Share

Bab 2

Penulis: Makjos
Keluarga Budiharto menerima pesan dari si mak comblang. Meskipun merasa agak tidak puas, mereka menggertakkan gigi dan menerimanya.

Malam itu juga mas kawin dikirim ke rumahku. Helena langsung memamerkan jam tangan merek Shangrile yang dia pakai dari ujung desa ke ujung desa.

Ayah dan ibu duduk di bawah sinar lampu minyak sambil menghitung uang sejumlah 2,4 juta selembar demi selembar.

Sementara barang bawaan pengantin yang disiapkan untukku hanyalah sehelai kain tua yang sudah disimpan bertahun-tahun.

Malam itu, aku menggunakan mesin jahit yang Keluarga Budiharto kirim untuk membuat satu kemeja dan satu gaun sederhana.

Helena berdiri di samping dan berkata dengan nada sinis, "Ini buat kamu pakai? Anak perempuan yang menikah itu bakal jadi tak berharga. Kalau mesin jahit itu rusak gara-gara kamu, Ibu pakai apa buat baju baruku?"

Aku memutus benang terakhir dan kembali ke kamar tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ketika melihat lembar yang kosong di buku ujian Helena, aku tersenyum samar.

Helena, kamu tidak tahu betapa pedihnya jalan untuk bisa kuliah di kota.

Di kehidupan sebelumnya, ketika ujian perguruan tinggi dipulihkan kembali, guru di desa tidak punya pengalaman untuk ujian masuk perguruan tinggi.

Ayah dan ibu menyuruhku pulang dan membantu di ladang. Namun, aku tidak mau menyerah. Aku belajar pada pemuda terpelajar yang dikirim ke desa dan bertanya banyak hal setiap ada kesempatan.

Ketika pemuda terpelajar yang dikirim ke desa kembali ke kota, tidak ada lagi yang mengajariku. Aku menempuh jarak belasan kilometer dengan sepatu kain yang berlubang demi meminjam bahan pelajaran dari kecamatan.

Ketika menggembalakan sapi di bukit, aku duduk di bawah pohon, dan membaca buku sambil makan roti dengan air dingin.

Selain bekerja, aku belajar. Dengan begitu, aku bisa diterima di universitas ternama di kota.

Ayah dan ibu sangat suka membanggakan diri. Mereka tidak pernah menceritakan jerih payahku. Mereka hanya mengatakan bahwa aku memiliki bakat terpendam. Membaca buku sebentar langsung bisa diterima di universitas.

Helena juga percaya dan merasa dirinya genius. Dia berpikir dia bisa diterima di universitas meski belajar di detik-detik terakhir.

Helena memeluk kumpulan soal-soalku seperti memegang kunci menuju kemenangan. Namun, tanpa kerja keras, tidak ada yang bisa lolos dari rumah yang kejam ini.

Tidak lama kemudian, tibalah hari pernikahanku dengan Yanto.

Orang tua Yanto memesan restoran di kota. Ayah dan Ibu yang tidak pernah menginjakkan kaki di kota tampak kikuk, sementara Helena menatap mereka dengan tatapan merendahkan.

"Cuma restoran kecil. Nggak ada apa-apanya di banding Restoran Swillow."

Memang benar, dibandingkan dengan kehidupannya di masa lalu setelah menerima suap, ini tidak ada apa-apanya.

Pernikahan itu sederhana, tetapi penuh tata krama.

Ibu mertuaku menggenggam tanganku dan berkata, "Susan, tadinya kami ingin mengadakan acara yang lebih besar, tetapi kami terlalu terburu-buru waktu mengumpulkan mahar. Keluarga kami nggak sanggup keluarkan uang lebih banyak, harap kamu maklum."

Aku tersenyum dan mengatakan tidak masalah. Namun Helena cemberut. "Atasan cuma perlu mengatakan sepatah kata saja, semua orang akan berebut membayar. Kenapa berpura-pura miskin?"

Ibu mertuaku hendak menjawab, tetapi tiba-tiba terdengar keributan dari luar ruangan.

"Yanto, jangan gegabah! Keluarga pengantin wanita sudah datang. Mana bisa kamu batalkan begitu saja? Mau ditaruh di mana wajah ayahmu?"

Yanto mau membatalkan pernikahan?

Ibu mertua berusaha tersenyum dan berjalan keluar untuk memastikan.

