Share

Bab 3

Author: Makjos
Begitu mendengar hal itu, Helena tertawa terbahak-bahak tanpa menahan diri.

"Susan, nggak disangka, reputasimu sebagai pembawa sial secepat ini sampai ke telinga suamimu."

Beberapa saat kemudian, Helena memelankan suaranya dan berkata dengan nada sinis, "Pembawa sial ditakdirkan bertemu bajingan. Kalian memang pasangan serasi yang ditakdirkan Tuhan."

Aku mengepalkan tangan hingga jari-jariku berderit.

Yanto masuk sambil didorong oleh beberapa sahabat karibnya. Ekspresi wajahnya tampak tidak setuju.

Begitu Helena melihat Yanto masuk, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan berdiri tegak. Tubuhnya yang tinggi selalu mencuri perhatian di tempat ramai.

Namun, Yanto tampak tidak memedulikan siapa pun. Tatapan matanya terkunci padaku.

Aku tertegun ketika melihat wajahnya yang tegas.

Dari dekat, ketampanan dan kedinginannya bahkan mengalahkan aktor di poster film.

Pantas saja setiap kali Helena menyebut nama Yanto, dia pasti mengungkit kalau Yanto itu tampan.

Begitu Yanto melihat bros bunga yang ada di dadaku mirip bros bunga untuk pengantin, dia pun langsung sadar bahwa mempelai wanita sudah berganti orang.

Yanto mengerutkan alis tebalnya. Tanpa berpikir panjang pun dia berkata, "Kenapa kamu? Bukannya aku akan menikah sama Helena?"

Begitu perhatian direnggut orang lain, Helena langsung merasa tidak nyaman.

Setelah mendengar kalimat ini, Helena pun menjawab tanpa ragu-ragu. "Siapa juga yang mau nikah sama prajurit receh sepertimu? Lihat dirimu, pantas nggak."

Usai mengatakan itu, Helena merapikan kedua kepangannya, mengangkat dagu, dan memalingkan wajah.

Ekspresi Yanto pun berubah, seolah-olah baru sadar kalau dirinya salah berbicara.

Aku berkata dengan tenang, "Kamu bilang kamu mau menikahi gadis yang pernah menyelamatkanmu dulu. Akulah gadis itu."

Tatapan Yanto seketika membeku. Dadanya yang naik turun tampak begitu kentara. Dia menatapku dengan sangat serius hingga membuat udara membeku.

Yanto seolah-olah sudah menunggu momen ini sejak lama.

"Aku tahu."

Mataku bergetar dan sebuah pikiran gila melintas di dalam benakku.

"Maaf. Lanjutkan acara pernikahannya. Aku akan jalani pernikahan ini!"

Semua orang yang ada di ruangan dibuat bingung oleh ulah Yanto. Ibu mertuaku pun segera mencairkan suasana.

"Karena terlalu bahagia dapatkan istri baru, sampai bingung begitu! Bocah ini!"

Yanto tiba-tiba tidak membangkang lagi. Pangkal leher hingga pipinya pun merona kemerahan.

Helena melirik sinis, mendengus dingin, dan kembali duduk.

Prosesi pernikahan berjalan lancar, tetapi ketika acara hendak berakhir, Helena bersikeras bahwa suasana di desa tidak cocok untuk belajar. Dia meminta Yanto mencarikan guru les untuknya di kota.

Begitu perkataan ini terlontar, Yanto jelas-jelas tampak keberatan, tetapi dia memilih untuk diam.

Ibu mertuaku langsung menyetujui. "Kalau putri dari keluarga besan yang minta, kami tentu saja akan membantu."

Ibu mertuaku segera menyuruh Helena untuk tinggal. Beliau bahkan mencarikan penginapan agar Helena bisa mempersiapkan diri untuk ujian di sana.

Sebelum pulang, Ayah dan ibu bergantian memberi nasihat.

"Setelah punya mertua, jangan lupa sama keluarga sendiri. Ambil banyak barang bagus di Keluarga Budiharto buat kakakmu. Jangan sampai kakakmu terlalu lelah."

"Sehari makan tiga kali. Kamu antar ke sini. Kamu juga bantu cuci pakaiannya hingga bersih."

"Ujian masuk perguruan tinggi kakakmu itu hal penting. Tugas utamamu adalah mengurus kakakmu!"

Helena rebahan miring di atas kasur sambil mengunyah biji kuaci yang dia bawa dari pesta pernikahan. Ekspresinya penuh kemenangan.

"Dengar, nggak? Jangan kira karena kamu nikah sama keluarga atasan kamu jadi hebat. Ke mana pun kamu pergi, nasibmu akan tetap jadi pelayanku!"

Ayah dan ibu terus mengangguk dan menegaskan bahwa perkataan kakakku itu benar. Manusia tidak boleh lupa asal usulnya.

Aku menerima semua itu dan menahan diri untuk tidak membalas.

Selama setengah bulan penuh, aku bolak-balik penginapan dan rumah mertua.

Yanto tidak tega melihatku kelelahan. Dia menyuruh juru masak di rumah untuk mengantar makanan.

