Share

Bab 2

Author: Merspenstory
last update Huling Na-update: 2025-05-23 14:27:20

Sienna menatap Lance Hart, saudaranya, yang tengah berdiri di lorong depan ketika melihatnya masuk.

Alis pria itu terangkat sinis dan menghakimi. 

Namun, Sienna membalasnya dengan tatapan malas. “Aku terlalu lelah untuk menanggapi omong kosongmu, Lance,” gumamnya, lalu melanjutkan langkah tanpa menoleh lagi.

Begitu sampai di kamarnya, Sienna menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan napas berat. Kepalanya masih berdenyut, dan rasa mual terus bergejolak dari perutnya ke tenggorokan. Ia memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan semalam yang terus menghantui.

Tapi saat memeluk bantal di sampingnya. Aroma parfum pria samar-samar menyeruak di inderanya. Entah karena ingatannya yang masih kacau atau dari kulitnya sendiri yang belum sempat ia bersihkan.

Sienna meringis dan menjambak rambutnya sekali lagi.

“Aku bodoh,” desisnya lirih. “Sebodoh-bodohnya.”

Tadi malam Sienna sengaja kabur dari pertemuannya dengan pria tua yang akan dijodohkan dengannya. Tapi ia justru terjebak dalam kebodohan cinta satu malam bersama pria asing. Kalau ibunya tahu, entah apa yang akan terjadi padanya.

“Ibu mungkin akan membunuhku,” gumamnya ngeri.

Stacey Monroe tak ada bedanya dengan ibu tiri kejam. Ia tak akan segan untuk menghukum Sienna jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.

Beberapa ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya. Sienna membuka mata setengah sambil menggerutu dalam hati. Belum sempat menjawab, pintu itu terbuka sedikit, dan suara tenang seorang wanita tua menyapanya.

“Nona Sienna … Nyonya memintamu turun ke ruang makan.”

Desahan berat lolos dari bibir Sienna. Ia baru saja menginjakkan kaki di rumah ini, bahkan rasa pengar dan mualnya belum sepenuhnya hilang.

Dengan langkah malas dan tubuh yang begitu lelah, Sienna menuruni tangga menuju ruang makan.

Begitu memasuki ruangan, ia mendapati Stacey Monroe—ibunya—tengah duduk tegak di ujung meja. Pandangan wanita itu langsung terarah pada Sienna.

“Apa yang terjadi padamu?” tanya Stacey tajam.

Lance yang duduk santai di samping Stacey tersenyum sinis. “Dia baru saja pulang. Sepertinya dia menjajakan diri tadi malam, Bu.”

Sienna menatap Lance seperti hendak membakar pria itu hidup-hidup. “Ringan sekali mulutmu, Lance,” desisnya tajam. “Seperti ibu-ibu penggosip yang kehabisan bahan obrolan.”

Tatapan Lance langsung tajam. “Jaga sikapmu, Sienna. Kau masih berada di rumah ini.”

Sienna mendengus pelan. “Lalu, apa?” jawabnya menantang.

“Cukup!” bentak Stacey sambil menghentakkan tangan ke meja, memecah ketegangan yang sempat memanas antara kedua bersaudara itu.

Ruangan mendadak sunyi. Sienna dan Lance sama-sama terdiam meski ketegangan masih terasa kental di antara mereka.

Stacey menoleh tajam ke arah putrinya. “Ke mana saja kau tadi malam, hah? Bukankah aku sudah memintamu menemui Tuan Harrison? Dia meneleponku dan bilang kau tak pernah muncul!”

Sienna menelan ludah. Pikirannya berputar cepat mencari jawaban yang masuk akal.

Tapi apa yang bisa dia katakan? Bahwa dia memilih pergi ke bar, mabuk, lalu tidur dengan pria asing yang entah siapa namanya?

Konyol.

Mengatakan yang sebenarnya sama saja dengan menggali kuburannya sendiri. Stacey pasti akan menguburnya hidup-hidup!

Sienna menarik napas dalam. “Aku hanya butuh waktu sendiri,” sahutnya lirih.

Stacey mendengus sinis. “Waktu sendiri? Jangan konyol! Kau tahu Tuan Harrison bisa menarik investasi itu kapan saja, dan saat itu terjadi, semuanya akan runtuh. Apa kau ingin dikenang sebagai anak yang menghancurkan keluarganya sendiri?”

“Yang akan runtuh hanya bisnis keluarga Hart, Bu. Tapi aku sudah lama hancur,” jawab Sienna dengan suara rendah.

Suasana kembali tegang. Stacey memandangi putrinya dengan murka.

“Jangan buat semuanya jadi sulit, Sienna! Kau tidak punya banyak pilihan. Kau tahu itu!”

Sienna mencengkeram tangannya dengan kuat, berusaha menahan gemuruh di dadanya. Di rumah ini, tak ada yang pernah memihaknya. Pilihan, hidup bebas, semua hanya mimpi konyol bagi Sienna.

“Maaf, Bu. Aku tidak akan mengulanginya lagi,” ucap Sienna pasrah.

