Share

Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu
Cintai Aku, Seperti Aku Mencintaimu
Author: Zenkodok

Not a bad girl

Not Badgirl

“Shh.. shit! Kau benar-benar luar biasa sayangh..” rintih seorang pemuda ketika Gwen melakukan satu aktifitas dengan mengikuti irama yang dibuatnya, irama indah yang tentu saja berhasil membuat pemuda yang terduduk di depannya ini memejamkan mata karena sensasi yang dia dapat.

“Kau benar-benar gila, Gwen!” Pria yang baru saja mendapatkan pelepasan itu langsung menarik tubuh Gwen hingga jatuh ke pangkuan pemuda dengan tatapan yang memburu dan menuntut lebih, malam panjang sudah mereka lalui, dan Gwen wanita yang sudah membuat dirinya jatuh hingga tak bisa mengendalikan dirinya langsung melumat habis bibir ranum wanita itu. Wanita yang sudah membuat dirinya hampir mati karena gila.

Permainan dan gairah yang menggebu menurut mereka untuk segera memulainya. Memulai mendaki dua gairah yang sudah beradu dalam diri hingga membakar tubuh dengan ledakan luar biasa di sana.

Dalam diam Gwen pun menikmati ciuman panas mereka, membiarkan tangan pemuda itu memainkan memainkan sesuatu yang sudah mendaki aset berharga dirinya, membiarkan pria itu semena-mena atas dirinya, karena sebentar lagi dia akan mengakhirinya, dan membuat pemuda itu terjebak dalam sebuah penderitaan. Hingga ketika tangan pemuda itu mulai beranjak turun untuk menuntut kenikmatan yang lebih di balik celana hot pants miliknya, Gwen segera menghentikan itu.

“Aku sudah selesai,” Ujarnya bangkit dari pangkuan pemuda itu dan berjalan ke pintu kamar tanpa rasa bersalah sedikit pun.

“Sialan kau! Aku sudah menggila karenamu dan kamu harus tanggung jawab.” Maki pemuda itu membuat Gwen sedikit sebal. Untung saja pemuda itu tampan, jika tidak mana mungkin dia sampai ketempat ini.

“Tapi kau sudah keluar tadi dengan mulutku. Sudahlah cepat buka pintunya. Aku sudah tidak memiliki urusan lain di tempat ini.” Ujar Gwen malas berlama-lama.

“Dasar jalang! Kau tidak akan pernah keluar dari sini sebelum aku merasa puas denganmu.” Ucapan pemuda itu sangat kasar dan sedikit menyakiti perasaan Gwen. Sedikit. Karena seperti biasa, dia sudah melakukan hal gila ini lebih sering, jadi tidak heran ketika dia mendapat makian yang terdengar menyakitkan itu.

Lain dengan ucapannya tadi, Gwen berjalan mendekati pemuda it,u meraih tengkuknya dan langsung melumat bibir sialan yang sudah memaki dirinya. Gwen dapat merasakan senyum kemenangan pemuda itu dalam tautan bibir mereka. Tanpa menunggu lagi, tangan nya dengan cepat memukul tengkuk pemuda itu dengan kuat hingga ia hilang kesadaran. Setelah itu dia tidak ingin membuang kesempatan, segera saja dia mencari kunci kamar ini yang ternyata berada di bawah ranjang.

Dengan umpatan Gwen mengambil kunci tersebut. Ini masih bisa ditoleransi, Gwen bahkan pernah melakukan hal lebih ekstrim dari ini hanya untuk mencari kunci atau keluar dari kamar yang disewa setiap pria yang mengajaknya make out.

Setelah berhasil keluar, Gwen segera menelpon temannya untuk menjemput dirinya, dia tidak ingin terlalu lama di tempat ini.

“Gimana rasanya Gwen? Mayan gak?” Itu adalah pertanyaan pertama yang terlontar dari bibir bengkak Tasya ketika dirinya masuk kedalam mobil sahabatnya itu.

