Share

Bab 5

Penulis: Bertha
Di dalam kamar, Tamara awalnya sudah tertidur. Namun, suara ketukan keras di pintu dan teriakan membuatnya terbangun. Dia mengerutkan alis, menyalakan lampu, lalu berjalan ke pintu dengan kaki pincang.

"Tam ...." Di luar, Carlos baru saja ingin menggedor lagi dengan keras, tetapi tangannya mengenai udara.

"Kenapa kamu pulang? Tengah malam begini kenapa gedor-gedor pintu?" Nada suara Tamara tidak ramah, terdengar penuh ketidaksabaran.

Melihat sikapnya ini, Carlos semakin marah. Dia langsung meraih lengan Tamara dan berkata dengan penuh kesal, "Kenapa aku pulang? Memangnya salah kalau aku pulang ke rumah sendiri?"

Dalam sekejap, ketidaksabaran di wajah Tamara menghilang, digantikan ekspresi yang menunjukkan rasa sakit.

Carlos mengira dia ketakutan karena dimarahi dan kembali menjadi sosok yang penurut. Namun, tangan Tamara yang satu lagi justru berusaha menarik tangan Carlos, membuatnya sadar ada yang aneh dengan sensasi di telapak tangannya.

Begitu dia melepaskan genggamannya dan melihat telapak tangannya .... Darah?

Carlos baru sadar dirinya mencengkeramnya terlalu kuat. Luka di tangan Tamara terasa perih, air mata menggenang di matanya saat dia menatap pria yang bertingkah seperti orang gila di tengah malam.

"Kamu terluka?" Carlos hendak melihat lengan Tamara dengan lebih jelas, tetapi perempuan itu menghindar dengan sikap dingin.

"Kamu tanya aku? Bukannya ini semua gara-gara kamu?" balas Tamara dengan nada mengejek.

Carlos terdiam sejenak, lalu tiba-tiba teringat kejadian di mana dia melepaskan Tamara di pinggir jalan tadi.

Dia melirik ke arah siku Tamara. Kulitnya terkelupas cukup besar. Karena genggamannya barusan, darah kembali mengalir. Bukan hanya itu, saat melihat lebih ke bawah, dia melihat kaki Tamara yang penuh luka. Selain lepuh di punggung kaki, jari kakinya juga diperban dengan darah yang sedikit merembes keluar.

Carlos membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, tetapi Tamara sudah berbalik dan hendak menutup pintu.

"Lepaskan." Tamara mengernyit, merasa tidak senang karena pintunya tidak bisa tertutup.

Carlos tetap tidak bisa mengucapkan kata maaf. Dia malah bertanya, "Kenapa kamu nggak angkat teleponku? Kamu tahu nggak kalau aku ...."

Tamara langsung menyeringai dingin. Heh, jadi alasan dia mengamuk tengah malam hanya karena teleponnya tidak diangkat? Alasan yang sangat penting.

Tamara terpincang-pincang menuju nakas. Carlos menatap punggungnya, entah kenapa dia merasa kesal.

"Ponselku jatuh dan layarnya pecah. Apa alasan ini cukup untukmu?" Tamara mengangkat ponselnya yang hancur dan memperlihatkannya ke Carlos.

Melihat layar yang benar-benar sudah tidak berbentuk, Carlos tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Tamara ...." Carlos hendak bicara, tetapi pintu langsung ditutup.

Carlos berdiri di depan pintu selama beberapa detik, lalu perlahan berbalik dan pergi.

Sementara itu, Tamara yang terbangun karena suara ribut tadi merasa sangat gusar. Dia melihat deretan panggilan tak terjawab di layar ponselnya yang rusak. Empat puluh panggilan?

Gila. Carlos membuangnya demi menemani Verona, jadi untuk apa menelepon sebanyak ini?

Tamara mematikan ponselnya lagi, tidak ingin memikirkannya lebih lanjut, lalu kembali tidur.

