"Kau tau? Sampai saat ini, berasa kaya mimpi." Raska mendadak berkata begitu, saat tanpa sengaja teringat awal permasalahan hidupnya dulu hingga telah usai.
Avina hanya mendengarkan, yang pasti mencoba memberi ketenangan. Merasa kalau Raska, dibayangi oleh masa lalu. Tangannya terulur untuk mengelus lembut surai hingga menjalar ke rahang dan dada bidangnya.
"Bukan sengaja mengingat, lebih bener itu nggak sengaja terbayang." Raska melanjutkan perkataan.
"Sulit dilupakan, tapi ada masanya bisa lenyap ... walau sebentar." Avina akhirnya membalas. "Atau kau masih ...."
"Nggak, intinya mendadak keinget gitu loh." Raska mengubah sedikit posisinya, tanpa membuat Avina yang sedari tadi berada di atasnya tidak nyaman.
Ya, mendadak dijadikan kasur dadakan. Padahal, sofa panjang yang ditidurinya ini cukup lebar. Anehnya, Avina memilih tidur di atasnya.
"Ada
Yang dilakukannya saat ini, memandangi si kembar. Tidak terasa sudah semakin aktif.Kehadiran si kembar, bisa sebagai penghibur di kala penat selesai kerja sekaligus, kuliah online. Yap, Raska lebih dulu meneruskan. Sama halnya, Avina juga."Mereka berdua ada masanya ngeselin sepertimu!" celetuk Avina, kini bergabung di sofa yang sama dengan Raska.Raska menaikkan satu alis. "Ngeselin yang kaya gimana?""Walau masih kecil, tetap mulai terlihat." Avina sengaja menjelaskan lagi. "Kaya, iseng. Tapi, kalo diem itu berlebihan sampai cueknya minta ampun!"Raska hanya terkekeh. "Wajar kali, anak sendiri pasti ada turunan."Avina geregetan, buktinya memukul Raska. Seketika tersentak, kala tubuhnya di dekap. Namun, Avina refleks menahan Raska."Ada anak loh!"Raska mencebik kesal, tetap mendekap erat wanitanya ini
Terwujud sesuai keinginan? Tentu, tetapi pasti ada masanya akan mengalami hal sama. Atau sama dan sedikit berbeda.Si kembar sudah menginjak lima belas tahun, kalau lagi berdua lebih lagi dengan keluarga, tingkah mereka akan persis bocah. Kini sedang terjadi."Jangan lari terus! Susah ngejarnya!" Vanya sebal dengan si kakak kembar.Varrel sendiri semakin usil, terus menambah kecepatannya. Seketika terhenti ketika, melihat si adik duduk selonjoran di trotoar sembari cemberut. Bahkan, tidak peduli menjadi tontonan aneh pejalan kaki."Ayo, naik." Varrel berjongkok membelakangi Vanya."Ninggalin mulu!" gerutu Vanya lagi.Varrel hanya terkekeh. "Seru tau lari-larian, setidaknya bisa memanfaatkan waktu luang, kaya berkeliaran gitu."Raska sibuk kembali, di kota kelahiran Dehan bersama Avina. Si kembar mendadak tidak mau ikut, alias
Sempurna?Orang lain selalu mendambakannya, baik kehidupan, penampilan, dan yang paling diincar status keluarga sempurna.Tidak sepertiku, lahir dalam keluarga bisa dikatakan sempurna. Selalu berkecukupan. Bukan berarti, menjamin sesuatu yang kudambakan selama ini. Berbeda sekali dari orang lain.Yang kudambakan adalah, wujud sebenarnya dari sebuah kebahagiaan dalam keluarga sempurna. Bukan, terlihat sempurna tetapi penuh pengekangan. Sepertinya sulit sekali kudapat.Apapun yang ingin kulakukan, pastinya selalu terbatas. Bukan itu saja, dalam lingkup keluarga sempurna. Bukan berarti, tidak memiliki masalah.Nyatanya, ada masalah rumit penuh hal licik di dalamnya. Entah apa alasannya, aku yang dijadikan target.Hingga akhirnya, aku melepaskan diri dari lingkungan keluarga yang menurut mereka amat sempurna. Guna mencari, kehidupan yang selama ini kudambakan.