Namun, Helena membanting mangkuk di hadapan si bibi juru masak. "Pulang dan kasih tahu Susan! Jangan berlagak jadi nyonya atasan di depanku! Kalau aku nggak kasih kesempatan dia nikah sama Yanto, dia mungkin masih jaga sapi entah di gunung mana!"

Begitu Yanto mendengar hal itu, dia hendak membelaku dan mengusir Helena kembali ke desa.

Di depan Yanto, Helena menyindir dengan nada tajam.

"Yanto, kamu nggak usah terlalu sombong. Hati-hati dipindah tugaskan ke ujung perbatasan yang tandus. Seumur hidup nggak bisa pulang."

"Cuih! Siapa tahu mati di sana dan nggak ada yang mau kuburkan kamu."

Di kehidupan sebelumnya, aku juga mendengar kabar tentang Yanto.

Yanto menghembuskan napas terakhirnya di Hutan Ponuli. Jenazahnya bahkan tidak pernah dibawa pulang.

Yanto menatap Helena dengan penuh amarah hingga tubuhnya bergetar. Dia tampak ingin mengatakan sesuatu yang tertahan di tenggorokannya.

Aku segera mengajak Yanto pulang. Untuk pertama kalinya, Yanto menumpahkan amarahnya. "Kenapa kamu bela dia? Kenapa nggak bela aku?"

Aku pun tidak tahu harus menjawab apa. Suasana aneh perlahan-lahan meliputi kami.

Sekarang belum waktunya. Tunggu beberapa saat lagi.

Hari terakhir ujian masuk perguruan tinggi, aku justru lebih gugup dari Helena. Kalau tidak salah ingat, hari ini juga hari keluarnya surat penugasan Yanto.

Helena masuk ke ruang ujian sambil mengangkat dagunya dengan penuh percaya diri. Perkataan terakhir yang dia katakan padaku adalah:

"Susan, mulai hari ini, mari kita lihat apa yang bisa kamu banggakan di depanku!"

Ayah dan ibu menatap Helena dengan penuh harap, seolah-olah dalam beberapa jam ke depan leluhur kami akan mengirim keberuntungan dari liang kubur.

Aku gugup hingga telapak tanganku penuh dengan keringat.

Saat aku menoleh, Yanto yang ada di seberang jalan memanggil namaku.

Di tangan Yanto ada sebuah amplop cokelat. Cap merah yang ada di atas amplop itu langsung menarik perhatianku.

Jantungku langsung tercekat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 8

    Dua tahun kemudian, karena prestasinya yang gemilang, Yanto pun dipromosikan. Dia menjadi Kepala Staf.Bisnisku di bidang mutiara juga makin berkembang dan mulai diekspor ke luar negeri.Aku punya banyak konter di mal. Aku merencanakan untuk memproduksi perhiasanku sendiri.Yanto sangat mendukung semua ini. Namun, dia tidak tahan karena jarak yang memisahkan kami. Dia bersikeras ingin dipindahkan kembali ke Kota Halim.Karena masalah ini, kami bertengkar hebat. Tepatnya aku yang menceramahinya secara sepihak."Kamu tahu nggak, kalau sekarang dipindahkan kembali ke Kota Halim, semua penderitaanmu di Pulau Dalimun jadi sia-sia. Masa tugasmu tinggal satu tahun lagi. Kenapa kamu nggak bisa bersabar?""Tapi, aku rindu kamu, sayang."Aku memegang dahi dan menatapnya dengan tajam. "Bersabarlah. Kita tunggu satu tahun lagi. Meski kamu kembali ke Kota Halim, aku nggak ada waktu buat urus kamu. Aku sibuk mengurus produkku!"Yanto mengangguk sambil cemberut. Satu tahun kemudian, dia dipromosikan

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 7

    Keningku yang berlumuran darah dibalut seadanya dengan kain kasa. Pandanganku masih berkunang-kunang.Aku memukul pintu bawah tanah dengan tenaga yang tersisa. Satu kali, dua kali, tiga kali."Kakak! Ayah! Ibu! Lepaskan aku!"Aku mengetuk hingga tanganku berdarah, barulah terdengar suara dari luar."Susan, kamu pulang, minta cerai, dan biarkan aku nikah sama Yanto atau aku carikan pria nggak dikenal buat bercinta denganmu. Kita lihat apakah Yanto masih mau sama perempuan murahan sepertimu!"Pada saat ini, aku mana punya pilihan. Satu-satunya jalan agar aku selamat tentu saja berpura-pura setuju untuk bercerai."Kak, aku akan pulang dan minta cerai! Kamu lepaskan aku dulu!"Dari lubang bawah tanah, secercah cahaya menembus masuk, dan wajah Helena pun terlihat. "Ingat. Ketika pulang, kamu harus bilang kalau yang selamatkan mereka dulu itu aku! Kalau nggak … "Rasa nyeri menyeruak dari bahuku. Entah apa yang membuat Helena berubah pikiran. Dia menendangku hingga aku jatuh ke anak tangga.