Di kamar utama, Carlos selesai mandi dan naik ke tempat tidur. Layar ponselnya menyala. Itu pesan dari Verona.

[ Gimana keadaan Tamara? Dia sudah pulang dengan selamat? Jangan menyulitkannya. ]

Melihat pesan ini, sedikit rasa bersalah yang tadi ada di hatinya langsung lenyap begitu saja. Dia kembali teringat bahwa semua ini tidak akan terjadi jika Tamara tidak mencoba melukai Verona lebih dulu.

[ Biarkan saja dia. Kamu tidur saja, selamat malam. ]

Di hotel, Verona tersenyum puas saat membaca pesan itu. Carlos terlihat sangat kesal pada Tamara.

Sudah lewat tengah malam dan Carlos masih harus bekerja besok. Dia mematikan lampu untuk tidur, tetapi tak lama kemudian, perutnya terasa tidak nyaman.

Sejak SMA, dia memang sudah punya masalah maag. Dulu, Verona selalu mengingatkannya makan dan merawatnya dengan penuh perhatian. Setelah masuk universitas, penyakitnya jarang kambuh. Namun, setelah mulai bekerja dan sering menghadiri pertemuan bisnis, maagnya mulai bermasalah lagi.

Biasanya, Tamara selalu menyiapkan sup herbal untuk menghangatkan perutnya, jadi dia bisa tidur dengan nyaman sampai pagi.

Dia pergi ke dapur, mengira akan menemukan semangkuk sup yang sudah disiapkan, tetapi ternyata panci dan kulkas kosong.

Tiba-tiba, dia teringat sup yang tumpah di depan pintu ruang privat tadi malam. Dia merasa sayang, tetapi di saat yang sama juga merasa kesal. Kenapa Tamara tidak menyiapkan lebih banyak?

Tanpa sadar, Carlos ingin membangunkannya dan menyuruhnya masak lagi. Namun, langkah kakinya terhenti di tengah jalan.

Dia mengatupkan bibir dan terdiam sesaat, lalu berbalik mencari kotak obat. Namun, ternyata kotak obat tidak ada.

Alisnya berkerut. Carlos teringat melihatnya tadi di nakas di kamar Tamara. Mungkin karena sedikit rasa bersalah yang tersisa, kali ini dia tidak memilih untuk mengetuk pintu dan membangunkannya.

Sebagai gantinya, dia mencari kunci cadangan dan membuka pintu dengan pelan. Gagang pintu berputar. Dia bahkan menahan napas dan berjalan sepelan mungkin.

Namun, tiba-tiba dia merasa dirinya konyol. Ini rumahnya sendiri, kenapa dia malah bertingkah seperti pencuri?

Kamar gelap gulita, ada aroma samar yang bercampur dengan bau obat. Di tempat tidur, Tamara tidur menyamping. Selimut hanya menutupi sebagian tubuhnya. Carlos hanya melirik sekilas. Dia hanya ingin mengambil obat dan segera pergi.

Namun, saat hendak berbalik, sudut matanya melihat sesuatu. Cahaya dari celah pintu kebetulan menerangi punggung Tamara.

Ujung bajunya sedikit tersingkap, memperlihatkan kulit yang penuh lebam besar. Bahkan dalam cahaya redup pun, warnanya terlihat sangat jelas.

Carlos terdiam sejenak, matanya menatap selama dua detik. Namun, pada akhirnya dia tetap memilih untuk pergi dan menutup pintu dengan pelan.