“Biasa aja sih. Kalo masalah size sih lumayan lah gak malu-maluin banget.” Jawab Gwen acuh sembari memainkan ponselnya.

“Tenaganya gimana? Mantap gak? Apa cepet loyo?”

“Yang ini cepet selesainya Sya. Kurang asyik.”

“Ah ... lo mah gitu mulu tanggapannya. Mau size gede, kecil, sedang juga biasa aja. Lagian selama gue denger semua ucapan lo semua cowok cepet selesainya.” Gerutu Tasya tak diindahkan oleh Gwen.

“Keenakan kali, Sya. Service gue gak ada tandingannya sih, jadi wajarlah cepet selesai.” Tasya mengangguk paham.

“Iya sih. Eh, ini lo mau gue anter kemana? Apartemen atau rumah?”

“Apartemen deh biar cepet sampe. Mau tidur.”

“Oke. Ntar malem masih mau ke kesana kan?” Tanya Tasya memastikan.

“Selama besoknya hari libur ya harus kesana dong.” Jawab Gwen seadanya.

“Siap, Bu bos.” Balas Tasya antusias membuat Gwen menjadi geli sendiri. Sesemangat itukah sahabatnya itu jika datang ke tempat penuh dosa?

Sesampainya di apartemen, Gwen diikuti Tasya yang kayanya ingin menginap langsung menuju ke kamar. Usai membersihkan diri, ponselnya berbunyi. Tertera nama sang ibu disana.  “Iya hallo, Ma.”

“Sayang, kenapa kamu belum pulang?”

“Gwen balik ke apartemen ma, sama Tasya juga.”

“Oh yasudah, lain kali hubungi mama ya jika tidak pulang. Mama khawatir.”

“Oke, Ma, maaf ya buat mama khawatir.”

“Gak papa. Kamu istirahat ya.”

“Iya, Ma. Ini juga mau tidur.”

“Good night princess.”

“Malam, Ma.”  Komunikasi terputus dilihatnya sekrang pukul 11 malam. Ibunya belum tidur karena mengkhawatirkan dirinya. Gwen menjadi merasa bersalah.

“Nyokap lo?” Tanya Tasya yang sudah tergeletak dikasur. “Iya, gak tega gue sama mama khawatir gitu.”

“Makanya lain kali kasih kabar Gwen. Kayak gue dong, belajar lah.”

“Iya iya. Gue ngantuk mau tidur.”

“Oke.”  Tanpa bicara lagi Gwen segera menenggelamkan diri diselimutnya, dan terlelap.

“Gwen.. bangun.. gue laper nih cari sarapan yuk.” Gwen menggeliat sama tidur nya karena merasa terganggu.

“Lo udah mandi belom?” Tanya Gwen dengan mata yang masih terpejam.

“Udah. Buru lo bangun terus mandi.” Segera Gwen bangkit dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi. Matanya sudah terbuka lebar dan tubuhnya terasa segar setelah mandi. Dilihatnya Tasya masih menunggui dirinya

Sambil memainkan ponsel. “Yuk cari makan. Kita ke kafe bawah aja.”

“Yaudah.” 

Makan pagi ini diisi dengan obrolan biasa, tidak ada yang menarik. Hingga temannya itu menghela nafas begitu keras.  “Kenapa lagi Sya? Dari tadi malem lo agak aneh deh. Muram begitu mukanya.” Kembali Gwen mendengar helaan nafas dari temannya.

“Gue ngerasa Darren berubah Gwen. Dia jadi gak seperhatian kemarin ke gue.” Gwen menaikkan alisnya tak paham.

“Gak perhatian gimana Sya?”

“Dia udah jarang kasih kabar Gwen, telpon aja sekarang udah bisa dihitung pake jari.” Gwen memicingkan mata menatap sahabatnya.

“Lo udah kasih itu lo ke dia?” Pertanyaan itu begitu menusuk tetapi Tasya mendesis tak suka.