Kakinya melangkah santai di koridor sekolah, tidak dengan air mukanya yang menampilkan ekspresi sebaliknya. Amat datar dan tidak mempedulikan orang-orang di sekitarnya, termasuk perbincangan tak berarti yang terkesan mengolok-olok orang terendah di mata mereka.Sempurna, bisa dikatakan mereka semua lebih mementingkan kesempurnaan. Seingatnya, sekolah ini tidak memiliki aturan memperlihatkan seberapa sempurnanya diri mereka hingga gaya hidup.Sepertinya, para siswanya yang membuat aturan itu sendiri. Menggunakan kekuasaan untuk membuat guru terbungkam, meski sebagian tetap ada yang menolak d
Istirahat telah usai, lambat laun siswa mulai memasuki kelas masing-masing, sama halnya dengan Avina. Sudah berada di tempat duduk yang sebenarnya, berjarak satu bangku dengan Raska. Tidak lupa, mengembalikan bangku yang sempat ditarik hingga tepat di posisi Raska.Raska sendiri, sudah menegakkan tubuhnya. Kali ini sedikit bersandar, matanya terus tertuju pada luar jendela kelas. Hingga teralih ke jam dinding, baru ingatpart timedimulai pukul tiga sore, sedangkan sekolah usai pukul setengah tiga.Hampir saja, tadi ingin langsung pulang ke kos-kosan kecil dan mengurung diri sebelum dirusuh anak panti. Yap, kebetulan kos yang disewa berdekatan dengan panti asuhan juga restoran tempat bekerjanya.Terkadang heran, kalau libur selalu mengurung diri atau pergi ke tempat favoritnya sendirian. Itu tanpa diketahui siapa pun, pengecualian ibu kos. Yakin, kalau anak panti iseng bertanya hari di mana dirinya akan diam di kos-kosan.Seketika buyar
Raska masih terlihat berkeliaran, padahal waktu sudah menunjukan pukul satu. Hawa semakin dingin, tetap enggan kembali ke kos-kosan kecil. Cermin mata yang selalu membingkai kini terlepas—tepatnya sengaja.Tudung dari jaket hitam yang melekat terbuka, lagi pun suasana amat sepi dan sunyi. Raska bisa bebas, jujur risi bila ada di kerumunan orang. Ditambah lagi, banyak sekali gunjingan yang terlontar padanya.Seakan mereka lebih baik, karena memiliki status tertinggi.
Pukul sepuluh malam, Avina terlihat mengendap-endap keluar dari kamar. Bukan bermaksud kabur, melainkan sedang tidak ingin berpapasan dengan Aldian. Memang dirinya juga salah karena pulang larut, di satu sisi karena Avina malas berseteru. Terlebih lagi, bila sifat keras kepala Aldian menguasai.Seketika lega, karena sudah sepi. Pastinya sudah beristirahat, Avina selalu saja terbangun malam. Padahal tidak mengidap insomnia akut, cara jitu agar bisa tertidur lagi. Makan camilan sebentar, pastinya akan bisa tidur."Hm, hm, hm," gumam Avina, masih asik dengan camilan. Bahkan, kedua kakinya digerak-gerakan. Benar-benar menikmati kesendiriannya.Tidak disangka, Aldian akan terbangun juga. Terbukti, berada di dapur. Anehnya, hanya diam. Biasanya, setiap kali melihat dirinya selalu melontarkan celotehan apapun—berujung permintaan yang terkesan memaksa.Avina meminum habis air mineral dalam botol, kemudian be
Avina terlihat duduk diam di balkon kamar, seperti inilah kegiatannya di rumah. Terlebih lagi, kalau sudah ada Aldian dan kakaknya pulang dan seharian di rumah. Tidak terlalu dekat, faktor dari kehidupan yang dijalani. Selalu menuntutnya untuk menjadi yang sempurna. Keluar kamar kalau memang harus, itu harus tetap bersikap seolah baik-baik saja.Lagi pun yang sering menjadi teman bicara, Avera saja. Selebihnya diam di kamar, memang bisa saja bosan. Tetapi, lebih baik seperti ini dibanding bertemu atau berbincang kecil dengan baik-baik dalam sekejap berganti menjadi sebuah perseteruan.Avina