Stacey hanya menjawab dengan gumaman pendek sebelum meraih gelas tehnya lagi.

“Minggu depan kita ada pertemuan resmi dengan Tuan Harrison. Pastikan kau merawat diri dengan baik sampai hari itu.”

***

Hari yang dimaksud pun tiba lebih cepat dari yang Sienna harapkan. Meski mengenakan gaun indah berwarna krem gading yang dirancang untuk membuatnya tampak anggun, ekspresi wajah Sienna tak bisa menutupi kegelisahannya.

Saat mobil berhenti di depan pintu masuk sebuah hotel mewah, satu per satu anggota keluarga Hart turun tanpa banyak bicara. Hanya Sienna yang terlihat enggan, tetap terpaku di tempat duduknya.

Tak lama, wajah Lance muncul di pintu yang terbuka. “Apa lagi yang kau tunggu? Cepat turun!” titahnya tajam.

Sienna mendesah kasar. Dengan enggan, ia turun dan mengekori keluarganya menuju ruang privat tempat Tuan Harrison, pria tua yang akan menjadi ‘calon suaminya’, menunggu.

Saat mereka hampir mencapai pintu ruangan, Sienna menahan lengan Stacey.

“Bu, aku perlu ke toilet,” ujarnya cepat.

Stacey menoleh curiga. “Kau tidak akan kabur, bukan?”

Sienna langsung menggeleng. “Aku tidak akan berani. Aku benar-benar harus ke toilet,” ujarnya dengan nada meyakinkan.

Setelah jeda singkat, Stacey mengangguk dingin. “Lima menit. Kalau lebih, aku sendiri yang akan menarikmu keluar.”

Sienna mengangguk patuh dan segera berbalik, berjalan cepat menuju arah penunjuk toilet di lorong hotel. Ia baru saja berbelok di sudut ketika tubuhnya menabrak seseorang. Tubrukan itu cukup kuat hingga tas tangan kecil yang dibawanya terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai.

“Maaf!” Sienna buru-buru berjongkok, namun pria yang ditabraknya lebih dulu memungut tas itu.

Namun alih-alih mengembalikan barangnya, pria itu justru menyelipkan satu tangan ke pinggang Sienna dan menahannya dengan erat.

Sienna terperangah. “Hei! Apa yang kau lakukan?!” bentaknya refleks.

Pria itu memandang Sienna lekat-lekat, bibirnya melengkung membentuk senyum yang terlalu tenang untuk ukuran seseorang yang baru saja membuat kekacauan.

Wajahnya tampan, rahangnya tegas, dan matanya… biru. Kenapa rasanya begitu familiar?

“Sienna Hart. Berani sekali kau kabur dariku,” bisik pria itu. “Apa kau sudah lupa soal malam itu, hm?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 16

    Beberapa menit berlalu dalam ketegangan yang senyap. Sienna masih duduk di kursi ruang tunggu, lututnya diperban rapi dan pergelangan tangannya berdenyut nyeri. Di sampingnya, wanita berhijab yang tadi menolongnya masih duduk dengan tenang.“Terima kasih,” ucap Sienna pada wanita itu, suaranya pelan dan tulus. “AKu tidak tahu harus bagaimana jika Anda tidak muncul.”Wanita berhijab itu tersenyum hangat, matanya sempat menangkap cincin di jari manis Sienna. “Jangan dipikirkan. Siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama.”Sienna hendak mengatakan sesuatu lagi ketika pintu klinik terbuka secara tiba-tiba.Sebastian melangkah masuk dengan gerakan cepat. Matanya menyapu ruangan sampai menemukan Sienna, lalu tatapannya langsung menajam.“Sienna,” ucapnya serak sambil tergesa menghampiri. “Apa yang terjadi?”Sienna berdiri perlahan. “Aku baik-baik saja. Hanya memar ringan, lututku—”Belum selesai ia menjelaskan, pandangan Sebastian beralih pada wanita berhijab yang berdiri di samping Sienn

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 15

    Matahari Dubai menyelinap masuk lewat tirai tipis ketika Sienna terbangun keesokan harinya. Penthouse itu sunyi.Jam dinding menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas. Ia melirik ke sisi tempat tidur yang kosong, lalu duduk sambil menghela napas. Sebastian pasti sudah pergi.Sienna berjalan pelan ke ruang utama dan menemukan secarik catatan di atas meja.[Ada pertemuan pagi ini. Jangan keluar sendirian dan tunggu aku. – S.]Sienna mendecih pelan. “Jangan keluar sendiri? Serius? Aku bukan tahanan,” desisnya.Dengan enggan, ia menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh staf hotel, lalu berjalan ke jendela untuk menikmati pemandangan. Kota Dubai membentang luas di bawah sana, gemerlap dan asing.Sienna kembali ke kamar dan mencoba mengalihkan pikirannya. Ia membuka tablet dan mulai memindahkan beberapa sketsa desain, tapi tak lama kemudian rasa bosan mulai menyusup. Ia terlalu gelisah untuk berkonsentrasi.“Ada apa denganku hari ini?” gumamnya sambil memijat pelipis.Beberapa saat kem