“Ya enggak lah. Gila lo. Walau bakal, walau bibir gue udah nggak pw, tapi gue nggak segila itu untuk memberi apa yang nggak harus dia miliki..”

“Baguslah, kalo gitu putusin aja. Dia bosan kali sama lo gak mau kasih dia jatah.” Tasya membelalakkan matanya.

“Bosan gimana? Walau pun gue gak pernah kasih lebih ke dia, tapi gue kasih apa yang dia mau kok. Walau nggak sampai ke titik itu, Lo tahu sendiri gimana gue kan.” Ujar Tasya tak terima.

“Lo nemu Darren dimana sih, Sya? Kayak gak tau pergaulan dia aja sebelum ketemu lo. Bahkan gue yakin dibelakang lo pun dia sering lakukan itu dengan yang lain. Jangan buta-buta amatlah karena cinta.” Decih Gwen. “Lo itu cantik, tanpa Darren juga masih banyak cowok yang antre di belakang dia. Lonya aja yang bodoh masalah gituan!’

“Kita begini kan Cuma buat senang-senang aja, Sya. Jangan bawa bebanlah, dan yang penting kita jaga harga diri kita yang tinggal satu-satunya itu. Yakin deh nanti bakal bahagia.”

“Iya ya. Apa gue putusin Darren aja? Tapi gue masih sayang sama dia gimana dong.” Tatapan mata Tasya begitu sedih.

“Sayang juga bisa hilang Sya. Yang penting lo berusaha. Buru telpon Darren minta putus, nanti malem kita pergi ke tempat asik buat senang-senang.”

“Nanti kalo Darren gak mau putus terus cari gue gimana?” Tasya terlihat khawatir tak membuat Gwen ikut khawatir juga.

“Ya jangan ditempat biasalah. Kita ke tempat baru, gue denger ini tempat keren banget lagi ngehits juga namanya. Gimana?” Tawar Gwen.

“Oke gue telpon Darren dulu.”

---

Tasya menatap sahabatnya itu tak percaya. “Sumpah kita bakal masuk kesini?” Tanyanya. 

Gwen tersenyum lebar dan mengangguk. “Iya buru masuk.”

“Gwen ini kelas elit banget. Anak sekolahan macam kita mana ada uang buat bayarnya.” Desis Tasya menahan tangan temannya itu.

“Udah lo tenang aja. Lagian gue gak mau mabuk sekarang dan lo juga gak boleh mabuk. Kita joget-joget aja nikmatin lagu di kelab kelas elit yang lo bilang ini.”

Sekali tarikan Tasya segera dibawa masuk oleh Gwen. Dan setelah mereka memperlihatkan tanda pengenal, mereka pun masuk kedalam. Disini sebenarnya sama saja, berisik, sesak, ramai dan remang-remang. “Kita minum dulu kali Gwen. Biar gak seret pas goyang nanti.”

“Boleh deh. Yang ringan aja.” Ujar Gwen melihat sekelilingnya. Ia sudah biasa melihat semua ini, melihat orang-orang yang tidak malu melepas pakaian mereka demi mendapat kenikmatan.

“Nih minum.” Gwen dikagetkan oleh tepukan dibahunya.

“Ntar gue bayar.” Ujar Gwen langsung meneguk minumnya.

“Gak usah. Harganya gak semahal yang gue kira. Kita sering-sering ke sini ya, gue suka tempatnya.” Gwen mengangguk saja.

“Boleh deh. Langsung ke dance floor aja yuk, musiknya lagi enak ini.” Lagi-lagi Gwen menarik tangan Tasya. Mereka bergoyang diantara orang-orang yang sama seperti mereka bergerak menikmati musik.

“Darren. Gue bakal bisa lupain lo.” Ujar Tasya berhasil membuat Gwen tertawa. Sepertinya sahabatnya itu butuh waktu untuk melupakan laki-laki brengsek itu.

