Share

First meet

"Gimana nih?" satu teman Selly menarik rok seragam Selly merasakan panik, setelah melakukan aba-aba mereka bertiga pergi dari halte dan meninggalkan Kiara yang masih berada dipinggir jalan.

"Ya Ampun, kalau gue udah di surga tapi kok masih denger suara klakson mobil ya?" Kiara membatin sembari memejamkan mata setelah pasrah akan kedatangan mobil yang tadi melaju ke arahnya, perlahan mata bulat itu terbuka dan Kiara menyadari bahwa dia masih berada di bumi.

Saat matanya menoleh ke kiri dan mencari dimana mobil tadi berada gadis itu tidak menemukannya, dia berdiri dan menoleh ke belakang. Bibirnya terbuka dan matanya melotot menyadari mobil yang tadi, membelok ke arah lain dan baru saja menabrak pembatas jalan, ada begitu banyak orang disana. Tidak hanya para pejalan kaki, beberapa mobil yang sedang melintas juga ikut menyaksikan aksi kecelakaan itu. 

Merasa penasaran dengan keadaan mobil dan pemiliknya, Kiara melangkah dengan kaki pincang karena merasakan perih dan linu di lututnya yang terbentur aspal jalan. Semakin mendekat kepada mobil itu hingga lengan kanannya ditarik paksa oleh seseorang, Kiara mendongak untuk sekedar melihat siapa yang menariknya.

"L-lepas!" rontaan kecil Kiara seolah hanya kerikil yang mengganggu jalan orang itu, tidak digubris dan tetap membawa Kiara masuk ke dalam mobil.

"Lepas Om, tolong!" 

Tidak ada yang membantu Kiara untuk terlepas dari orang itu, semua orang yang tadi berada disana saling berhambur pergi. 

DUG DUG DUG

Kiara terus mencoba memukul kaca mobil, berharap akan ada orang yang berbaik hati menolong dirinya. Dan dia baru menyadari jika dia bersama seorang pria dewasa didalam mobil yang tadi hampir menabraknya. Perkiraan Kiara salah, ternyata pengemudi dan mobil itu masih baik-baik saja. Hanya bagian depan mobil yang sedikit ringsek.

"Tolooooong!"

"Berisik!" suara besar dan begitu maskulin akhirnya masuk ke gendang telinga Kiara, gadis itu menoleh ke arah orang itu yang masih terus fokus menyetir. 

Entah kemana mereka pergi, sedangkan langit jingga sudah menampakkan diri. Suara Kiara sudah serak dan dia lelah karena terus berteriak meminta tolong.

"Tolong dong Om lepasin , aku minta maaf karena mobilnya jadi nabrak. Tapi tadi itu aku didorong sama temen aku," kedua tangan Kiara saling menaut seolah meminta ampun. Jujur saja dia merasa was-was dengan orang asing itu.

"Orang gila kaya kamu itu pantes diberi pelajaran, aksi kamu tadi membahayakan."

"Apa? Gila kata Om! Aku itu didorong sama temen aku terus jatuh kebawah."

"Dimana rumah kamu?"

Kiara melotot mendengar pertanyaan orang itu, dia pikir kalau dia akan diculik atau dibawa ke kantor polisi.

"Nggak usah Om, aku bisa pulang sendiri," Kiara cengengesan disela-sela ucapannya.

"Nggak usah ge er, aku cuma pengen tahu dimana alamat rumah kamu."

Kiara mendengus namun tetap memberitahu dimana tempat tinggalnya, sekian lama mereka melaju membelah jalanan sore akhirnya sampai juga didepan rumah sederhana milik Kiara.

BRAK

Pintu mobil disebelah Kiara tertutup bersama keluarnya orang tadi yang kini tengah membuka pintu mobil Kiara, perlakuan yang begitu baik mengarah kepada Kiara sangat asing gadis itu rasakan. Bahkan Angkasa selaku kekasih dirinya belum pernah sekalipun menciptakan hal berdua atau bersikap lembut kepadanya.

"Eh."

Tubuh sintal Kiara diangkat paksa oleh orang itu, Kiara meronta untuk kesekian kalinya. Di gendong ala bride style dan dada bidang orang itu yang nampak jelas didepan wajah Kiara meskipun tertutup oleh sebuah kemeja.