Itu hanya luka luar, bukan sesuatu yang serius. Lagi pula, kalau saja dia tidak iri pada Verona dan tidak sengaja menyiram kakinya sendiri dengan sup panas, dia juga tidak akan menggendongnya, apalagi terluka karena terjatuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Popon Ponirah
kacau suami ky carlos dh tinggal aja biar tau siapa yg salah
goodnovel comment avatar
Diana asik
cerita di sini rata2 suaminya pd tolol, tergila2 pd pelakor lalu menyesal kemudian. basi.
goodnovel comment avatar
Siti Aminah
konyol bingit fikiran Carlos, apa segitunya mau menyiram kaki sendiri dengan sup panas , diluar nalar!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 376

    Saat ini, di dalam kafe.Kopi milik Zoya sudah habis, tetapi sampai sekarang pun dia masih belum menerima pesan dari kakaknya. Dia mencoba menelepon Zayn, tetapi tidak diangkat. Dia mengirim pesan pada ibunya untuk bertanya apakah kakaknya sudah pulang. Namun, ibunya bilang kakaknya belum pulang sejak keluar tadi siang dan mengira kakaknya masih bersama dengannya dan Tamara.Zoya berpikir jangan-jangan apa yang dikatakan Tamara benar, kakaknya memang ada janji siang ini. Namun, apa perlu sampai begitu sibuk? Karena kakaknya tidak bisa dihubungi dan tidak mendapatkan jawaban untuk rasa penasarannya, dia pun hanya bisa menahan dirinya sampai pulang nanti malam.Setelah keluar dari kafe, keduanya sempat jalan-jalan sebentar lagi dan baru pulang ke rumah setelah makan malam. Saat itu, ternyata kakaknya sudah pulang terlebih dahulu, sehingga dia pun mengetuk pintu ruang kerja dan Zayn mengangkat kepala untuk menatapnya."Kenapa tadi siang nggak balas pesanku? Tebakanku benar ya? Aku juga ng

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 375

    "Ck. Ada orang yang mulutnya beda dengan hatinya. Luarnya kelihatan tegas, tapi kenyataannya diam-diam kasih hadiah," sindir Alex.Zayn terdiam. Dia memang berniat membelikan tas untuk Tamara, tetapi dia masih belum sempat membelinya. Dia menyuruh Zoya yang membelinya dan dia akan menggantikan biayanya. Namun, dia belum sempat mendapatkan perincian pembayaran dari adiknya, yang datang malah kabar tasnya sudah dikirim kepada orangnya.Zayn menggeser tubuhnya sedikit, lalu kembali memeriksa ponselnya. Jika tas itu bukan hadiah darinya, siapa lagi?"Haeh. Kalau kamu yang kasih hadiah, mengaku saja. Kenapa harus sembunyikan dari aku?" kata Alex sambil menatap punggung sahabatnya dan menggelengkan kepala dengan tak berdaya."Bukan aku yang beli, Zoya salah paham," jawab Zayn. Maksud adiknya cukup jelas, ada orang yang diam-diam membelikan tas bermerek pada Tamara dengan alasan hadiah dari undian. Harganya bahkan mencapai puluhan miliar, orang itu jelas memanfaatkan Tamara yang tidak tahu ap

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 374

    Meskipun Verona yang merencanakan sebagian besar hal itu, luka-luka itu tetap langsung mengenai tubuh Tamara dan Carlos tidak tahu harus bagaimana menebus semua itu. Tas yang diberikan untuk Tamara hari ini juga bukan untuk menebus kesalahan, dia hanya ingin melihat senyuman Tamara meskipun tidak secara langsung.Selama dua tahun pernikahan, Carlos tidak pernah memberikan hadiah pada Tamara. Bahkan satu-satunya hadiah yang ingin diberikannya yaitu kalung mahkota mawar pun ditinggalkan Tamara di rumah. Pada akhirnya, kalung itu malah jatuh ke tangan Verona dan dipamerkan di internet.Saat memikirkan itu, Carlos mengepalkan tangannya dengan erat. Setiap kali mengingat hal tentang Verona, dia merasa makin marah serta muak dan makin sadar dengan sifat asli Verona yaitu serakah, pandai pura-pura, suka pamer, dan pandai memanfaatkan orang. Dia sudah menyuruh orang untuk mengambil kembali semua barang yang pernah diberikannya pada Verona dan membuangnya.Di sisi lain, di lapangan golf.Setela