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 6

    Pulau Dalimun dekat dengan beberapa kabupaten. Budidaya mutiara di sana makin berkembang.Di kehidupan sebelumnya, aku bekerja di Dinas Perikanan kota dan sering berhubungan dengan pengumpul mutiara.Sejak saat itu aku memiliki ketertarikan yang dalam dengan dunia mutiara.Apabila aku bukan pegawai negeri yang tidak boleh berbisnis, aku pasti sudah mencari rekan bisnis, dan berbisnis mutiara.Kali ini, kebetulan aku bisa menggunakan kesempatan ini untuk terjun dan berjuang di pasar mutiara.Yanto sangat mendukungku. Dia bahkan sengaja menghubungi teman-temannya di kabupaten untuk menyiapkan tempat tinggal sementara, agar aku bisa istirahat dengan nyaman.Kalau ada waktu luang, aku kembali ke Pulau Dalimun dan menghabiskan beberapa hari bersama Yanto. Kalau sedang sibuk, aku bisa sepuluh hari hingga setengah bulan tidak menghubungi Yanto sama sekali.Dalam waktu kurang dari tiga bulan, aku sudah memahami kondisi budidaya mutiara di sana.Berkat pengalaman kerja di Dinas Perikanan pada k

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 5

    "Buku latihan Susan nggak ada gunanya. Guru yang ibu Yanto cari juga jelek. Banyak soal yang nggak bisa aku jawab!"Ayah dan Ibu yang ada di samping segera menenangkan, "Kalau kamu nggak bisa jawab, orang lain pasti nggak bisa jawab. Keluarga Sunanto adalah keluarga yang beruntung. Kamu pasti bisa lulus ujian!"Mendengar hal itu, Helena pun merasa ada benarnya juga.Nada suaranya pun menjadi lebih ceria. "Benar juga. Katanya beberapa tahun ini, kualitas peserta pemulihan ujian masuk perguruan tinggi cukup rendah. Aku mungkin bisa masuk sekolah unggulan!"Begitu mendengar hal itu, aku langsung tertawa terbahak-bahak.Helena yang tadinya agak gelisah, mencoba mencari kambing hitam untuk menenangkan diri. Ketika melihat aku tertawa, dia langsung melampiaskan amarahnya."Susan, kalau aku nggak lulus, itu semua gara-gara buku latihanmu!"Ketika mengatakan hal itu, Helena melangkah ke arahku, mengangkat tangan, dan hendak menamparku. Tiba-tiba Yanto memelintir tangannya ke belakang."Ah! Yan

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 4

    Aku berlari menghampiri Yanto. Ketika melihat lengkungan lembut di matanya, aku pun bisa bernapas lega."Apa berhasil?""Berhasil!"Yanto membuka amplop cokelat itu. Di dalamnya ada selembar surat penugasan ke Pulau Dalimun.Agak berbeda dari yang aku bayangkan. Aku merasa agak kecewa. Aku mengangkat kepala dan bertanya padanya, "Apa harus pergi?"Yanto mengelus kepalaku dan berkata dengan pura-pura santai, "Hasil ini sudah sangat bagus. Jadi tentara mana mungkin nggak pernah rasakan pahitnya tugas."Aku tahu omongan Yanto ada benarnya, tetapi aku tidak bisa menahan rasa khawatir dalam hatiku."Kenapa kamu peduli sekali aku bertugas di mana? Tenang saja. Aku nggak akan minta kamu ikut dengan pasukan. Hidup di pulau juga nggak mudah. Kamu bisa tetap tinggal di kompleks militer, cari kerja, atau ikut ujian masuk universitas. Terserah kamu."Tidak ada nada menyalahkan dari nada bicara Yanto. Justru sebaliknya, tulus sekali. Hal ini justru membuatku tidak tahu harus berbuat apa."Kamu bica

  • Cintaku Direbut, Takdir Membalasnya   Bab 3

    Begitu mendengar hal itu, Helena tertawa terbahak-bahak tanpa menahan diri."Susan, nggak disangka, reputasimu sebagai pembawa sial secepat ini sampai ke telinga suamimu."Beberapa saat kemudian, Helena memelankan suaranya dan berkata dengan nada sinis, "Pembawa sial ditakdirkan bertemu bajingan. Kalian memang pasangan serasi yang ditakdirkan Tuhan."Aku mengepalkan tangan hingga jari-jariku berderit.Yanto masuk sambil didorong oleh beberapa sahabat karibnya. Ekspresi wajahnya tampak tidak setuju.Begitu Helena melihat Yanto masuk, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan berdiri tegak. Tubuhnya yang tinggi selalu mencuri perhatian di tempat ramai.Namun, Yanto tampak tidak memedulikan siapa pun. Tatapan matanya terkunci padaku.Aku tertegun ketika melihat wajahnya yang tegas.Dari dekat, ketampanan dan kedinginannya bahkan mengalahkan aktor di poster film.Pantas saja setiap kali Helena menyebut nama Yanto, dia pasti mengungkit kalau Yanto itu tampan.Begitu Yanto melihat b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status