Share

Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin
Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin
Author: Merspenstory

Bab 1

Author: Merspenstory
last update Last Updated: 2025-05-23 14:20:38

Cahaya remang bar hotel memantul di mata Sienna Hart saat ia menenggak sisa minumannya. Kepalanya terasa berat, dunia seakan bergoyang pelan, tapi itu tak cukup untuk menghapus sesak yang menyelubungi dadanya.

Sienna menatap getir gelas di hadapannya, lalu menertawakan dirinya sendiri. “Aku dijual,” gumamnya miris.

Tanpa suara, Sienna meletakkan gelasnya ke meja. Sudah lama ia terpenjara dalam keluarganya sendiri. Sekarang, semua yang ada dalam dirinya berteriak untuk minta dibebaskan.

Di sebelahnya, seorang pria duduk dengan wajah tertunduk dan tampak gelisah. Sienna menoleh sekilas, berusaha menahan komentar sinis yang ingin keluar dari bibirnya. Saat ia hampir mengangkat tangan memanggil bartender, tangan hangat pria itu menyentuh pipinya dengan lancang.

“Hei—” desis Sienna marah.

Pria itu memandang Sienna dengan intens, wajahnya tampan dengan mata sebiru lautan. Untuk sesaat, Sienna hampir lupa diri. Wajah pria itu seperti dipahat sempurna, seperti mahakarya yang dibuat untuk menunjukkan kekuasaan dan kekuatan yang tak terhindarkan.

Sienna hendak menepis tangan pria itu dari pipinya, namun pria itu tak memberinya waktu. Dalam sekejap, bibir mereka bertemu dalam ciuman yang panas dan menggairahkan.

Sienna sempat memukul dada pria itu dengan lemah, tapi tubuhnya terlalu lelah untuk mengeluarkan lebih banyak tenaga. Malam ini, dia hanya ingin melepaskan segalanya.

Di sela napas yang tersengal, Sienna bergumam serak, “Kau sudah gila?! Siapa bilang kau boleh menciumku?!”

Pria itu mendesis pelan, mata birunya penuh dengan nafsu yang membara. “Kalau kau mau, aku akan berhenti,” balasnya. Wajahnya memerah, dipenuhi hasrat yang tak terbendung.

Sienna menggigit bibir bawahnya, matanya beradu pandang dengan pria itu sejenak. Dan akhirnya, ia menyerah.

Ciuman mereka kembali menyala, kali ini lebih liar, lebih tak terkendali. Di antara napas yang memburu dan desir hasrat yang membuncah, mereka bangkit dari kursi dan melangkah cepat menuju lift.

Di sana, Sienna bersandar di dinding dan tertawa kecil saat pria itu kembali mencumbunya.

Desahan tertahannya berubah menjadi keluhan lirih. Ia bisa saja mendorong pria itu pergi. Tapi tubuhnya lebih tahu dari pikirannya sendiri.

Pintu kamar terbuka.

Sienna didorong perlahan ke dinding, mata hazelnya seolah berteriak saat jari-jari panjang itu berhasil menemukan ritsleting gaunnya. Saat akhirnya kain sutra itu jatuh ke lantai, Sienna refleks menutup mata.

“Kita tidak akan melakukannya jika kau tidak mau.” Pria itu berbisik di telinga Sienna. Tangannya membelai punggung Sienna, membangkitkan desahan pelan dari bibir wanita itu. “Tapi, kau harus segera pergi karena aku tidak bisa menahannya lebih lama.”

Sienna membuka mata, lalu tertawa miris. “Aku dijual. Untuk perusahaan. Untuk angka di rekening bank. Jadi, untuk apa berhenti sekarang? Cepat atau lambat, kekacauan juga akan datang,” sahutnya lirih.

Sejenak, pria itu menatap Sienna dalam diam sebelum akhirnya mengangkat tubuh Sienna dengan mudah dan membawanya ke ranjang besar.

