Share

Bab 6

Author: Bertha
Sepanjang malam sampai pagi, Carlos tidak bisa tidur nyenyak. Lambungnya sudah terbiasa dengan perawatan terbaik. Meskipun minum obat, rasa tidak nyaman itu tetap ada.

Sebelum alarm berbunyi, dia sudah bangun. Saat hendak keluar kamar, dia melihat Tamara yang baru saja membuka pintu di seberang.

"Kamu mau ke mana?" tanya Carlos secara refleks.

"Masak," jawab Tamara datar, lalu menutup pintu dan menuju dapur dengan tertatih-tatih.

Carlos terdiam. Biasanya setiap kali dia keluar kamar, sarapan sudah siap. Dia tidak pernah memperhatikan bahwa Tamara sudah bangun sejak pukul 5 pagi untuk menyiapkannya.

Melihat langkahnya yang pincang, Carlos akhirnya berkata, "Nggak usah buat sarapan."

Tamara menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Selama dua tahun terakhir, dia selalu melayani Carlos. Dia bahkan dipaksa untuk bangun dan memasak saat demam tinggi. Ini pertama kalinya Carlos mengatakan bahwa dia tidak perlu memasak.

Dia menunduk, melihat kakinya yang terluka. Dia sempat berpikir bahwa Carlos mungkin merasa bersalah atas kondisinya. Namun, detik berikutnya, pria itu menambahkan, "Makan malam juga nggak perlu. Aku akan makan di luar bersama Verona."

Begitu ucapan itu dilontarkan, Carlos langsung pergi tanpa menoleh lagi. Tamara menatap pintu yang baru saja tertutup dan mencibir. 'Haha .... Mana ada rasa bersalah? Aku yang berpikir terlalu jauh.'

Baguslah, dia juga sudah muak melayani Carlos. Setelah tidur sebentar lagi, dia bangun pukul 8 pagi, mengganti perban di tubuhnya, dan menyadari bahwa obat maag di kotak obat hilang.

Tamara mengernyit. Dia juga baru ingat bahwa pagi tadi pintunya tidak dalam keadaan terkunci. Apakah dia lupa menguncinya semalam? Apakah obat maag itu juga sudah lama hilang?

Tamara tidak terlalu memikirkannya. Setelah mengobati lukanya, dia mengambil laptop dan pergi ke ruang tamu. Dia duduk di karpet, lalu menyalakan laptopnya.

Pagi hari, dia masuk ke situs belajar online, mengulang materi kuliah yang pernah dia pelajari. Sore hari, dia berlatih langsung dengan menulis kode pemrograman serta mendesain karakter dan latar di tablet grafis.

Selama dua tahun terakhir, dia dilarang muncul di depan publik. Meskipun pengetahuan teknisnya mungkin agak berkarat, keterampilan menggambarnya tetap bagus. Sesekali, dia menerima proyek freelance untuk mendapatkan penghasilan tambahan dan telah mengumpulkan sejumlah pengikut.

Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa disadari, matahari sudah mulai terbenam. Tamara berdiri untuk menuang air dan hendak memesan makanan, tetapi saat itu juga ada suara di pintu.

Dia menoleh dan melihat pintu terbuka dari luar. Wajah Verona muncul di ambang pintu.

"Rara, aku datang menjengukmu. Kamu sudah baikan?" sapa Verona dengan senyuman lebar.

Di belakangnya, Carlos masuk dengan tangan membawa bahan makanan.

Tamara menunjukkan ekspresi dingin dan langsung berbalik. Sungguh ironis. Kalau bukan karena Verona, dia tidak akan terluka. Sekarang, perempuan itu masih punya muka untuk kemari dan memainkan sandiwara.

"Rara ...." Verona berpura-pura kecewa karena diabaikan.

Carlos langsung mengerutkan kening dan menegur, "Sikap macam apa ini? Verona datang dengan niat baik untuk menjengukmu dan masak untukmu. Jangan nggak tahu terima kasih."