"Sayang, kamu kenapa?" perempuan parubaya yang menyadari sebuah mobil terparkir dipelataran rumahnya langsung mengintip dari dalam, yang begitu membuatnya tercengang karena yang keluar adalah seorang pria dewasa dan kini tengah menggendong anaknya.

"Maaf Bu, putri anda tadi mengalami kecelakaan kecil. Apakah saya lancang mengantarnya?" orang itu menautkan alisnya merasa bingung dengan ekspresi si perempuan setengah tua yang terus melongo ke arahnya.

"Oh sama sekali tidak, mari masuk!"

Masih membawa Kiara dalam gendongannya dan mendudukkan gadis itu diatas sofa begitu sampai di ruang tamu. Perempuan parubaya tadi pergi kedalam untuk sekedar membuat minuman kepada tamunya.

"Om, ngapain si sok baik. Pulang!" Kiara menunjuk jari-jarinya mengisyaratkan agar pria itu keluar dari rumahnya.

"Rio Merni, aku bukan Om-om!"

Kiara mencebikkan bibirnya merasa kalimat pengusirannya tidak digubris.

"Jangan gitu dong Kiara, dia 'kan udah baik nolongin kamu."

Satu cangkir teh panas tersaji dengan sempurna didepan pria tadi. Bibirnya melengkung dan sempat mengucap terimakasih kepada ibu Kiara.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak saya?"

Menggeser posisi duduknya, Kiara memposisikan kakinya agar tidak menyenggol meja didepannya. Semua gerak Kiara menjadi perhatian ibunya, perempuan itu histeris melihat keadaan lutut anaknya yang dipenuhi noda darah yang sudah mengering segera dia kembali masuk kedalam. 

Tidak butuh waktu yang lama tangan keriput itu sudah menggenggam kotak p3k, Kiara mengernyit ketika ibunya duduk dan menarik kakinya agar menumpu pada paha perempuan parubaya itu.

"Saya juga tidak tahu persis Bu, tetapi saat mobil saya tengah melintas didepan halte anak Ibu sudah terjongkok dipinggir jalan. Untung saja saya masih waras dan tidak menabraknya."

Pria itu melirik ke arah Kiara setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, gadis itu sendiri tidak terlalu mendengar karena terlalu fokus merasakan perih pada lututnya.

"Terimakasih sekali ya, mungkin kalau bukan kamu anak saya pasti sudah celaka."

"Oh itu tidak masalah, mobil saya hanya ringsek sedikit."

"Kalau begitu saya akan menggantinya."

"Tidak perlu!" Ibu Kiara tersenyum maklum kenapa niat baiknya ditolak, pria yang berada dirumahnya itu terlihat sangat kaya dan berwibawa.

"Kalau begitu saya permisi pulang dulu."

"Sekali lagi saya minta maaf dan terimakasih ya karena sudah nolongin anak saya."

Kalimat tulus itu hanya dibalas anggukan dan senyum sopan dari si pria, setelah berdiri dia menyempatkan untuk menoleh sekilas ke arah Kiara yang kebetulan sedang menatapnya.

"Makasih."

Ucapan itu sungguh tidak terdengar tulus, bahkan Kiara si pengucap saja tidak menatap pria itu ketika mengucapkannya.

"Lain kali lebih berhati-hati lagi ya." 

Setelah itu kakinya melangkah keluar dan menghampiri mobilnya, Kiara berusaha berdiri untuk masuk kedalam kamar.

"Jangan ketus gitu dong Kiara, kalau ada orang yang baik ya bilang makasihnya yang tulus."

"Iya Bu."

"Mau dibantuin nggak?" Kiara menggeleng merespon tawaran ibunya yang mau membantu dia berjalan, merasa masih bisa untuk sampai kekamar.

******

Pedih dan hampa di setiap hari-hari gadis itu, tidak pernah ada pesan manis yang masuk kedalam ponselnya. Angkasa memang laki-laki yang cuek, tetapi apakah dia pantas berlaku dingin kepada kekasihnya sendiri?

"Mau gue mati sekalipun tetep dia nggak bakal peduli."

Gadis itu memejamkan mata, mengingat setiap kejadian yang membuat hatinya berbunga. Disisi sikap dingin Angkasa masih ada sedikit hal indah yang Kiara ciptakan sendiri, saat dimana debaran hatinya yang menjadi ketika gadis itu menatap Angkasa. Meski sekalipun laki-laki itu hanya membalas dengan lirikan sekilas.

BERSAMBUNG -

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status