“Sial, aku terlambat lagi!”Aurora segera turun dari kabin mobil. Dia bergegas berlari masuk ke dalam fakultas. Hari ini, dia akan mengikuti ujian lalu segera mengajukan cuti. Aurora perlu menenangkan diri dan tidak memikirkan hal yang berat.Seluruh pasang mata memandanginya. Aurora menghela napas panjang sambil terus berjalan. Dia tidak peduli dengan siapa pun. Ah, masa bodoh dengan semua itu, pikirnya.“Kau datang?”“Bagaimana?”“Apa William memberikanmu seorang pengawal?” Joanna memandangi Aurora dari ujung kepala sampai ujung kaki. Joanna melirik ke belakang Aurora. Memastikan bahwa perempuan itu memiliki pengawal. Namun, Aurora hanya sendiri.“Sepertinya William biasa saja, dia akan mengadakan konfrensi pers hari ini. Ah, aku bingung dengan keluarga itu!” ucap Aurora kesal. Joanna mengerutkan kening tidak mengerti.“Maksudmu, dia akan menjelaskan semua ini?” Aurora menganggukan kepala.“Tentu saja, dia akan menjelaskan kepada media mengenai aku dan semua yang terjadi kemarin. Ah
Aurora bergegas masuk. Dia memandangi wajah Joanna yang terlihat sangat gugup. Sahabatnya itu terus mengengam tangannya.“Kau yakin, kita tidak akan di culik?” Joanna menatap Aurora.“Tenang saja, mungkin Antoni memiliki urusan di sini. Jadi, jangan takut!”Ting!Pintu lift terbuka, Aurora bergegas keluar mengikuti langkah kaki lelaki itu. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia menatap lelaki berbaju hitam yang membawahnya ke sebuah ruangan.“Nona, tuan kami menunggu anda di dalam!” Aurora menatap ruangan yang bertuliskan nama direktur. Dia semakin ragu. Tidak mungkin Antoni menjadi direktur. Ah, ini penipuan.“Nona, ikut kami!” perintahnya lagi. Aurora tidak bergerak. Aurora menatap lelaki yang menyuruhnya mengikutinya. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Sial.”“Apa benar Antoni di dalam?” Aurora menyipitkan matanya menatap ruangan itu. Joanna mengengam tangannya. Tangan perempuan itu benar-benar sangat dingin.“Nona!”“
“Gila!” Roy terus mengumpat. Dia kesal dengan konfrensi yang dilaksanakan keluarga Keller.“Mengapa mereka fokus kepada Maya tanpa memikirkan Aurora?”Roy terus mengumpat kesal. Dia tidak terima dengan semua ini. Prof. John hanya duduk sambil terus memandangi William dan Maya yang terus berciuman di layar tv. Sungguh, Aurora akan terluka dengan semua ini. Prof. John bergegas masuk ke dalam kamarnya.“Matikan saja, tidak menarik!” perintahnya. Prof. John mencari ponselnya untuk menghubungi Aurora. Hati Aurora pasti terluka dengan ini semua. Sungguh, Aurora butuh seseorang yang bisa menemaninya. Prof. John menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Halo?”“Kau di mana?” tanya prof. John.“Aku akan menemuimu!” Setelah mengirimkan pesan suara, prof. John bergegas untuk menemuinya. Prof. John tahu, Aurora pastinya terluka. “Hai, mau ke mana?”Kening Roy berkerut memandangi prof. John yang sudah siap dengan coatnya. Lelaki tampan itu mencari kunci mobilnya. “Mau ke mana?”
