Share

Anak Kecil yang Aneh

Seperti niat awalnya tadi. Setelah berhasil mengisi perutnya, Aera kembali ke kamarnya. Berdiam diri di sana dalam sana entah sampai kapan. Mungkin sampai perutnya kembali meminta jatah.

Tapi sepertinya itu akan butuh waktu yang lebih lama lagi, kini di sisinya sudah tersedia beberapa bungkus keripik kentang, dua toples kue kering serta minuman soda yang ia ambil tanpa permisi di lemari makanan dekat dapur tadi.

Tidak ada yang bisa ia lakukan di sini, Ralat! Yang lebih tepatnya dia memang tidak ingin melakukan apapun di luar sana. Dia tidak kenal siapapun di sini, lagipula dia tidak suka lingkungan baru yang mengharuskan ia kembali menyesuaikan diri.

"Apa yang akan ku lakukan hari ini?" lirihnya singkat.

Di cek kembali ponselnya, melihat apakah ada pesan yang masuk, tapi tidak satupun dari teman-temannya yang mau mengiriminya pesan. 

Rasanya kalau sudah seperti ini dia tidak akan mau cepat-cepat tamat sekolah. Lihatlah, bagaimana teman-temannya yang dulu dekat seolah-olah tidak perduli dan menganggap dirinya ada. 

"Mungkin mereka sedang sibuk!" Aera mencoba berfikir positif. 

Di antara teman-temannya hanya ada dua orang saja yang tahu bahwa dirinya sudah menikah. Jelas pernikahan ini di lakukan secara rahasia, dia yang memintanya. 

Tentu dia tidak ingin teman-temannya tau jika dirinya kini sudah menjadi istri orang.

Hanya Dalva-teman sekaligus merangkap jadi pacarnya yang kini sudah menjadi mantannya dan berakhir menjadi adik iparnya. Dan satu lagi, teman perempuannya yang paling dekat dengannya-Aile.

"Huft! Menyusahkan saja!" keluhnya saat lemparan sampah plastiknya tidak masuk tepat pada tong sampah yang ada di sudut ruangan. Dengan malasnya Aera turun dari tempat tidurnya dan dengan langkah gontai ia mengutip kembali plastik tersebut dan memasukkannya dengan benar di dalam tong sampah.

Langkahnya terhenti sejenak saat melewati jendela di samping kanannya. Perlahan ia kembali mundur dan melihat dengan seksama ke adaan di luar dari jendela. Dan dari jendela ini dia bisa melihat jendela lainnya milik apartemen di sampingnya. Wah dia baru sadar bahwa kamarnya di hadapkan langsung dengan apartemen lainnya. 

Setidaknya dia bisa melihat suasana lain diluar bukan?

Dan lagi, kedua matanya membuat dengan sempurna saat melihat pintu yang terbuka dari kaca tembus pandang itu berada tak jauh dari lemarinya. Dengan cepat ia membuka pintu itu dan dirinya segera di sambut dengan tiupan angin kencang di sana. 

Kakinya bergerak pelan, menyusuri balkon berukuran sedang itu. Sedikit merasa terkejut saat mendapati lantai dasar yang terletak jauh di bawah sana. 

Senyum lebar terukir di bibirnya saat manik mata terangnya menangkap sosok anak kecil laki-laki tengah melihat juga ke arahnya dari arah balkon yang ada di sampingnya. 

Tangannya terangkat cepat dan mulai memberikan lambaian pada adik kecil itu yang ia perkirakan umurnya masih menginjak enam atau tujuh tahunan.

Mendadak senyum di wajah Aera menjadi pudar. Melihat reaksi anak kecil itu yang tidak bersikap baik padanya dan malah berlari masuk dan menutup pintu dengan kerasnya sampai-sampai ia bisa mendengarnya.

"Mungkin dia tidak suka orang baru sepertiku!" seru Aera ikut melakukan hal yang sama dengan anak kecil tadi. Menutup kembali pintu balkon itu dengan tak lalah kuatnya. 

Hampir saja dia memecahkan kaca pintu itu, untungnya ia yakin pintu itu terbuat dari kaca yang tebal dan kuat.

Aera hendak kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya tapi setelah berpikir dua kali, dia bisa mati menahan rasa bosan yang menyerangnya.

***

"Pak!" 

Satpam yang kerap kali di panggil Yayas itu menoleh dan mendapati pendatang baru di Apartemen itu sudah berdiri di sampingnya. 

Sepertinya dia di tugasnya menjaga lantai 31 ini. 

"Nona manggil saya?" tanya Yayas sambil menatap lawan bicaranya yang tengah sibuk melihat ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu.

"Jangan panggil saya nona pak! Saya gak sekeren itu sampai harus di panggil-panggil seperti itu. Nama saya Aera, panggil aja Aera!" Aera tersenyum lebar menampakkan gigi-gigi putihnya pada Yayas.

Yayas terdiam sejenak, tidak tau harus mengatakan apa pada Aera. Sebelumnya dia tidak pernah mendapati orang-orang di Apartemen ini berperilaku seperti Aera. Apalagi pagi-pagi seperti ini Aera sudah menyapanya sambil tersenyum lebar. 

"Jangan begitu nona! Saya tidak bisa memanggil hanya dengan menggunakan nama saja. Tidak sopan!" Yayas menunduk singkat.