Tamara berbalik dan tersenyum sinis. "Kalian lakukan sesuka kalian. Aku nggak mau makan. Nggak ada nafsu makan."

Dia kembali ke meja ruang tamu untuk membereskan laptopnya. Carlos tampak kesal, tetapi Verona segera menarik lengannya dengan gaya manja.

"Carlos, Tamara masih terluka. Bersikaplah lebih baik padanya. Ayo kita masak bersama, nanti kita ajak dia makan."

Tamara pura-pura tidak mendengar suara manja yang menjijikkan itu dan hendak kembali ke kamar dengan laptopnya.

Setelah Verona membawa bahan makanan ke dapur, Carlos menatap Tamara yang melewati dirinya dan bertanya dengan dahi berkerut, "Kamu pakai laptop untuk apa?"

"Bosan, nonton drama," jawab Tamara tanpa menoleh.

"Kenapa ada papan juga?"

"Sebagai penyangga tangan."

Itu jelas bohong. Sejak kapan penyangga tangan punya kabel data?

Carlos merasakan ketidaknyamanan yang tidak bisa dijelaskan. Tamara menjadi sangat dingin padanya sejak kemarin dan itu membuatnya jengkel.

"Carlos, ayo bantu aku petik sayur," panggil Verona dengan nada manis sambil menjulurkan kepala ke luar.

Carlos menjawab dan segera masuk ke dapur. Tamara mendengar semuanya dari dalam kamarnya. Dia mengejek dalam hati, 'Luar biasa, Carlos akhirnya turun ke dapur juga.'

Dulu, dia yang selalu memasak dan bahkan mengantarkan makanan langsung ke tangan Carlos. Pria itu bahkan tidak pernah membantu.

Jadi, anggapan bahwa pria terhormat tidak memasak hanyalah mitos. Demi wanita yang dicintainya, Carlos tetap bisa turun tangan di dapur.

Meskipun pintu kamar cukup kedap suara, suara Verona masih bisa terdengar jelas, seolah-olah dia sengaja mengeraskannya. Bunyi panci dan alat masak beradu terdengar seperti seseorang yang sedang membuat kekacauan di dapur.

Tamara tidak peduli ada orang luar yang menerobos masuk dan menguasai rumah ini. Dia hanya merasa berisik.

Awalnya, dia ingin melanjutkan menonton video pembelajaran dengan tenang. Namun, tiba-tiba terdengar teriakan dari dapur.

Tamara menghela napas dengan kesal dan memasang earphone. Namun, sebelum dia sempat memutar video, pintu kamarnya diketuk keras.

"Tamara, keluar." Itu suara Carlos.

Tamara mengepalkan tangannya. Dia sudah memberi ruang untuk mereka berdua, tetapi kenapa masih saja mengganggunya?

Pintu terus diketuk seolah-olah Carlos tidak akan berhenti sampai dia keluar.

Tamara akhirnya berdiri, menarik napas dalam-dalam, dan bergumam dalam hati, 'Tinggal 28 hari lagi. Tahan sedikit lagi ....'

Dia membuka pintu. Carlos langsung berkata, "Kamu yang masak. Verona nggak terbiasa dengan kompor di sini. Dia menjatuhkan piring dan hampir terluka."

Tamara sungguh kehabisan kata-kata. Apa hubungannya dengan dirinya? Piring jatuh dan Verona hampir terluka, lalu kenapa dirinya yang harus memasak?

"Aku juga terluka," jawab Tamara dengan dingin.

Saat itu, Carlos tampaknya baru mengingat kondisi Tamara. Dia menunduk, melihat kakinya.

Tamara mengira pria ini ternyata masih punya hati nurani. Lagi pula, pagi tadi Carlos sendiri yang menyuruhnya untuk tidak memasak. Namun, yang dia dengar justru ....