“Saya sudah tahu, kamu mencintainya.”“Bahkan sampai saat ini, saya tahu kamu tidak bisa pergi darinya!”“Walaupun William tidak mencintaimu, tapi saya tahu perasaanmu sangat dekat dengan William.”Prof. John memandang ke depan. Perasaanya kalud, bingung harus berkata apa. Prof. John tersenyum, dia memandangi Aurora dengan lekat.“Prof. John, sepertinya aku harus pulang!” Aurora bergegas berdiri. Dia bersiap-siap untuk berjalan meninggalkan prof. John. Aurora menghela napas panjang. Prof. John menarik tangannya. Membawah Aurora ke dalam pelukannya. Prof. John memeluk perempuan itu dengan erat.“Jangan sedih,” bisiknya. Aurora menggelengkan kepala. Dia berusaha terlepas dari pelukan lelaki itu.“Aku tidak sedih, prof. John. Jangan memelukku seperti ini!” Aurora berusaha mendorong tubuh lelaki itu untuk menjauh. Prof. John tidak ingin melepaskan pelukannya.“Jangan sedih,” serunya lagi.“Prof. John, aku tidak sedih. Jangan seperti ini, aku adalah istri tuan William sekarang!”Sekuat ten
“Tuan Dominic?” bola mata Prof. John membulat sempurna. Cicilia dengan senyum khasnya menganggukan kepala.“Ya, ada apa John?”“Bukankah ini sesuatu yang biasa?”“Mengapa wajahmu terlihat kaget seperti itu?”“Oh, yah, selama di Nevada ini, kau sudah memiliki kekasih?” Cicilia mendekatkan wajahnya dan membuat prof. John spontan memundurkan tubuhnya. Cicilia tertawa melihat reaksi prof. John.“Kamu tidak berubah, John. Masih saja seperti ini,” sahut Cicilia. Tangannya menyentuh pundak tangan prof. John. Secepat kilat, prof. John menepis pegangan tangan perempuan itu. Cicilia menatap prof. John. Dia mengerutkan kening.“Kau tidak tertarik lagi denganku?”“Apa aku sudah begitu melukaimu?”Prof. John menggelengkan kepala. Dia menyeruput kopi hitam yang ada di depannya. Cicilia sangat suka wajah prof. John yang tampak malu-malu. Lelaki itu masih saja sama. Selalu takut dengan perempuan.“Aku hanya tidak ingin berurusan lebih jauh, Cicilia.”“Apa masih ada keperluanmu di kampus ini?” Prof. J
Setiap pagi, Aurora sangat suka duduk di depan rumah milik William. Musim salju hampir saja berlalu berganti dengan musim semi. Tumbuhan akan bermekaran dengan indah. Musim semi selalu menjadi musim yang sangat disukai ayahnya. Musim semi selalu disebut musim bunga. Bunga yang indah akan bermekaran dan membuat suasana hati menjadi nyaman.“Kamu di sini?” Aurora spontan menoleh ke belakang. Lelaki itu perlahan berjalan dan duduk di samping Aurora.“Hari ini, ada jadwal senam untuk ibu hamil. Apa kamu mau mengantarku?”“Wartawan tidak akan menyerbu kita lagi, bukankah kamu sudah menjelaskan semuanya kepada mereka?”“Ah, kamu tidak pernah berpikir panjang, tuan William. Penjelasanmu bahkan membuatku menjadi malu. Sekarang, seluruh mahasiswa melihatku dengan pandangan jijik.”“Hanya demi uang, aku melakukan ini.”Aurora tertunduk ke bawah dia memeluk kedua lututnya. William menghela napas panjang. Dia kemudian mengengam tangan Aurora dengan pelan.“Apa Maya melukaimu?” tanyanya.“Kamu mel
“Kau yakin Edward tidak akan membongkar hubungan kita?” Dominic mendaratkan ciuman hangat di leher Maya dan membuat perempuan itu merasakan sensasi yang berbeda.“Tentu saja, sayang. Uang akan menutup semuanya,” serunya. Dominic tersenyum. Dia memeluk erat tubuh Maya.“Dominic, hari ini aku tidak punya banyak waktu.”“Aku harus pulang, sepertinya William tidak akan mencurigai hubungan kita. Ah, rasanya ini sangat menyenangkan sekarang.”“Tuan Damian tidak mengawasiku, dia sibuk dengan bisnis barunya di Asia dan William mulai percaya lagi denganku.” Maya melingkarkan tangannya di leher Dominic. Dia merapatkan tubuhnya ke arah lelaki itu.Dominic menghela napas lega.“Apa kau tidak ingin merayakan ini?” Satu kecupan mendarat di leher Maya lagi dan membuat perempuan itu mendesah pelan. Maya melepaskan tangannya dan berjalan menjauh dari tubuh Dominic. Maya takut jika Dominic melanjutkan permainanya.“Ah, aku harus pulang.”Maya berjalan ke depan sebuah lemari yang besar. Dia memandangi wa
