnya Anthony telah ada disana juga Omah nya, "Ku kira mereka melupakan ku, Ternyata..." Aminah nampak senang dan terharu.

"Duduklah sayang," ajak Anthony pada Aminah dengan menyiapkan sebuah kursi di sebelahnya, dimana kursi itu berhadapan langsung dengan wajah tegas sang omah.

"Ya benar, duduklah Aminah," Ajak Ratih dengan sedikit memaksanya.

"Te.. terimakasih," ucap Aminah dengan suara pelan.

Walaupun gadis itu Sekarang nampak anggun dengan gaun mahal dan juga riasan bak Putri, tetap saja mata itu memandang rendah, tetap saja ia tak selevel dengan Anthony, "Dasar penjilat," desis sang Omah dengan meraih wajah hina itu.

"Mari sayang, ayo omah kita lanjutkan makannya, bukankah sekarang tak ada lagi yang kita tunggu," ajaknya.

Wajah murung itu kini menyelimuti omah, kedua tangannya menghempaskan kasar sendok juga garpu, meletakkannya dengan segera, "Tidak, Omah tidak bernafsu lagi," hentak sang omah.

Suara kasar dan tegas itu tak elak membuat Aminah sedikit tersinggung, "Apakah ini semua karena kehadiran ku," pikirnya.

"Omah, jangan seperti anak kecil," teriak sang cucu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status