"Nyonya nggak mengharapkan apa-apa dari Bapak, Bapak pun nggak kehilangan apa-apa. Justru selama dua tahun ini, Nyonya yang mengurus kebutuhan hidup Bapak. Bahkan dalam sebulan terakhir, Nyonya beberapa kali terluka."Jadi secara keseluruhan, justru Tamara yang paling banyak dirugikan. Lantas, kenapa Carlos masih tidak mau melepaskan? Toh Tamara tidak membawa lari separuh harta kekayaannya.Mendengar perkataan asistennya, Carlos menatapnya tajam, seperti ingin marah dan membantah. Namun, dia tak punya alasan apa pun. Ini seperti gunung berapi yang sudah siap meletus malah dipaksa untuk diam membeku.Benar, Tamara menjadi istrinya selama dua tahun. Semua urusan rumah tangga, baik itu mencuci, memasak, atau kebutuhan sehari-hari, semuanya dilakukan olehnya sendiri. Bahkan, Carlos tidak pernah memberinya sepeser pun, apalagi hadiah. Tamara selalu belanja dengan uangnya sendiri.Carlos juga memaksa agar Tamara tidak muncul di hadapan publik, melarangnya mengaku sebagai istri sah, dan tak p
Awalnya, Carlos mengira dia bisa menahan diri untuk tidak lagi mencari Tamara. Dia tidak ingin lagi menyakiti Tamara, tetapi ....Entah itu karena cinta, rasa memiliki, atau sekadar dorongan ego seorang pria, dia tidak bisa menyerahkan wanita yang dicintainya begitu saja kepada orang lain. Jelas-jelas waktu itu Tamara sendiri yang ingin menikah dengannya, bukan karena dia memaksanya.Karena sudah terlibat, jangan harap bisa melepaskan diri dengan mudah. Silakan membencinya, tetapi permohonan cerai ini pasti akan dia batalkan!"Masa tenang 30 hari. Cari cara agar perjanjian itu batal. Perceraian ini nggak boleh terjadi," kata Carlos dengan dingin.Ihsan teringat dokumen perceraian yang dilihatnya minggu lalu di rumah lama, lalu berkata, "Biasanya kalau ada konflik dalam perceraian, penyebabnya cuma dua, yaitu pembagian harta dan anak.""Bapak dan Nyonya belum punya anak. Soal harta, dalam dokumen itu tertulis bahwa Nyonya pergi tanpa membawa sepeser pun. Jadi secara keseluruhan, percera
"Bapak tidur siang sebentar saja, nanti aku bangunkan tepat jam 2," kata Ihsan."Nggak usah tidur, tunjukkan padaku dulu PPT rapat sore nanti," kata Carlos."Rapatnya jam 5, nggak perlu buru-buru. Bapak ...." Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Ihsan bertemu pandang dengan Carlos. Dia langsung terdiam dan menyerahkan dokumen dengan patuh.Dia memperhatikan keadaan mental bosnya dan merasa ada yang tidak beres. Hingga sekarang, Carlos belum menyebut soal Tamara. Bukankah hari Sabtu lalu bosnya ini sudah menemukan informasi tentang perusahaan tempat istrinya bekerja?Minggu lalu, Carlos sampai melapor polisi dan menyewa peretas untuk melacak alamat Tamara. Kenapa begitu akhir pekan berlalu, malah terlihat sama sekali tak peduli?Jumat malam Ihsan memang tidak ikut, mungkinkah terjadi sesuatu? Lagi pula, kenapa Arham menyuruh seseorang mengawasi Carlos? Orang itu juga tidak menyebutkan alasannya.Ihsan merasa curiga, tetapi tidak berani bertanya langsung. Dia melanjutkan pencarian in
Tamara membatin, 'Berani, ya? Aku sudah pernah memberanikan diri satu kali. Tapi justru karena itu, aku jadi kehilangan semua keberanian dan bahkan membawa trauma.'Melihat sahabatnya yang merenung, Zoya merasa curiga dan akhirnya bertanya, "Ckck, ekspresi macam apa itu? Seakan-akan kamu punya banyak sekali cerita. Jangan-jangan kamu pacaran di luar negeri?""Nggak, kok. Aku cuma merasa ucapanmu ada benarnya, jadi aku lagi mikir," jawab Tamara setelah tersentak dari lamunannya.Zoya mendengus, lalu berkata, "Pasti, dong. Kalau pacaran nanti, kamu jadikan aku penasihatmu, ya. Aku juga mau jadi pengiring pengantinmu nanti ...."Tamara hanya tersenyum tanpa berkomentar. Dia dan Carlos tidak mengadakan upacara pernikahan, juga tidak mengundang tamu secara terbuka. Jadi, anggap saja tidak pernah menikah sama sekali.....Akhir pekan berlalu dalam sekejap mata.Ternyata memang benar seperti yang dikatakan Arham, seberapa besarnya pun kesedihan Carlos dalam dua hari belakangan ini, begitu har
Kepala pelayan melapor bahwa awalnya Carlos tampak cukup tenang, membuat orang mengira emosinya sudah mereda. Namun entah mengapa, dia kembali terisak. Kondisinya benar-benar membuat orang merasa iba.Di ruang tamu depan, Arham yang sedang minum teh mendengar laporan itu. Dia meletakkan cangkir teh dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Kalau sudah capek menangis, biar saja dia istirahat. Kalau sudah cukup istirahat, nanti dia bisa menangis lagi."Kepala pelayan kehabisan kata-kata."Kita nggak perlu mengambil tindakan apa pun. Paling hanya dua hari. Kalau sampai pekerjaannya terganggu, jabatan presdir di Grup Suratman itu nggak akan bisa dia pertahankan. Lagi pula, sudah ada yang mengincarnya di belakang," Arham mendengus dingin.Mendengar hal itu, kepala pelayan langsung teringat dengan anak haram yang berada di luar sana. Usianya hanya lebih muda setengah tahun dari Carlos. Selama bertahun-tahun ini, Arham tidak pernah membiarkan orang itu masuk ke keluarga besar, apalagi mencatatkan
Jacob merasa sangat iri pada Carlos. Mana mungkin pria seperti itu pantas mendapatkan cinta Tamara selama bertahun-tahun? Apakah hanya karena dia tidak satu sekolah dengan Tamara di SMA? Karena pria itu lebih dulu masuk dalam hidup Tamara?Melihat kedua wanita itu pergi, Jacob baru berbalik arah menuju rumah. Rencana akhir pekan untuk mengajak Tamara keluar pun kandas."Entah kenapa kamu harus menyuruhku ikutan. Tadinya kukira kamu mau masuk. Padahal cuma bertemu di depan apartemen, apa yang mau dihindari? Itu 'kan tempat umum," Zoya menggoda sambil menyetir."Sebenarnya aku cuma nggak mau sendirian bertemu Jacob, agak canggung ...," jawab Tamara.Semalam pria itu salah paham dan terlihat begitu emosional dan bersemangat, bahkan sempat bicara soal bertanggung jawab untuk menikahinya. Hal itu membuat Tamara agak ketakutan. Lagi pula, Jacob memang sudah menyukainya sejak dulu, jadi dia merasa harus menjaga jarak."Yuk, nonton film sama-sama, lalu makan malam. Aku yang traktir," kata Tama