“Kamu mengapa?”“Kok wajahmu terlihat aneh?”“Apa cemburu?”Aurora menunduk ke bawah. Tubuhnya bergetar menahan tangisan. Aurora berusaha menutup wajahnya agar William tidak melihat kesedihan itu.“Kamu cemburu?” ulangnya. Aurora menggelengkan kepala.“Aku tidak pernah cemburu.” Aurora mengusap wajahnya secepat mungkin. “Jalankan saja mobilnya, aku sedang tidak enak badan.”William menghela napas panjang. Dia menjalankan mobil dan bergegas pergi dari rumah prof. John. Aurora berusaha menahan dirinya agar tangisan itu tidak keluar. Sekuat tenaga, dia mengengam tangannya dengan erat.Selama di perjalanan, William terus memandangi Aurora.“Menangis saja.”“Tidak apa-apa, kamu terlalu berharap kepada lelaki itu sih.”“John itu brengsek dan hanya memanfaatkanmu saja. Mana mungkin dia mencintaimu?” William terus berbicara. Aurora hanya bisa menunduk sambil sesekali cegukan.“Sudah, jangan menangis lagi. Aku suamimu.”“Tidak benar jika kamu menangisi lelaki lain,” sambungnya. Aurora tidak be
“Untuk saat ini, Aurora harus di sini.”Prof John menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Mereka sedang berada di dalam kamar. Semenjak keluar dari rumah sakit. Aurora hanya terdiam membisu. Dia tidak banyak bicara.“Apa tidak berbahaya?” tanya Joanna sedikit ragu. Tatapannya nanar memandangi prof. John.“Tidak ada yang curiga hal ini. Pengawal keluarga Keller tidak akan curiga terhadap Roy.”“Akan sangat berbahaya jika dia berada di rumah atau di apartemen,” jawab prof. John. Dia membungkukan sedikit badannya menatap Aurora. Perempuan itu memandang ke depan. Tatapannya kosong dan tangannya bergetar.“Aku akan menghubungi salah satu psikolog kenalanku, dia akan membantu Aurora menyembuhkan traumanya,” jelas prof. John. Dia berdiri lalu melipat tangannya. Joanna mengusap rambut Aurora dengan iba.Roy hanya terdiam membisu di depan pintu. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki itu.“Aku akan memerintahkan pengawal berjaga di sekitar sini, tentu saja dengan diam-diam
Edward pulang dari apartemen Tuan Damian saat lelaki tua itu terlihat sangat mabuk. Edward berpamitan dan segera menuju rumah tuan William. Rumah keluarga Keller namun Tuan Damian tidak ingin berlama-lama tinggal di sana. Entahlah, tidak ada yang tahu alasan Tuan Damian tidak ingin tinggal di rumah lamanya. Rumah yang menyimpan banyak kenangan antara dirinya dan istri tercintanya, nona Adelia.Edward semakin menyesal karena menghianati keluarga Keller. Seharusnya dia berterus terang saja kepada lelaki tua itu. Namun, Edward merasa Roy bisa menyelamatkannya dan melindungi dirinya jika keluarga Keller akan membuangnya sewaktu-waktu.“Ah.” Edward menghela napas panjang.Sesampai di rumah keluarga Keller, Edward segera turun dan menatap William yang sudah berdiri di depan sana.“Dari mana saja kamu?”William menatap Edward yang baru saja turun dari mobil perak. Lelaki berjalan dan sedikit membungkukan badan.“Maaf Tuan William, Tuan Damian mengajakku minum dan menemaninya di apartemen. Ap