"Tanganmu nggak terluka. Kamu bisa berdiri dan masak, 'kan?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Camelia Hadi
jangan mau masak. enak aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 136

    Tamara menoleh dan berkata, "Maaf, Kak Jacob. Nanti aku akan jelaskan semuanya padamu."Saat itu, Arham menatap pemuda di samping Tamara. Wajahnya penuh lebam dan memar. Arham mengerutkan dahi dan berkata, "Ini ... bekas pukulan Carlos?"Jacob menatap pria tua itu, lalu mengangguk dan memberi salam, "Halo, Pak Arham. Namaku Jacob. Dulu kita pernah bertemu saat kompetisi Universitas Asahi, Anda saat itu menjadi sponsor dan juri."Arham mengamati wajah pemuda itu. Dia merasa wajah Jacob tampak tidak asing dan berkata, "Aku ingat kamu. Anak muda yang sangat berbakat.""Maafkan aku, cucuku sampai berani memukulmu. Kalau kamu butuh ganti rugi atau kompensasi lainnya, bilang saja.""Nggak perlu, ini cuma kesalahpahaman. Satpam datang tepat waktu, aku juga nggak mengalami luka serius," jawab Jacob tenang. "Selain itu, aku akan membuat surat pernyataan damai, jadi Bapak nggak perlu khawatir," tambahnya.Mendengar hal itu, Arham memandangi pemuda ini lebih saksama. Kemudian, dia bersiap melangk

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 135

    Tamara hanya berkata, "Dia ingin memperbaiki hubungan hanya untuk balas dendam. Waktu aku mengajukan cerai sebelumnya, dia menolak. Katanya dia akan menyiksaku seumur hidup dan nggak akan memberiku kebebasan.""Bukan begitu, aku nggak ...." Carlos buru-buru menggeleng, menatap Tamara."Itu kata-katamu sendiri, sekarang kamu nggak mau mengaku? Mau kupanggil Verona sebagai saksinya?" sindir Tamara."Aku ... aku cuma sekadar ngomong dulu, tapi sekarang aku benar-benar nggak bermaksud begitu! Aku bukan ingin balas dendam padamu, aku ...." Carlos mencoba membela diri, tetapi kedua tangannya sudah diborgol oleh polisi."Aku menyukaimu ...."Akhirnya, kata-kata yang menyatakan isi hatinya itu pun keluar dari mulutnya. Carlos dibawa pergi oleh polisi, tetapi dia masih menoleh memandang Tamara.Sayangnya, Tamara bahkan tidak menoleh sedikit pun, seolah-olah tidak mendengar apa-apa.Saat Carlos sudah naik ke mobil polisi, Tamara hanya berdiri terpaku di tempat. Kedua tangannya mengepal kuat agar

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 134

    Jacob berdiri dengan dipapah oleh satpam. Dia memandang Tamara yang menatapnya cemas, lalu berkata dengan suara terengah-engah, "Nggak apa-apa, aku baik-baik saja. Aku masih sanggup menahannya."Tamara mendekati Jacob, bahkan menyentuh lengannya untuk membantunya berdiri. Semua ini membuat Carlos kembali marah dan berusaha mendorong satpam agar bisa mendekati mereka. Dia ingin menghancurkan pria sialan itu. Dia ingin membunuhnya!Ketiga pria berbadan kekar itu menghalanginya. Sementara itu, Tamara berbalik perlahan dan menatap Carlos, lalu melangkah mendekat."Dia pria yang kamu sukai selama ini, bukan? Pria yang kamu telepon waktu itu!" teriak Carlos penuh kemarahan dan cemburu.Tamara bahkan membawa-bawa buku harian itu setelah menikah. Orang yang dicintainya diam-diam selama SMA ... apakah pria ini orangnya?"Tamara, apa kamu pernah menyukaiku sedikit saja? Sedikit saja!" teriak Carlos. Suaranya serak dan bergetar."Aku sudah bilang sejak awal, nggak pernah," jawab Tamara dengan dat