"Gimana sih!" Aera menggerutu sambil merengut sebal.

"Mmmm, maaf nona!"

"Nama bapak ini siapa? Dari tadi kita ngomong tapi saya gak tau namanya!" tanya Aera yang sudah melupakan masalah tadi.

"Orang-orang di sini sih manggil saya Yayas non!" jawab Yayas cepat.

"Mmmmm, jadi saya panggilnya pak Yayas aja gitu?" tanya Aera lagi ingin memastikan.

"Iya non!"

Beberapa detik tidak ada pembicaraan di antara mereka. Sampai akhirnya Aera kembali buka mulut.

"Ini, orangnya pada ke mana semua ya pak? Ada yang nempatin gak sih apartemen di samping saya? Kok saya lihat dari tadi gak ada orang yang keluar apa masuk gitu?" Aera jelas penasaran. Meskipun ini masih terbilang pagi, tapi langit sudah mulai tampak terang di luar sana meski matahari belum menampakkan wujudnya.

Dan ya, meskipun ini hari minggu tidak mungkin semua orang yang ada di sana tidak beraktifitas di luar sama sekali.

"Aaa, kalau hari libur akhir pekan seperti ini memang para penghuni Apartemen yang lainnya masih pada sibuk tidur non. Apalagi penghuni lantai ini. Tapi non gak perlu khawatir, sebentar lagi pasti udah bangun. Biasalah, orang-orang kaya tidak punya waktu untuk istirahat di hari lain karena sibuk bekerja. Jadi menggunakan hari-hari libur seperti ini dengan berbaring di tempat tidur sampai matahari memang udah betul-betul nampak gitu, non," jelas Yayas panjang lebar.

Aera hanya mengangguk-angguk paham, meski sebenarnya dia masih ingin bertanya lebih banyak lagi.

"Non kok sendirian aja? Tuan Reagannya mana?" Yayas balik bertanya.

"Reagan?" gumam Aera kembali mengingat-ingat siapa itu Reagan.

Dan ya.

"Bisa-bisanya kamu melupakan nama pria itu!" teriak Aera dalam hati.

"Aaa, itu!" Aera terlihat gugup.

"Dia sepertinya masih tidur. Karena aku merasa bosan dan tidak bisa tidur lagi di pagi-pagi seperti ini, jadi aku keluar untuk mencari udara segar. Lagipula pak, aku ingin melihat suasana sekitar sini. Aku kan orang baru!" jelas Aera.

Sebenarnya dia tidak tahu apakah Reagan kembali tidur lagi atau sedang apa. Yang pasti dia memang tidak sedang berbohong mengatakan hal itu pada Yayas.

Yayas manggut-manggut mendengarnya.

"Non ini beruntung banget dapet suami seperti tuan. Dia orangnya baik dan sangat perhatian pada orang. Semua orang di Apartemen ini juga mengenal dia."

"Baik!" ulang Aera dalam hati. Seperti tidak percaya pada perkataan Yayas barusan. "Perhatian? dia saja bahkan hendak membunuhku secara tidak langsung tadi malam!" lanjutnya lagi.

Melihat air wajah Aera yang jelas-jelas memberi tahu bahwa dia tidak percaya dengan semua perkataannya, Yayas mulai angkat suara lagi. 

"Mungkin saat-saat pertama kenal dengan tuan, orang akan beranggapan bahwa dia orang yang dingin dan kaku dan juga punya pribadi yang buruk. Tapi sebenarnya tidak." 

"Bapak tau dari mana kalau dia kaya gitu? Dan tau darimana juga kalau saya baru kenal sama dia?"

Senyum tipis terukir di wajah pria berkepala empat itu. "Saya sudah lumayan lama kenal dengan tuan, nona. Awalnya juga waktu tuan pertama kali pindah ke sini saya kira tuan orang yang ya, nona taulah. Tapi setelah lama kenal pasti akan tahu sifat aslinya yang baik. Ya kalau masalah non baru kenal sama tuan, saya cuman nebak aja, hehehe."

Aera melirik singkat wajah Yayas, mencoba mencari tahu apakah yang di katakannya itu benar atau karangan saja. "Kenapa dia sangat ingin meyakinkanku tentang pria itu?" batinnya.

"Mmmm, begitu. Makasih banget lo pak atas informasinya." 

"Iya, sama-sama nona. Kalau ada yang ingin di tanyakan lagi, nona bisa bertanya apa saja pada saya." 

"Ok sip!"

Perhatian Aera teralihkan saat seorang anak kecil yang tadi ia lihat dari kamarnya berjalan melewatinya dan Yayas.

Tatapan penuh ketidak sukaan jelas di berikan anak itu pada Aera.

Kening Aera mengerut pelan. Anak sekecil itu kenapa seperti memiliki dendam kesumat padanya? Padahal dia baru di sini? 

"Apa dia gak suka sama orang baru kali ya?" gumamnya pelan.

"Jangan di hiraukan nona, anak itu memang seperti itu. Saya juga tidak tahu kenapa dia seperti itu!" bisik Yayas pelan pada Aera.

"Ekhm!"

Dehaman pelan di belakang mereka sontak membuat Aera dan Yayas menoleh ke belakang dan mendapati Reagan sudah berdiri sambil bersedekap dada di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status