“Apa John sama sekali tidak memberikanku kesempatan?” Cicilia memandangi Roy dengan sangat lama. Lelaki di depannya itu menghela napas panjang.“Cicilia, John sudah jatuh cinta dengan Aurora. Akan sangat sulit membuat hatinya berpindah.”“Ini tidak mudah, menyerahlah!” sambungnya.Roy menatap Cicilia dengan serius. Mereka bertemu di salah satu cafe yang terletak tidak jauh dari kampus The Great.Hari ini, Roy ingin menjemput Joanna, namun dia malah bertemu Cicilia yang sedang mengunjungi Prof. John.“John akan ke Inggris bersama Aurora. Kamu sudah tidak memiliki kesempatan lagi.”Cicilia menunduk ke bawah.“Aku mencintainya. Roy!”“Aku sangat mencintainya!”Roy menyenderkan tubuhnya di sofa sambil mengusap wajahnya. Bola mata Cicilia perlahan menjadi berkabut. Dia menatap Roy yang terlihat iba memandanginya.“Aku tahu itu, Cicilia. Semua orang tahu kamu mencintainya.”Roy menghela napas panjang.“Sudahlah, masih banyak lelaki lain di luar sana, Cicilia. Kamu pasti bisa mendapatkan yan
“Sial!”“Benar sial, bagaimana perempuan itu bisa hidup dan membuat William selalu bersamanya?”“Seharusnya dia mati saja, jika seperti ini, dia akan semakin dekat dengan William. Apa lelaki itu lupa? Aku sedang mengandung anaknya juga!”“Ah, sial!” desahnya. Maya mengepal tangannya dengan kuat. Dia benar-benar tidak suka dengan kelakuan Aurora. Perempuan itu terlalu manja kepada William. Sudah pukul lima sore dan setua hari penuh, William mengurus Aurora tanpa memperdulikan dirinya. Membuat Maya benar-benar muak.Minggu depan, dia sudah berjanji kepada William untuk mengundurkan diri dari dunia model. Sialnya, lelaki itu malah mengacuhkannya dan tidak peduli. Maya mengira jika dia mundur dari dunia model, William akan semakin menyanyanginya dan posisinya akan aman. Namun, lelaki itu malah dekat dengan Aurora. Perempuan jalang yang sangat dibencinya.Maya mengusap wajahnya frustasi. Jika ada tempat dan waktu, dia akan bertemu dengan Aurora dan membunuh perempuan itu dengan tangannya s
Mereka duduk saling berhadapan. Margaret memandangi mereka dari kejauhan. Untung saja Nona Maya sedang beristirahat dan perempuan itu tidak mungkin mengetahui kehadiran lelaki asing di rumahnya. Kalo tidak, Nona Maya pastinya akan marah.“Jadi, kamu bernama Edward?” ucap Roy memandangi lelaki di depannya. Sebenarnya Edward sangat malas berbasa-basi seperti ini. Dia tidak punya waktu untuk itu.“Kamu mau membahas tentang Joanna?”“Ah, saya tidak punya waktu!” ucap Edward ketus. Roy menggelengkan kepala. Tidak, dia tidak ingin membahas tentang Joanna. Dia ingin mencari bukti mengenai perselingkuhan majikannya sendiri.“Aku sebenarnya malas bertemu denganmu!”“Aku tidak punya waktu berurusan denganmu. Tapi ini tugasku, maka aku melakukannya!” jelas Roy panjang lebar.“Maksudmu apa?” sergap Edward segera. Matanya melotot menatap lelaki itu. Roy menghela napas panjang. Benar-benar menyebalkan berurusan dengan Edward. Jika bukan karena uang, dia tidak akan menginginkan hal ini.Roy mencondo
Aurora membuka matanya dan menatap William yang sedang berada di sampingnya. Lelaki itu tersenyum lalu mengelus pipinya dengan lembut.“Maafkan aku,” bisiknya.Aurora mengerutkan kening. Bukan, bukan lelaki itu yang diharapkannya sekarang. William melirik ke kiri dan ke kanan. Mencari sosok prof. John. Namun nihil, lelaki itu tidak berada di ruangannya saat ini.“Aurora?” William mendekatkan wajahnya. Ekspresi Aurora seperti orang kebingungan.“Ada apa?” tanyanya lagi.“Kamu mencari siapa, sayang?” William lebih mendekatkan wajahnya. Mengamati mimik wajah Aurora yang kebingungan.“Mundur, aku tidak menyukai wajahmu!” hardiknya. William spontan menjauhkan tubuhnya dari perempuan itu.“Prof. John, di mana dia?” Aurora menatap William lalu mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan. William beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menuju sofa. Dia menuangkan air mineral ke dalam tengorokannya. Mendengarkan nama prof. John membuatnya kehausan seketika.“Mengapa kau mencari lelaki itu?