Kenanganku mengenai Yanto tidak banyak. Namun, dia pria yang tahu balas budi.

Di kehidupan sebelumnya, meski ditransfer ke daerah perbatasan, dan Helena menolak untuk ikur dengan pasukan, dia tidak mengeluh.

Bahkan ketika Helena ketahuan memakai nama Pak Andre untuk mengeruk uang dan akhirnya terkena masalah, Yanto tetap memberi uang perceraian untuk balas budi karena pernikahan mereka.

Yanto adalah orang yang sangat tahu balas budi. Dia tidak mungkin membatalkan pernikahan di depan umum.

Aku mengintip dari celah pintu yang terbuka dan tertutup. Teman-teman masa kecilnya bergegas keluar untuk menenangkan Yanto.

Dari celah itu, wajahnya terlihat. Alisnya tebal dan matanya tajam. Dia jauh lebih dewasa dari waktu kecil.

"Apa pun yang kalian bilang, aku nggak nikahi si pembawa sial. Balas budi boleh saja. Tapi, hari ini aku nggak nikah sama cewek ini!"

Dia bilang apa? Pembawa sial?

Hatiku terasa perih. Bagian bawah mataku membeku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 8

    Dua tahun kemudian, karena prestasinya yang gemilang, Yanto pun dipromosikan. Dia menjadi Kepala Staf.Bisnisku di bidang mutiara juga makin berkembang dan mulai diekspor ke luar negeri.Aku punya banyak konter di mal. Aku merencanakan untuk memproduksi perhiasanku sendiri.Yanto sangat mendukung semua ini. Namun, dia tidak tahan karena jarak yang memisahkan kami. Dia bersikeras ingin dipindahkan kembali ke Kota Halim.Karena masalah ini, kami bertengkar hebat. Tepatnya aku yang menceramahinya secara sepihak."Kamu tahu nggak, kalau sekarang dipindahkan kembali ke Kota Halim, semua penderitaanmu di Pulau Dalimun jadi sia-sia. Masa tugasmu tinggal satu tahun lagi. Kenapa kamu nggak bisa bersabar?""Tapi, aku rindu kamu, sayang."Aku memegang dahi dan menatapnya dengan tajam. "Bersabarlah. Kita tunggu satu tahun lagi. Meski kamu kembali ke Kota Halim, aku nggak ada waktu buat urus kamu. Aku sibuk mengurus produkku!"Yanto mengangguk sambil cemberut. Satu tahun kemudian, dia dipromosikan

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 7

    Keningku yang berlumuran darah dibalut seadanya dengan kain kasa. Pandanganku masih berkunang-kunang.Aku memukul pintu bawah tanah dengan tenaga yang tersisa. Satu kali, dua kali, tiga kali."Kakak! Ayah! Ibu! Lepaskan aku!"Aku mengetuk hingga tanganku berdarah, barulah terdengar suara dari luar."Susan, kamu pulang, minta cerai, dan biarkan aku nikah sama Yanto atau aku carikan pria nggak dikenal buat bercinta denganmu. Kita lihat apakah Yanto masih mau sama perempuan murahan sepertimu!"Pada saat ini, aku mana punya pilihan. Satu-satunya jalan agar aku selamat tentu saja berpura-pura setuju untuk bercerai."Kak, aku akan pulang dan minta cerai! Kamu lepaskan aku dulu!"Dari lubang bawah tanah, secercah cahaya menembus masuk, dan wajah Helena pun terlihat. "Ingat. Ketika pulang, kamu harus bilang kalau yang selamatkan mereka dulu itu aku! Kalau nggak … "Rasa nyeri menyeruak dari bahuku. Entah apa yang membuat Helena berubah pikiran. Dia menendangku hingga aku jatuh ke anak tangga.