“Nanti gue telpon lo ya, kayaknya gue mau minum aja. Jangan hilang.” Gwen mengiyakan saja ucapan temannya.

“Jangan sampe mabuk. Nanti gue hubungi lo kalo udah kelar.”

“Oke.”  Gwen kembali hanyut dalam alunan musik. Ia cinta sekali pada musik, membuat hatinya merasa senang. Gwen terus saja menari bergoyang sesuka hatinya tak memperdulikan mata-mata pria yang sedari tadi menatapnya. Sudah biasa bagi Gwen menjadi pusat perhatian, dan ia sangat menikmati itu. 

Tetapi kali ini Gwen merasa sedikit risih, ia pun menolehkan wajahnya kesebelah kanan dimana itu adalah tempat sofa-sofa berada. Tatapan pria itu mengintimidasi dirinya, sialnya Gwen merasa tidak nyaman. Seluruh laki-laki yang pernah dibuai olehnya tidak pernah menatapnya seperti itu, mereka biasanya memberikan kerlingan nakal bukan tatapan mengintimidasi. Tapi sepertinya kali ini akan menarik.

Gwen menatap pria itu dengan tatapan menggodanya, digigitnya bibir itu dan bergerak secara liar. Gwen tidak perduli pria itu sudah dikerubungi oleh tiga wanita sekalipun.

Ia hanya ingin mencoba-coba. Namun sepertinya gagal, karena pria itu masih tetap dalam posisi duduknya tanpa mengalihkan tatapan darinya. Gwen pun acuh dan kembali menikmati lagu, mungkin pria itu tidak suka daun muda seperti dirinya.

Tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Gwen tahu itu pria karena sudah terasa dari tubuhnya yang lebih besar darinya, ia juga yakin pria ini pria kaya karena wangi dari tubuhnya menggunakan parfum mahal yang biasa dipakai sepupunya.

Melirik dengan ujung matanya, Gwen dapat melihat wajah tampan itu. Bukannya sok jual mahal, tetapi Gwen hanya akan melakukan hal biasa yang dilakukannya dengan pria tampan saja. Senyum miring terulas dibibirnya, pancingannya termakan.

Pria ini adalah pria yang tadi ia coba goda. Sengaja Gwen kembali menggoyangkan tubuhnya menggoda pria yang ada dibelakangnya. Dari jarak yang begitu dekat Gwen tahu hika pria itu sudah mulai terpancing, tetapi dengan sengaja ia malah semakin liar menggeseknya dengan lembut ke bagian inti pria itu.

“Gadis nakal.” Geraman terdengar ditelinga Gwen. Suara serak dan berat itu hampir membuatnya gemetar.  Pelukan pria itu mengerat dan sengaja semakin menempelkan dirinya ke tubuh Gwen. Satu tangan pria itu meraba perutnya dan yang satu ke arah paha mulusnya. Bibir pria itu pun tak tinggal diam, terus mencecapi leher serta telinga Gwen.

Sesekali digigitnya bahu dan punggung Gwen. Kembali Gwen menggoda pria itu dengan menekan dan menggoyang memutar tubuhnya.

“Siapa namamu?” Tanya pria itu dengan napas memburu. Gwen menatap manik kelam itu dengan menoleh ke samping kanan dimana wajah pria itu berada. 

“Gwen.” Lirih Gwen ketika mata itu seakan menyalaminya.

“Just Gwen?” Gwen mengangguk dan melirik bibir pemuda itu. Tanpa banyak bicara Gwen langsung menyambar bibir ranum yang sedari tadi begitu banyak bicara dan memancing dirinya untuk memulai. Serangannya dibalas dengan brutal tanpa jeda uang membuat napas mereka terengah, panas dan menggelora. Tangan pria itu mulai nakal dengan mengelus masuk dan merambat terus kedalam, menyentuh bagian sensitif dirinya hingga dia berhasil masuk striped halter top berwarna peach miliknya meremas dua bongkah indah tanpa pengaman di sana.

