LELAKI tua itu mengetuk-ngetuk buku tangannya di meja kerja. Memantulkan bunyi yang menguasai kesunyian malam itu, hanya cahaya remang dari lampu meja yang menyorot lurus kearah satu demi satu jepretan foto. Ia membulak-baliknya, berulang kali. Tak perlu memastikan lebih dalam lagi, ia segera mengacungkan satu tangannya ke hadapan tuan Brooke yang tampak menanti dengan taat dipinggir meja.
Khika baru saja muncul dari arah belakang Gor, sampai tiba-tiba pundaknya diraih dari belakang, dan diputar dengan cepat menghadap satu sosok yang mencekalnya.
TANGAN lelaki itu menyerahkan sebuah benda mungil berwarna hitam yang sedari tadi ia genggam. Sebuah flashdisk yang ditatap puas oleh si penerima.
LELAKI itu menjadi pusat perhatian di depan kelas, dalam sekejap saja posisinya sudah bergeser ke tengah, didorong desakan para siswi yang menggiring Vino ke dalam lingkaran kerumunan. Dihadapannya sudah terpajang sebuah kue tart dengan lilin usianya yang menari-nari. Tart itu di topang oleh tiga cewek sekaligus---yang sedari tadi sudah berebut untuk mendapatkan posisi pamungkas yaitu sang pemegang kue. Yang katanya kalo di foto nanti, bisa lebih banyak nampang sekaligus posisi menjadi lebih dekat dengan yang ulang tahun, ngakunya semua buat kenang-kenangan.
Gadis itu berlari kearah lain. Entah mengapa. Yang lain dengan intuisinya berlari ke bagian depan sekolah, ke tempat yang mereka rasa a
GADIS itu menghirup aroma teh jahe yang ia senyap setelahnya. Udara sejuk serta senja yang menampakan diri di balkon sore itu menjadi temannya, menyusuri setiap rasa sepi yang menelusup ke hati.
Hari sabtu tiba juga, sudah pagi tapi Khika semalaman malah kepikiran dengan omongan Adam
KHIKA terlambat hampir tiga puluh menit dari waktu pembukaan acara jam delapan tadi.Adam menunggunya di depan kamar.