Sienna meremas seprai saat pria itu menelusuri setiap lekuk tubuhnya dengan bibirnya yang hangat. Mata Sienna kembali tertutup saat tangan terampil itu melepaskan pakaian terakhir yang masih menempel di tubuhnya.

Lalu kemudian, tubuh mereka bertemu.

“Ahhh …!” Sienna merasa tubuhnya seperti dirobek menjadi dua.

Saat tubuhnya melengkung di bawah sentuhan pria itu, Sienna mengeluarkan erangan tertahan, dan setetes air mata jatuh di sudut matanya.

Namun, hasrat yang tak tertahan membuatnya segera terbiasa. Setiap ciuman, setiap sentuhan pria itu, seolah mengikis kewarasan Sienna.

Sienna memeluk pria itu lebih erat. “Jangan berhenti. Tolong ….”

***

Keesokan paginya, Sienna membuka matanya perlahan. Dunia terasa berputar, kepalanya berat seperti dipukul palu. Butuh beberapa detik bagi Sienna untuk sadar dia tidak berada di kamarnya sendiri.

Kamar hotel. Seprai putih. Dan … aroma seorang pria.

Sienna mengerjap bingung sebelum akhirnya menyadari satu hal. Ia telanjang! Seprai menutupi tubuhnya seadanya, dan di sampingnya, tempat tidur itu kosong.

Tidak ada siapa-siapa. Hanya lipatan selimut yang berantakan.

Sienna menelan ludah, tenggorokannya terasa begitu kering. Tangannya meremas seprai sambil mencoba mengingat. Tapi pikirannya kosong, dan rasa nyeri samar terus menghantui bagian sensitifnya.

“Astaga. Apa yang kulakukan?!” erangnya pelan.

Sienna perlahan duduk. Dan kepalanya berdenyut makin keras. Ia tak pernah mengira dirinya akan terjebak dalam situasi seperti ini.

Ini bukan dirinya. Ia bukan tipe yang akan mabuk-mabukan sampai hilang kendali. Tapi tadi malam—

“Argh! Aku tidak pernah kehilangan kendali seperti ini. Bahkan saat hidupku dikendalikan seperti boneka.”

Sienna mengusap wajahnya dengan kasar, berharap hal itu bisa menghapus semuanya. Namun saat suara lirih seorang pria terdengar dari arah kamar mandi, tubuhnya langsung menegang.

“...tentang perjodohan...”

Napas Sienna tercekat seketika. Otaknya yang masih kabur berusaha memahami. Tanpa pikir panjang, ia melompat turun dari ranjang, buru-buru memungut pakaiannya yang tercecer di lantai.

Dengan tangan gemetar, ia mengenakan gaun tipis itu seadanya, bahkan tidak peduli ritsletingnya tidak tertutup sempurna.

Ia harus pergi. Sekarang.

Sienna hampir tersandung sepatunya sendiri saat membuka pintu dan berlari keluar.

Lift di ujung lorong berdenting. Ia menekan tombol sekuat tenaga dan bergegas masuk begitu pintu terbuka.

Di dalam lift, ia bersandar lemas ke dinding, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Potongan-potongan ingatan mulai bermunculan meski sepotong-sepotong.

Sentuhan panas di punggungnya.

Desahan tertahan di telinganya.

Lalu tangannya sendiri yang menarik pria itu lebih dekat.

Dan...

Kalimat itu.

‘Jangan berhenti. Tolong.’

Sienna mencengkeram rambutnya dengan kuat, berusaha menahan gejolak di dadanya yang hampir tak tertahankan. “Rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi,” erangnya frustasi.

Bunyi dentingan lift membawanya kembali ke kenyataan.

Sienna menarik napas panjang, lalu memberanikan diri untuk melangkah keluar meski kakinya terasa seperti dicengkeram dengan dua buah pemberat.

Beberapa saat kemudian, Sienna tiba di kediaman keluarga Hart dengan wajah kusut dan langkah gontai. Ia nyaris tak peduli pada penampilannya saat turun dari taksi dan memasuki rumah besar itu.