“No bra? Apa kau berniat menggodaku?” Dengusnya melepas ciuman mereka sebentar. Gwen pun berbalik menghadapinya.

“Untuk apa dipakai jika nanti dilepas?” Pertanyaan itu kembali memancing sesuatu dalam diri pria itu kian menggebu, bahkan tanpa berbicara lagi dia langsung melumatnya lagi. Gwen sudah biasa menghadapi pria yang tidak sabaran macam ini, jadi ia dengan sigap mengimbangi. Sedikit melenguh karena tangan terampil pria itu dalam menyentuh bagian yang begitu sensitif miliknya.

“Kita butuh kamar sekarang.” Tak perlu mendengar pendapat Gwen pria itu sudah membawanya keluar dari kelab dan langsung menaiki mobil mewah.

“Ke mana kita?” Tanya Gwen setelah terduduk nyaman disebelah pria itu.

“Apartemenku.” Jawab pria itu tampak serius menatapi jalan. Tapi Gwen dapat melihat mata pria itu sesekali melirik pahanya seperti pria yang biasanya. Segera Gwen membawa salah satu tangan pria yang memegang stir kearah pahanya. 

“Jika ingin menyentuhnya sentuh saja tidak perlu meliriknya terus menerus.” Ujar Gwen. Lagi pula saat ini ia memakai celana walau itu hotpants jadi ia merasa sedikit aman.

“Berapa usiamu?”

“18 tahun.” Jawab Gwen santai melihat keadaan diluar mobil.

“Masih sekolah?” Gwen mengangguk mantap. Diliriknya pria itu seperti tak percaya.

“Kamu jangan khawatir. Aku sudah biasa dalam hal ini jika yang kamu khawatirkan aku adalah seorang amatir.” Melihat kesempatan lampu merah, Gwen langsung mencium pria itu. Sudah cukup lama hingga lampu kembali hijau.

“Aku tidak pernah mencobanya bersama anak sekolah.” Ujar pria itu jujur. Gwen mendudukan diri dipangkuan pria itu dan mencoba menggodanya lagi. Beruntung tubuh Gwen kecil jadi ia tidak menghalangi penglihatan pria itu dalam mengemudi.

Kecupan, serta cumbuan Gwen di leher serta bawah telinga pria itu sangat berpengaruh, belum lagi bongkahan indah no bra yang ia gesekkan di dada bidang pria itu dibalik kemejanya. Gwen benar-benar memberi banyak rangsangan pada pria itu hingga membuatnya kembali menggeram menahan diri.

“Kalau begitu. Biarkan anak sekolah ini memberi pelayanan.” Bisik Gwen yang setelahnya dia bahkan memberi rangsangan dengan mengigit telinga pria itu.

“Sialan!”

 ###

Torture

Maxime melirik wanita-wanita itu tidak berminat, jika bukan karena undangan dari teman-temannya ia malas kemari. Meminum sedikit vodka tak membuat dirinya berselera di tempat ini. Tiga wanita itu sedari tadi menggodanya, tapi hari ini ia benar-benar tak ingin melakukan itu. Ia hanya ingin pulang dan istirahat. Kepalanya hampir pecah karena tumpukan dokumen dan masalah yang terjadi di perusahaan miliknya.

Ia melihat-lihat sekeliling tempat ini, tak ada yang menarik. Hingga ia melihat wanita itu. Wanita yang menggoyangkan tubuhnya liar seakan sengaja membuat pria mendekatinya. Ia bisa melihat wajah cantik itu, sangat cantik. Apalagi kulit putih yang menurutnya terlalu putih di antara temaram lampu membuatnya mencolok. Wanita itu menatap kearahnya hingga membuat tatapan mereka bertemu.

Tak terduga wanita itu bergoyang begitu sensual dengan menatapnya menggoda, membuat jiwa kelakiannya membara. Tapi Max tak mau gegabah kali ini, ia meneliti penampilan seksi wanita itu bukan sepertinya dia tidak setua itu untuk disebut wanita.