William terus memandangi wajah Aurora secara dekat. William baru menyadari bahwa Aurora begitu mempesona.“Mengapa aku baru menyadari bahwa dia secantik ini?” sahut William dalam hati.“Atau selama ini, aku sama sekali tidak menyadarinya?”William tersenyum. Salah satu tangannya mengelus dengan lembut pipi Aurora. Mencoba untuk menyentuh perempuan itu dengan pelan.“Aurora Smith!”“Aurora Smith? Mengapa kau tidak bangun-bangun?” bisiknya pelan.Dring!Ponsel itu mengagetkan William. Dia segera membalikan badan dan berjalan menuju sofa.“Prof. John?” serunya.“Hai, ada apa?”“Mengapa meneleponku? Kau mendapatkan nomorku dari mana?”“Bagaimana Aurora?” ucap prof. John segera. Dia sangat malas berbasa-basi kepada lelaki itu. Bagi prof. John, menurunkan ego untuk saat ini adalah sesuatu yang penting.“Dia istriku, John. Mengapa bertanya seperti itu?”“Jangan terlalu cemas, aku ada di sini bersamanya. Jadi, jangan terlalu berlebihan!” jawab William dengan penuh penekanan. Prof. John terdia
Prof. John terus memeluk Aurora. “Please, bangunlah Aurora!” bisiknya. Prof. John menatap kedua pengawal yang bersamanya di dalam mobil.“Cepat lajukan mobilnya!”“Dia bisa saja mati!”“Hai, saya akan potong kepala kalian, jika lambat melajukan mobilnya!” teriak prof. John frustasi. Melihat Aurora terus mengeluarkan darah membuatnya panik. Prof. John tidak bisa berpikir apapun saat ini. Apa yang sedang terjadi dengan kandungannya?“Aurora sayang, bertahanlah!”Prof. John terus memeluk tubuh Aurora sambil menangis. Ini kali pertama Prof. John sangat ketakutan. Dia tidak akan memaafkan dirinya jika terjadi sesuatu kepada perempuan itu.Sesampai di rumah sakit Valley Hospital Las Vegas. Prof. John segera turun sambil mengendong Aurora menuju ruang UGD. Dia tidak membiarkan perempuan itu sendiri.“Maaf Tuan John, biar kami periksa lebih dahulu!”Prof. John mundur. Ruangan ditutup dan dia harus menunggu di luar. Prof. John mengusap wajahnya frustasi. Dia benar-benar kebingungan saat ini.D
“Jadi bagaimana Tuan, apa kita akan mengeksekusinya sekarang?”Dominic mengangkat salah satu alisnya. “Bunuh dia!” perintahnya.“Baik tuan!” sahut suara itu.“Tapi Antoni, tunggu dulu!”Dominic meletakkan tangan di dagu dan sedang memikirkan sesuatu saat ini. Antoni terheran. Dari sambungan telepon, suara majikannya itu tidak terdengar jelas.“Ada apa Tuan?”“Jangan sampai orang lain tahu rencana ini. Bunuh Aurora dan buang mayatnya begitu saja!” titahnya.“Kamu mengerti? Kamu bisa kan?” Antoni terdiam cukup lama melalui sambungan telepon. Dia sedang memikirkan tawaran itu.“Aku akan menambahkan komisi buatmu, jadi tenang saja! Jika semuanya sudah selesai, hubungi aku!”Tit!Telepon terputus. Dominic bergegas meletakkan ponselnya “William akan kehilangan kedua perempuan yang berada di sampingnya. Bukan kah seperti itu yang dia lakukan kepadaku?” batinnya. Sebuah senyum penuh misteri terukir di wajah tampannya. Dominic sangat puas. Melihat William jatuh adalah tujuan utamannya. Perset