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 133

    Begitu mendengar panggilan itu, rasanya kemarahan dalam diri Carlos langsung meledak. Dia langsung menjadi tegang. Bahkan tidak sempat mengaitkan sabuk pengaman, dia hanya menutup pintu mobil dengan keras dan menguncinya. Dia memutar badan dengan cepat, lalu menatap tajam ke arah sosok yang mendekat.Pria yang sedang berlari ke arah mereka itu, baru saja ditemuinya pagi ini. Kini, saat dia memperhatikan wajah pria itu lebih saksama, Carlos tiba-tiba menyadari sesuatu.Pantas saja wajah itu terasa tidak asing. Ternyata bukan mitra bisnis, melainkan pria yang sering muncul saat Tamara mengikuti lomba waktu berkuliah dulu.Kak Jacob .... Haha, ternyata pria ini. Hari ini benar-benar sial!"Pak Carlos, kenapa kamu ...." Jacob yang sudah sampai di depan mereka mengernyit. Sebelum dia sempat menyelesaikan ucapannya, mendadak sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya. Lantaran tidak sempat menghindar, Jacob terkena pukulan telak. Tubuhnya langsung limbung dan nyaris terjatuh.Di dalam mobil,

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 132

    Carlos hanya ingin secepatnya membawa Tamara masuk ke mobil. Setelah sampai di rumah, dia bisa bicara apa pun yang perlu dibicarakan. Dia tidak akan membiarkan Tamara bersembunyi lagi."Lepaskan aku! Cepat lepaskan aku!" teriak Tamara sambil berusaha keras melepaskan tangannya. Tubuhnya ditarik hingga terhuyung-huyung. Namun, bahkan setelah dicubit atau dicakar Tamara hingga punggung tangannya meninggalkan bekas kuku, Carlos tetap tidak bergerak sedikit pun."Gila! Sebenarnya kamu mau apa? Lepaskan atau aku teriak minta tolong!" Tamara mulai terdesak hingga panik melihat sekelilingnya untuk mencari bantuan."Teriak saja, aku cuma bawa istriku pulang ke rumah, siapa yang berani melarang?" Carlos membalas dengan galak.Mendengar sebutan itu, Tamara merasa muak dan kulit kepalanya seakan-akan merinding. Dia pun mengangkat kaki dan menendang betis pria itu. Namun, dengan satu kaki yang melangkah dan satu kaki lainnya berusaha menendang, tubuhnya kehilangan keseimbangan dan nyaris jatuh ke

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 131

    Sudah larut malam, tapi si gila Carlos ini ternyata masih menunggunya! Telepon semalam benar-benar sia-sia. "Kamu salah orang," bisik Tamara dengan suara rendah, lalu berusaha menarik tangannya."Aku nggak akan salah orang! Mau kamu berubah jadi abu sekalipun, aku tetap bisa mengenalimu. Tunjukkan wajahmu kalau berani!" desis Carlos sambil menggertakkan gigi.Dari mencengkeram satu tangan, dia beralih mencengkeram kedua lengan gadis itu dengan kuat hingga membuat Tamara mengerutkan alis kesakitan.Tamara mencoba mencari cara untuk melepaskan diri, atau setidaknya menekan tombol panggilan darurat di ponsel. Namun, cengkeraman Carlos membuatnya mustahil melepaskan diri.Ditambah lagi, dia memakai sepatu hak tinggi. Karena ditarik-tarik begitu saja, tubuhnya oleng hingga terjatuh ke belakang.Punggungnya membentur dada pria itu. Carlos segera memanfaatkan kesempatan itu untuk merenggut kacamatanya. Begitu melihat tatapan gadis itu yang penuh kepanikan dan amarah, Carlos langsung yakin 100

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status