Maxime mengabaikan pemikirannya dan berjalan menuju gadis yang menggodanya itu lalu memeluknya dari belakang. Penilaian Max sebagai pria tak akan salah, perempuan dipelukannya ini memilki tubuh yang indah dari bentuk sudah pasti. Tetapi tiba-tiba ia merasa gadis ini sengaja memancing gairah di dalam dirinya.

“Gadis nakal.” Geramnya tepat ditelinga gadis itu. Tapi si gadis tak memperdulikannya dan terus saja melakukan goyangan sensual. Pelukan Max mengerat dan sengaja semakin menempelkan dirinya ke tubuh gadis itu. Satu tangan meraba perutnya dan yang satu ke arah paha mulusnya.

Aroma tubuh gadis ini membuatnya gila, tanpa izin bibir Max mencecapi leher serta telinganya. Sesekali digigitnya bahu dan punggung. Tetapi lagi lagi godaan dilancarkan dengan menekan dan menggoyang memutar tubuhnya yang sialnya seksi itu membuat Max tak bisa menahan diri lagi.

“Siapa namamu?” Tatapan mereka bertemu dan Max semakin tergila-gila dengan manik cokelat madu itu.

“Gwen.” Entah sengaja atau tidak, tetapi itu terdengar seperti desahan menurut Max.

“Just Gwen?” Gadis itu mengangguk dan langsung menyerang bibir bibirnya.

Dari ciuman mereka Max tau gadis ini berpengalaman, jadi tanpa menunggu dibalas juga ciuman itu dengan brutal pula, panas dan menggelora. Tangan Max masuk kedalam baju seksi gadis itu meremas dua benda yang seharusnya menjadi tempat privasi dari wanita yang sialan dia tidak menggunakan pengaman di sana.

“No bra? Apa kau berniat menggodaku?” Max mendegus setelah melepas ciuman mereka sebentar, Max sedikit kesal dengan apa yang dihadapinya. Bagaimana gadis ini berkeliaran tanpa bra. Oh damn! Respon membalik badan dan menempelkan tubuh mereka bukanlah hal yang terpikir oleh Max.

“Untuk apa dipakai jika nanti dilepas?” Emosi mendengar jawaban itu Max langsung menciumnya lagi tanpa ampun yang bisa diimbangi gadis ini. Lenguhan gadis itu membuatnya semakin gila.

“Kita butuh kamar sekarang.” Segera Max membawa gadis ini menuju parkiran dimana mobilnya berada.

“Kemana kita?” Max sedikit melirik gadis itu dan menjawab,

“Apartemenku.” Lalu fokusnya kembali pada jalan, tetapi juniornya sudah menjerit minta keluar jadi ia hanya bisa melirik gadis itu yang sialannya begitu seksi. Tiba-tiba tangannya dibawa kearah paha mulus itu.

“Jika ingin menyentuhnya sentuh saja tidak perlu meliriknya terus menerus.” Seketika Max menjadi gugup, tapi tak ayal tangannya terus mengusap lembut paha gadis itu.

“Berapa usiamu?” Tanyanya membuka pembicaraan sekaligus mencari informasi.

“18 tahun.” Max sudah duga ini. Tapi mengapa gadis ini sudah seliar ini diusia muda? Apa dia butuh uang?

“Masih sekolah?” Max dapat melihat anggukan kepalanya. Max sedikit tak yakin atas penglihatannya. Jadi malam ini ia akan bermain dengan anak sekolah?

“Kamu jangan khawatir. Aku sudah ahli dalam hal ini jika yang kamu khawatirkan aku adalah seorang amatir.” Max tidak mengkhawatirkan itu sungguh, melihat gaya gadis ini Max tau gadis ini berpengalaman. Saat lampu merah gadis itu menciumnya cukup lama hingga lampu kembali hijau. Seakan memperlihatkan ke agresifannya.