Sienne terpaku saat sebuah suara menyambut kedatangannya. 

“Dari mana? Penampilanmu seperti orang yang baru saja jual diri.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin   Bab 126

    “Mom… Dad?”Sienna sontak membeku.Panik menjalar dari ubun-ubun hingga ke ujung jemarinya. Ia menoleh cepat, matanya melebar seperti rusa yang tertangkap sorot lampu mobil.Joseph berdiri tak jauh di belakang Sebastian—dan ia baru sadar, dirinya masih mengenakan hanya kemeja Sebastian. Tanpa bra, tanpa celana dalam. Kancing bagian atas pun terbuka, memperlihatkan dadanya yang sedikit menyembul keluar.Sebastian menoleh dengan reaksi yang lebih lambat, tapi langsung tanggap. Ia berdiri, lalu bergerak menutupi pandangan anak mereka.“Joseph!” serunya ceria. “Pagi, Kapten!”Bocah itu melangkah mendekat.Sienna yang nyaris membatu, mendadak turun dari kursi dan berjongkok di balik kitchen island.“Alihkan perhatiannya. Aku akan cepat-cepat ke kamar,” bisiknya singkat.Sebastian mengangguk. Ia langsung jongkok menyambut Joseph, mencoba mengalihkan perhatian bocah itu. “Hei, bangun pagi sekali, ya?”“Aku cium bau telur,” ucap Joseph sambil mengucek matanya.“Dan kau benar!” balas Sebastian

  • Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin   Bab 125

    “Bukan aneh,” gumam Sebastian. “Hanya… tak kuduga. Kupikir kau akan mengusirku alih-alih mengucapkan ‘pagi’.”Sienna terkekeh kecil. “Kalau kau tidak mengacau, mungkin aku akan lebih sering menyapa seperti ini.”Sebastian menaikkan sebelah alis, setengah menggoda. “Kau bilang aku mengacau, padahal semalam kau—”Sienna langsung melempar bantal ke arah wajah pria itu. “Jangan lanjutkan,” tukasnya, meski senyum masih mengendap di sudut bibirnya. “Aku masih mempertimbangkan untuk menyesal.”Sebastian menangkap bantal itu, lalu tertawa rendah. “Kau tak terlihat seperti orang yang menyesal,” katanya. “Sienna… kau tahu itu berarti sesuatu bagiku, ‘kan?”Sienna menatap Sebastian sebentar, kemudian menunduk. “Aku tahu,” jawabnya pelan. “Itulah masalahnya.”Sebastian hendak mengatakan sesuatu, tapi Sienna lebih dulu bangkit, menyambar kemeja pria itu yang tergeletak di lantai dan memakaikan ke tubuhnya. Ia berdiri, berjalan menuju pintu dengan langkah ringan, lalu berhenti di ambang.“Aku akan

  • Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin   Bab 124

    Sebastian tidak memberinya waktu untuk berpikir. Bibirnya langsung menyergap bibir Sienna dalam ciuman yang keras, dalam, mengklaim. Seolah enam tahun penantian dan penyangkalan tumpah dalam satu tarikan napas.Tangan pria itu mencengkeram pinggul Sienna, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka saling bertubrukan tanpa jarak. Sienna menahan napas, lengannya melingkar pada bahu Sebastian, mencengkeram kerah kemeja yang kini telah terbuka sepenuhnya.Ciuman itu berubah menjadi medan pertempuran. Bukan lagi sekadar rindu, tapi hasrat yang tak pernah sempat padam meski dibenamkan selama bertahun-tahun.Sienna mendorong tubuhnya ke arah Sebastian, balas mencium pria itu dengan napas yang tak terkendali. Jemarinya mencakar punggung Sebastian, menyusuri otot-otot yang menegang di balik kulitnya yang hangat.Pria itu menggeram pelan, lalu menunduk dan menyerang lehernya, menggigitnya dengan tekanan yang nyaris menyakitkan. Sienna terlonjak kecil, tapi tidak menjauh—justru merapat, seolah m

  • Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin   Bab 123

    Tubuh Sienna terdorong perlahan ke tepian meja dapur. Botol air yang tadi dipegangnya kini sudah tak jelas di mana, terlupakan begitu bibir Sebastian kembali menekannya dalam ciuman yang jauh lebih dalam dari sebelumnya.Tangan besar Sebastian mengangkat dagu Sienna, memiringkan wajahnya, memberinya akses lebih dalam dan lebih rakus. Bibir mereka menyatu dalam irama yang tak teratur, dibalut tarikan napas pendek dan desahan samar.Sienna tahu ia harus menghentikan ini. Bahaya dalam pelukan Sebastian tidak datang dalam bentuk ancaman, tapi candu. Semakin dekat, semakin sulit untuk menolak.Namun ketika jemari pria itu menyusuri sisi lengannya, naik ke tengkuk dan mengubur diri di helaian rambutnya, ia menggigil. Kepalanya menegang… dan lalu menyerah.“Sebastian…,” gumam Sienna lemah. Tapi tidak ada penolakan di balik suaranya. Justru sebaliknya, keraguan yang mulai kalah.Sebastian menempelkan keningnya di dahi Sienna, masih mengatur napas. “Aku tidak datang ke sini untuk mencium istri

  • Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin   Bab 122

    Sebastian menatap Sienna dengan mata yang membakar. Napas beratnya menyapu pipi wanita itu yang mulai memanas. Tangannya masih bertengger di pinggang Sienna.Sienna meneguk ludah. Jantungnya berdetak kencang.Ia tahu tatapan itu. Tatapan yang sama seperti malam ketika Sebastian pertama kali memilikinya—penuh dorongan liar, tanpa ruang bagi penolakan. Dan itu membuatnya gugup. Karena ia tahu… ia akan mudah jatuh lagi kalau tak hati-hati.Sebastian menunduk sedikit, mendekat ke leher Sienna. Hidungnya menyapu ringan kulit di bawah telinga wanita itu, dan napas hangat itu menyentuh Sienna seperti aliran listrik.“Kau wangi sekali malam ini,” bisik Sebastian serak, suaranya rendah dan nyaris mendesah.Tubuh Sienna menegang.“Sebastian…,” gumamnya memperingatkan—atau mungkin memperingatkan dirinya sendiri.“Kalau kau tidak menghentikanku sekarang…,” suara Sebastian terdengar lebih rendah, “aku tidak akan bisa menahan diri.”Sienna meremas gaun satinnya. Ujung jarinya bergetar di pangkuan, b

  • Lari dari Perjodohan, Jatuh ke Pelukan CEO Dingin   Bab 121

    Langkah-langkah Sebastian terasa berat namun mantap saat ia membawa Sienna keluar dari ballroom. Derap sepatunya bergema di lantai, bersaing dengan bisik-bisik tajam yang menyusul di belakang mereka.Tapi ia tidak menoleh. Tidak berhenti. Tidak peduli.Begitu mereka tiba di lantai dasar dan pintu utama hotel terbuka, Brandon sudah berdiri menunggu di pelataran hotel. Tanpa banyak bicara, ia membuka pintu belakang mobil dan menyingkir untuk memberi ruang.Sebastian mengencangkan pelukannya pada tubuh Sienna dan menunduk sedikit saat membawanya masuk.“Hati-hati kepalamu,” bisik pria itu.Ia mendudukkan Sienna di jok belakang dengan sangat hati-hati. Setelah memastikan posisi wanita itu nyaman, Sebastian menyusul masuk dan duduk di sebelahnya.Pintu ditutup. Dan mobil segera meluncur menjauh dari hotel.Sienna menatap lurus ke depan, berusaha menahan diri. Tapi gaun satin yang tadinya membuatnya merasa percaya diri, kini terasa menempel tak nyaman di kulitnya.Sebastian menghela napas,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status