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 6

    Pulau Dalimun dekat dengan beberapa kabupaten. Budidaya mutiara di sana makin berkembang.Di kehidupan sebelumnya, aku bekerja di Dinas Perikanan kota dan sering berhubungan dengan pengumpul mutiara.Sejak saat itu aku memiliki ketertarikan yang dalam dengan dunia mutiara.Apabila aku bukan pegawai negeri yang tidak boleh berbisnis, aku pasti sudah mencari rekan bisnis, dan berbisnis mutiara.Kali ini, kebetulan aku bisa menggunakan kesempatan ini untuk terjun dan berjuang di pasar mutiara.Yanto sangat mendukungku. Dia bahkan sengaja menghubungi teman-temannya di kabupaten untuk menyiapkan tempat tinggal sementara, agar aku bisa istirahat dengan nyaman.Kalau ada waktu luang, aku kembali ke Pulau Dalimun dan menghabiskan beberapa hari bersama Yanto. Kalau sedang sibuk, aku bisa sepuluh hari hingga setengah bulan tidak menghubungi Yanto sama sekali.Dalam waktu kurang dari tiga bulan, aku sudah memahami kondisi budidaya mutiara di sana.Berkat pengalaman kerja di Dinas Perikanan pada k

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 5

    "Buku latihan Susan nggak ada gunanya. Guru yang ibu Yanto cari juga jelek. Banyak soal yang nggak bisa aku jawab!"Ayah dan Ibu yang ada di samping segera menenangkan, "Kalau kamu nggak bisa jawab, orang lain pasti nggak bisa jawab. Keluarga Sunanto adalah keluarga yang beruntung. Kamu pasti bisa lulus ujian!"Mendengar hal itu, Helena pun merasa ada benarnya juga.Nada suaranya pun menjadi lebih ceria. "Benar juga. Katanya beberapa tahun ini, kualitas peserta pemulihan ujian masuk perguruan tinggi cukup rendah. Aku mungkin bisa masuk sekolah unggulan!"Begitu mendengar hal itu, aku langsung tertawa terbahak-bahak.Helena yang tadinya agak gelisah, mencoba mencari kambing hitam untuk menenangkan diri. Ketika melihat aku tertawa, dia langsung melampiaskan amarahnya."Susan, kalau aku nggak lulus, itu semua gara-gara buku latihanmu!"Ketika mengatakan hal itu, Helena melangkah ke arahku, mengangkat tangan, dan hendak menamparku. Tiba-tiba Yanto memelintir tangannya ke belakang."Ah! Yan

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 4

    Aku berlari menghampiri Yanto. Ketika melihat lengkungan lembut di matanya, aku pun bisa bernapas lega."Apa berhasil?""Berhasil!"Yanto membuka amplop cokelat itu. Di dalamnya ada selembar surat penugasan ke Pulau Dalimun.Agak berbeda dari yang aku bayangkan. Aku merasa agak kecewa. Aku mengangkat kepala dan bertanya padanya, "Apa harus pergi?"Yanto mengelus kepalaku dan berkata dengan pura-pura santai, "Hasil ini sudah sangat bagus. Jadi tentara mana mungkin nggak pernah rasakan pahitnya tugas."Aku tahu omongan Yanto ada benarnya, tetapi aku tidak bisa menahan rasa khawatir dalam hatiku."Kenapa kamu peduli sekali aku bertugas di mana? Tenang saja. Aku nggak akan minta kamu ikut dengan pasukan. Hidup di pulau juga nggak mudah. Kamu bisa tetap tinggal di kompleks militer, cari kerja, atau ikut ujian masuk universitas. Terserah kamu."Tidak ada nada menyalahkan dari nada bicara Yanto. Justru sebaliknya, tulus sekali. Hal ini justru membuatku tidak tahu harus berbuat apa."Kamu bica

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 3

    Begitu mendengar hal itu, Helena tertawa terbahak-bahak tanpa menahan diri."Susan, nggak disangka, reputasimu sebagai pembawa sial secepat ini sampai ke telinga suamimu."Beberapa saat kemudian, Helena memelankan suaranya dan berkata dengan nada sinis, "Pembawa sial ditakdirkan bertemu bajingan. Kalian memang pasangan serasi yang ditakdirkan Tuhan."Aku mengepalkan tangan hingga jari-jariku berderit.Yanto masuk sambil didorong oleh beberapa sahabat karibnya. Ekspresi wajahnya tampak tidak setuju.Begitu Helena melihat Yanto masuk, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan berdiri tegak. Tubuhnya yang tinggi selalu mencuri perhatian di tempat ramai.Namun, Yanto tampak tidak memedulikan siapa pun. Tatapan matanya terkunci padaku.Aku tertegun ketika melihat wajahnya yang tegas.Dari dekat, ketampanan dan kedinginannya bahkan mengalahkan aktor di poster film.Pantas saja setiap kali Helena menyebut nama Yanto, dia pasti mengungkit kalau Yanto itu tampan.Begitu Yanto melihat b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status