“Aku tidak pernah mencobanya bersama anak sekolah.” Ujar Max jujur. Tiba-tiba gadis itu mendudukan diri dipangkuannya. Mengecup, menghisap dan menjilat di leher serta bawah telinganya Max jadi semakin tak sabar ingin sampai ke apartemennya. Belum lagi dua gumpalan indaj no bra yang di gesekkan serta tubuh sinyal lainnya yang bergerak maju mundur semakin membuat Max menggila.

“Kalau begitu. Biarkan anak sekolah ini memberi sebuah kebahagiaan.” Bisik gadis itu sensual.

“Sialan!” Max segera memarkirkan mobilnya asal di basement. Memeluk gadis ini erat dalam gendongannya dan keluar dari mobil.

Max menahan wajah gadis itu yang sedari tadi menyerangnya dan berbalas menyerang dengan ciuman kasar. Menabrakkan punggung gadis ini di dinding lift dan melanjutkan ciuman panas mereka.

Setelah menekan tombol tujuan lantai, lift segera berjalan dengan kegiatan mereka yang masih berlangsung.

“Aku ingin segera melakukannya. Kau benar-benar membuatku gila.” Max mengembuskan nafas memburunya dieher gadis itu.

Tanpa menunggu lama, Max memasuki apartemennya dan menuju ke kamar. Di bantingnya gadis itu ke ranjang empuk miliknya yang tidak pernah ditiduri wanita mana pun.

“Wow, slown down beibh.” Ujar gadis itu mencoba menenangkan dirinya yang sudah tak tahan.

Ia segera menindihkan tubuhnya ke tubuh gadis itu. Melumat kembali bibir yang sudah menjadi candunya. Tangannya pun tak bisa diam, terus bermain dengan dua benda yang agak kebesaran ditangannya.

Dia sama sekali tak menyangka tenaga Gwen begitu besar hingga bisa membalik keadaan. Gadis itu yang kini berada diatasnya. Membuka kemejanya kasar dan mulai melancarkan aksinya membuat Max menahan desahan. Sialan ia merasa seperti perempuan sekarang, tapi sungguh apa yang dilakukan gadis ini membuatnya merasa luar biasa. 

Tangan lentik itu bahkan tak henti bermain di titik sensitif hingga menuju bagian yang bisa membuat Max gila hanya merasakannya saja. Bahkan dengan nakalnya dia sudah membuat max tidak berdaya dengan tergeletak di atas ranjang menikmati semua permainan wanita itu, bahkan tanpa dia sadari wanita itu sudah berhasil meloloskan kain terakhir yang dia kekenaka

“Besar. Sungguh menakjubkan.” Hanya kata itu lalu setelah itu dia merasakan sesuatu yang sangat sensual, sesuatu yang membuat dirinya hampir gila hanya merasakannya saja. Bahkan hal itu membuat perut Max terasa diterbangi kupu-kupu dan nikmat bersamaan.

Awalnya Max ingin menarik gadis itu dan langsung ke intinya saja, karena jika hanya bermain-main seperti ini Max tidak akan bisa sampai puncak. Perlu waktu lama. Tetapi saat pertama gadis itu menghisap dirinya membuat Max tak berdaya.

Dan tak butuh waktu lama sepeti biasanya, Max mendapatkan kenikmatannya. Hanya butuh sepuluh menit dan dirinya sudah selesai. Max tak percaya ini. Harga dirinya benar-benar habis hanya karena berhadapan dengan gadis kecil saja. Sialan!

Segera ia raih tubuh gadis itu sedikit kasar dan membuka paksa kain yang melekat di tubuh indah itu. Hingga sejenak max terpukau hanya ketika dia melihat sesuatu yang begitu indah. Sesuatu yang sering dia lihat, namun kali ini sangatlah berbeda.

Ini sungguh luar biasa.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noka M
kok diulang?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status