Share

Kak Intan

KLUNTING

Kiara mengalihkan pandangannya begitu mendengar pesan yang masuk pada ponselnya, tangan mungilnya meraih benda pipih itu. Begitu melihat siapa yang telah mengirim pesan, gadis itu menekan layar ponsel itu untuk menyambungkan panggilan.

TUUUT TUUUT

"Iya hallo Ra?"

"Gue mau cerita nih."

"Cerita apaan?" Kiara memindahkan ponsel yang berada ditelinga kanan menuju telinga kiri, jari telunjuknya mengelus pelan lutut yang tadi terluka.

"Lo pasti nggak percaya kalau tadi gue habis didorong sama Selly sampai gue jatuh ke jalan raya."

"Kok bisa si?"

"Gue kan tadi lagi nuggu bus dihalte, tiba-tiba Selly dan genknya nyamperin gue dan sempet ngeledek. Setelah itu gue didorong dong."

"What? Parah si tu anak, tapi lo nggak papa, kan?"

"Nggak papa si, cuma lecet doang."

"Syukur deh, tapi besok gue temenin buat ngasih pelajaran ke Selly."

"Udahlah, biarin aja."

"Nggak bisa gitu dong, ini menyangkut sama nyawa lo!"

"Lo tahu 'kan kalau Selly suka sama Angkasa, gue cuma nggak mau kalau Angkasa jadi sebel sama gue gara-gara gue ngeributin dia."

"Yaelah bucin banget si lo."

"Ye biarin!"

"Iya deh iya."

"Dan gue juga hampir aja ketabrak sama mobil, untung aja orangnya baik."

"Baik gimana maksud lo?"

"Dia ngebalikin arah buat nggak nabrak gue dan sampai mobilnya penyok gegara nabrak pembatas jalan."

"Itu artinya lo masih dilindungi, dan orang yang hampir nabrak lo masih waras."

"Iya juga si," Kiara mengganti posisinya menjadi duduk diranjang, menerawang kembali kejadian tadi siang.

"Oh ya om itu, yang hampir nabrak gue sampai nganterin gue pulang. Dia juga ngegendong gue ala-ala pengantin baru gitu. Didepan nyokap gue, gila nggak tu?"

"Omaigat, gue nggak bisa ngebayangin. Aaaaaaa."

Kiara menjauhkan ponselnya dan mengusap telinganya merasa sakit dan nyaring karena teriakan Sari.

"Biasa aja kali."

"Pasti orangnya buncit gitu, kan?"

"Nggak juga, menurut gue si keren. Ya sugar daddy gitu."

"Gila si, beruntung banget lo. Kapan lagi coba digendong sama om-om keren."

"Ck apaan si lo, nggak se keren Angkasa lah."

"Angkasa mah keren tapi nggak perhatian," Kiara mencebikkan bibirnya merasa kesal dan sedikit menyetujui ucapan Sari.

Sayup-sayup terdengar keributan dari arah luar, Kiara menjauhkan ponselnya dari telinga untuk memperjelas pendengarannya pada keributan tadi.

"Udah dulu ya, besok lanjut disekolah."

KLIK

Tanpa menunggu persetujuan Sari gadis itu langsung memutus sambungan, kaki mungilnya menuruni ranjang dan menghampiri pintu. Dibukanya setengah pintu dan menapilkan diri tanpa keluar dari sana.

"Kamu seharusnya bersikap dewasa!"

Kiara melihat ibunya bergerak dengan lemas, meski bentakan perempuan itu masih bisa Kiara dengar dengan jelas.

"Ibu mana tahu perasaan aku selama ini!" Perempuan satunya menyahut, dia adalah kakak perempuan Kiara.

"Tidak semua hal didunia ini bisa kamu dapatkan Intan!"

"Ibu dan ayah selalu egois!"

Perempuan itu meninggalkan ruang tamu dan melangkah menuju kamar yang berada disebelah kamar Kiara, dia sempat menoleh sekilas ke arah adiknya yang juga tengah menatap dirinya.

BRAK

Baik Kiara maupun ibunya sama-sama terkaget mendengar pintu yang ditutup dengan keras, gadis itu lalu menyusul ibunya yang tengah menangis di sofa ruang tamu. Tangan mungil Kiara mengusap punggung sang ibu mencoba menenangkan perempuan setengah tua itu.

"Ibu nggak papa?" Kiara bertanya memastikan keadaan ibunya.

"Nggak papa."

"Kak Intan dateng jam berapa?"

"Baru sampai," Kiara melongok ke arah luar dan tidak ada mobil maupun motor yang terparkir disana.

"Kak Andro nggak ikut?"

Ibu Kiara menjawab dengan gelengan kepala, setelah merasa tenang perempuan itu berdiri lalu berjalan ke arah dapur.