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 14

    Langit sudah gelap ketika Sienna berdiri di depan mansion dengan koper di sampingnya. Udara yang dingin menyusup ke balik mantel panjangnya, tapi bukan itu yang membuatnya menggigil. Melainkan kenyataan bahwa ia akan pergi ke Dubai bersama Sebastian.Sebastian berdiri beberapa langkah di depannya, tengah berbicara di telepon dengan seseorang. Hanya sepatah dua patah kata, dan lawan bicaranya langsung bungkam.“Pria ini benar-benar penuh kontrol,” gumam Sienna pelan, tatapannya tak lepas dari Sebastian.Begitu sambungan telepon ditutup, Sebastian menoleh padanya. “Mobil sudah siap.”Sienna hanya mengangguk dan mengikuti langkah pria itu ke arah mobil hitam yang menunggu di depan tangga utama. Brandon membukakan pintu belakang, dan Sebastian masuk lebih dulu tanpa menoleh. Sienna mengikuti, duduk di kursi bersebelahan tanpa tahu harus berkata apa.Mobil begerak stabil menuju bandara.“Berapa lama penerbangannya?” tanya Sienna basa-basi.Sebastian menoleh sedikit. “Empat belas jam. Kita

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 13

    Keesokan paginya….Sienna menggeliat pelan di balik selimut tebal. Kepalanya sedikit berat, tapi tidak sampai pusing. Ia masih ingat anggur merah. Cocktail manis. Dan begitu banyak tawa.Lalu–Sienna membuka mata lebar-lebar.Ciuman.Kepalanya terangkat cepat, jantungnya ikut melonjak. Ia duduk, lalu memeluk lutut sambil menyandarkan dagu. “Tolong katakan itu hanya mimpi,” gumamnya pelan, tapi detak jantungnya tahu lebih dulu bahwa itu nyata.Sienna masih bisa merasakan tekstur kemeja Sebastian di bawah tangannya. Aroma samar dari tubuh pria itu. Dan... bibirnya.Sienna menenggelamkan wajah ke lutut. “Ya Tuhan, aku benar-benar menciumnya,” desisnya. “Aku menyerangnya di depan tempat tidur. Saat aku mabuk.”Wajahnya sudah pasti memerah. Sienna mengangkat kepala dan memandang sekitar, mencari keberadaan Sebastian. Tapi pria itu tidak ada.Sienna mengembuskan napas pelan. Entah lega atau kecewa, ia tak yakin. Sesuatu dalam dirinya ingin berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa, tapi....

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 12

    Malam mulai larut ketika mereka meninggalkan restoran. Sienna bersandar malas di jok belakang, kepalanya terayun pelan ke sisi jendela, sementara pipinya bersemu merah muda. Dua gelas anggur ditambah satu cocktail manis telah membuatnya sedikit limbung.Sebastian duduk di sebelahnya, tenang dan tetap menjaga jarak. Tapi suasana tenang itu langsung terusik ketika Sienna tiba-tiba menoleh ke arah Sebastian, matanya yang setengah redup menyipit manja.“Kau tahu,” gumamnya dengan suara pelan dan sedikit serak, “kau terlihat jauh lebih tampan ketika wajahmu serius seperti itu.”Sebastian melirik cepat, lalu kembali menatap ke depan. “Kau mabuk.”“Sedikit,” ucap Sienna sambil mengangkat dua jarinya, “tapi bukan berarti aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan.” Ia mencondongkan tubuh, menyandarkan dagunya ke bahu Sebastian dan berbisik, “Aku hanya sedang menikmati suamiku yang terlalu dingin dan terlalu tampan untuk dibiarkan begitu saja.”Sebastian menarik napas panjang, mencoba untuk teta

  • Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO   Bab 11

    Sudah satu jam sejak ia kembali ke suite hotel, namun Sienna tak kunjung merasa tenang. Emosi bergolak hebat dalam dadanya. Ia mencoba menahan diri, menggenggam erat perasaan yang kian tak terkendali.Amarah. Tapi bukan sekadar kemarahan biasa.Tapi pada siapa sebenarnya ia harus mengarahkan semua ini?Pada Nora Delacroix yang tanpa malu menyeretnya ke lobi dan menuduhnya sebagai wanita bayaran? Atau pada Sebastian yang menyembunyikan hubungannya dengan Nora?Ia sudah mengirim pesan. Hanya satu kalimat pendek. Kau bertunangan dengan Nora Delacroix?Tapi tak ada balasan. Mungkin Sebastian tengah duduk di ruang rapat dengan ekspresi tenang, sementara di sini Sienna merasa harga dirinya dihancurkan di depan publik.“Dasar menyebalkan,” desisnya sambil mendengus pelan.Tiba-tiba, pintu terbuka. Sienna menoleh cepat, lalu matanya langsung menangkap sosok Sebastian yang melangkah masuk. Tinggi dan gagah seperti biasa.Mereka sempat saling menatap. Hanya sekejap. Lalu Sienna membuang pandanga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status