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 373

    Zoya berpikir pasti kakaknya yang memberikan tas itu pada Tamara. Dia mendengus dalam hati, ternyata kakaknya bukan tipe orang yang begitu kaku dan masih tahu bermain strategi seperti ini. Zayn pasti mendengar ucapan terakhir Tamara saat di telepon waktu itu atau mungkin Zayn tahu Tamara tidak akan menerima hadiah apa pun secara terang-terangan, sehingga memilih cara seperti ini.Tamara kebingungan saat melihat ekspresi sahabatnya yang tadinya mengernyitkan alis dengan ekspresi curiga, terus menjadi serius, dan kini tiba-tiba tersenyum. Dia pun berkata, "Kalau nggak ada masalah, kenapa ekspresimu ....""Ah, aku lagi senang. Rara, selamat ya, kamu ini benar-benar orang yang paling beruntung," jawab Zoya sambil tersenyum.Tamara kembali menatap tas itu. Dari model, desain, kualitas, dan kilauannya, dia sangat menyukai semuanya. Apalagi setelah mendengar ucapan Zoya, dia pun akhirnya gembira dan merasa ini benar-benar kejutan yang menyenangkan.Keduanya pun kembali melanjutkan minum teh s

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 372

    "Nona-nona, mohon maaf sudah mengganggu waktu teh sore kalian. Tapi, nona cantik ini sudah memenangkan hadiah undian di toko kami, jadi aku sengaja datang mengantar hadiahnya," kata manajer toko itu sambil tersenyum dan memberi hormat. Setelah itu, dia menoleh ke arah Tamara dan meletakkan tas hadiahnya di tepi meja.Tamara juga menatap manajer toko itu, lalu melihat tas hadiah putih itu. Saat ini, dia baru merasakan kesenangan memenangkan hadiah, tetapi dia tidak langsung menerimanya dan hanya bertanya, "Apa aku perlu membayar biaya tambahan?"Dia berpikir hadiah ini tidak mungkin diberikan pada pelanggan yang belum pernah belanja di toko itu secara cuma-cuma, apalagi harga tas termurah mereka juga sudah mencapai puluhan juta."Nggak perlu membayar biaya tambahan apa pun, kamu adalah bintang keberuntungan hari ini. Semoga tas ini membawa keberuntungan untukmu. Aku sudah menyampaikan hadiahnya, jadi kami pamit dulu. Kalau kamu ada pertanyaan atau kebutuhan apa pun, silakan hubungi aku

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 371

    "Kenapa kalian melihatku seperti itu? Meremehkanku ya?" kata pria itu dengan kesal saat melihat tatapan curiga dan penilaian dari pramuniaga dan kasir."Bukan begitu, kamu sudah salah paham. Kami hanya nggak tahu apa hubunganmu dengan bos itu," jawab kasir itu sambil tersenyum.Pria itu tahu jelas identitasnya tidak boleh diungkapkan, sehingga dia mengarang alasan. "Aku ini sopirnya. Cepat selesaikan pembayarannya, aku sudah harus pergi."Bagi pramuniaga dan kasir itu, alasan ini kurang meyakinkan karena pria ini terlalu lusuh untuk menjadi sopir. Bukankah sopir dari keluarga kaya biasanya mengenakan jas rapi dan dasi? Namun, mereka tentu saja tidak berani menanyakan hal itu dan mana ada yang menolak orang yang datang membayar. Lagi pula, pria mencurigakan ini dari awal memang datang untuk menanyakan tentang dua pelanggan tadi.Saat ini, di sebuah kafe di dalam mal."Hah? Kamu bilang aku menang undian?" tanya Zoya melalui telepon.Setelah mendengar penjelasan dari seberang sana, ia pun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status