Tidak lama dia kembali ke ruang tamu dengan menenteng tas sederhana.

"Ibu mau ke pasar, masak buat kakak kamu. Mau ikut nggak?"

"Aku dirumah aja Bu."

Setelah itu ibu Kiara keluar dan memberhentikan angkot yang kebetulan sedang lewat, Kini Kiara berdiri mematung didepan kamar kakaknya. Dengan ragu tangan mungil itu mengetuk pintu.

TOK TOK TOK

Tidak ada sahutan dari dalam, Kiara terus mencoba.

"Kak Intan?"

"Aku masuk ya?"

Seolah mendapat kesempatan karena kebetulan pintu yang tidak dikunci, gadis itu membukanya dengan perlahan. Didalam kakaknya tengah berdiri didepan sebuah jendela, Kiara melangkah dengan ragu dan menghampirinya.

"Tumben kak mau dateng nggak bilang dulu."

Masih tidak mendapat respon, Kiara memilih untuk duduk dikursi meja rias.

Hening cukup lama karena Kiara yang takut untuk membuka pembicaraan lagi dan juga kakaknya yang masih betah diposisi tadi.

Akhirnya Kiara mengalah dan kembali berucap, "udah lama banget ya, Kak Intan nggak main kerumah."

Seolah jengah dengan adiknya yang begitu cerewet akhirnya Intan menatap gadis didepannya.

"Aku sibuk."

Jawaban sederhana dan singkat itu sukses membuat Kiara merasa berbangga hati karena berhasil membuat kakaknya berbicara.

"Kakak kerja?"

"Iya."

"Kak Andro kok nggak ikut?"

"Jangan sebut nama laki-laki itu!"

Kiara terperangah mendengar bentakan Intan, padahal niatnya baik dan sedikit penasaran.

"Kenapa Kak?"

Intan merubah posisinya menjadi duduk diatas ranjang yang dulu dia tempati.

"Kamu nggak ngerti apa-apa, nggak usah ikut campur!"

"Kalau Kak Intan ada masalah, aku selalu siap kok Kak buat dengerin cerita Kakak."

"Semua yang terjadi di kehidupan aku adalah masalah!"

"Kakak kok gitu si?"

"Kenapa? Memang itu kenyataannya."

Intan berdiri dan hendak melangkah keluar, namun getar dan nada panggilan pada ponselnya membuat niatnya urung. Kiara juga mengalihkan perhatiannya kepada benda pipih itu, setelah Intan berhasil meraih benda itu Kiara mengalihkan pandangannya menuju luar jendela yang menghubungkan dengan taman kecil dihalaman rumah itu.

"Hallo?"

"Ngapain tadi kamu misscall aku?" terdengar suara seorang pria dari seberang sana yang masih bisa kiara dengar.

"Aku mau ketemu sama kamu, kita perlu bicara."

"Aku sibuk!"

KLIK

Kiara menoleh kepada Intan ketika panggilan itu selesai, gadis itu bisa melihat raut kecewa dan marah yang bersamaan.

"Kiara?"

Dari luar ibunya memanggil, Kiara langsung menghampiri sumber suara.

"Bantuin Ibu masak ya?"

"Siap Bu."

Rutinitas ibu dan anak didapur itu sangat membuat Intan jengkel, entah karena dirinya yang memang tidak bisa memasak atau karena kedekatan sang ibu dengan adiknya. Dari kecil hinga dia kuliah dan menikah tidak sekalipun dirinya berkutik atau sekedar bergurau bersama perempuan parubaya itu, dia lebih sering menghabiskan waktu diluar bersama kekasihnya dulu. Dan kejadian yang tidak bisa Intan sangka, begitu dia lulus kuliah orang tuanya menikahkan dia dengan orang yang tidak dia kenal. Rasa benci dan begitu tidak suka terhadap ayahnya terus terjaga sampai kini hingga ayahnya telah meninggal.

"Sini Kak, masak bareng. Seru tahu."

Kiara menyapa Intan yang kebetulan tengah berdiri mematung didepan pintu dapur, tidak ada niat sekalipun untuk perempuan dewasa itu ikut menimbrung.

"Kakak kamu pasti masih capek, biar dia istirahat."

Perempuan satunya lagi menyahut, Intan hanya melirik kearah ibunya dan meninggalkan tempat. Masuk kembali kedalam kamar.

"Bu, sebenarnya kak Intan kenapa si?"

"Kenapa apanya?"

"Kok tadi ribut sama Ibu?"

"Biasa, kehidupan rumah tangga kakak kamu."

"Aku nggak boleh tahu?"

"Belum saatnya."

Kiara mengangguk memilih untuk patuh kepada ibunya, menyiapkan makan malam dengan bersenda gurau. 

BERSAMBUNG -

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status