Kejadian beberapa jam yang lalu membuat Yoga sedikit terganggu. Seperti saat ini, minuman yang ia pesan di kantin hanya menjadi objek pandangannya saja tanpa niatan meminumnya.
"Ga! Lo ngelamun terus," ucap Tara membuat Yoga meliriknya sekilas, ya sekilas saja.
"Tahu lo Ga," timpal Revan.
"Iya kamu tumben Ga," timpal Iren, kekasih Revan.
"Gue bingung sama cewek tadi," jelas Yoga.
"Yang mana??" tanya Iren karena memang ia berbeda kelas.
"Jadi tadi ada anak baru, namanya Agatha tapi dia histeris gitu. Terus dibawa pulang deh sama cowok."
"Kok histeris??" tanya Iren lagi.
"Tahu, abis diajak ngomong sama Yoga langsung gitu." Revan mengangkat bahunya dan melanjutkan makan mie ayamnya yang sempat ia tunda.
"Jangan-jangan lo ngomong macem-macem sama tuh cewek??" tanya Tara penuh curiga.
"Apaan sihh lo!" Yoga mendengus kesal dan meninggalkan semuanya.
Yoga kembali ke kelasnya, dan duduk di tempatnya.
"Gue rasa gue gak salah ngomong dehh," gumamnya.
"Bodo amatlah!" Yoga memilih memasang headset di telinganya dan mendengarkan lagu kesukaannya yang dinyanyikan oleh Sleeping With Sirens.
"We are! The Stray! Ooooooooo ... We are the stray!" mulut Yoga ikut bernyanyi lagu band kegemarannya itu.
"Woyyy! Main pergi aja lu!" teriak Tara saat memasuki kelas. Yoga masih dapat mendengarnya meski memakai headset.
"Apaain sihh berisik deh," cuek Yoga.
"Ehh berarti besok kita bersihin wc yaa?" tanya Revan.
"Lo berdua aja, gue sii ogah!" jawab Yoga santai.
"Yaa gak bisa gitu dong. Kan kita telat nurutin elo! Masa lo gak dihukum?" cecar Tara.
"Yaa kalau lo berdua gak mau, ya udah gak usah dikerjain!" balas Yoga kesal karena disalahkan.
"Tapikan Pak Pasha si BK super galak itu pasti cek kita ada di wc apa enggak," jelas Tara.
"Gini aja kita diem di wc. Nah kalau ada guru baru deh pura-pura bersihin. Only Fake!!" usul Yoga.
"Waaww! Lo smart Yoga!" Revan begitu antusias dengan ide Yoga.
*****
Yoga's Pov
Pagi ini aku sudah sampai di kelas, kelas sudah ramai karena memang sebentar lagi masuk. Seorang gadis dengan wajah polos baru saja memasuki kelas setelah diantar oleh pria yang kemarin menjemputnya.
Dia, Agatha Daisy. Wanita yang histeris setelah aku bisikan hal tak penting sebenarnya. Dia duduk di sampingku, dan wajahnya yang cantik itu menunduk. Apa kubilang?? Cantik. Iya dia cantik, matanya yang sedikit sipit namun berbinar, hidungnya lancip, bibirnya tipis lembap dan berwarna pink khas bibir alami tanpa polesan lipstik.
Kulihat dia mengangkat wajahnya sejenak menatapku. Kemudian menunduk lagi dengan sorot mata berbeda. Seperti ketakutan. Ohhh tidak!!! Akankah dia seperti kemarin??
"Kau baik-baik saja??" tanyaku pelan pada Agatha karena dia pasti bisa mendengarnya, secara dia duduk di sebelah bangkuku.
Kulihat Agatha tidak berubah, dia diam saja. Dan badannya bergetar lagi seperti kemarin.
Kenapa??? Apa dia takut padaku?? Apa aku Yoga Firliansyah Putra nampak menyeramkan di matanya?? Padahal aku si tampan. Iya tampan sekali. Nampaknya aku yang paling tampan di zaman ini. Ini bukan PD tapi ini fakta. Ingat itu, fakta.
Setelah bel berbunyi, aku, Tara, dan Revan harus ke luar kelas untuk menjalankan hukuman. Cuma fake tentunya. Mana mungkin tiga cowok idola seperti kami membersihkan wc? Menjijikan bukan?
Kita berpencar, aku di toilet perempuan, jangan berpikir kotor aku tak ada niat apa pun. Revan di kamar mandi lelaki dan Tara dia di depan toilet. Kami hanya berdiam saja, kecuali ada guru lewat kami pura-pura mengepel toilet.
Sayup-sayup kudengar ada suara langkah kaki, aku segera mengambil pel dan bergaya sedang mengepel lantai.
"Oohh ternyata elo," ucapku lega saat melihat ternyata yang datang adalah Agatha si gadis polos.
Dan lagi-lagi dia seperti ketakutan. Kuhampiri saja dia.
"Lo kenapa sihh kayak takut sama gue? Emang gue set--" belum aku selesai bicara gadis itu langsung menangis, nyaris histeris seperti kemarin.
"Jangan ... Jangan la--kukan apap--unnnn." Agatha merancau tak jelas.
Aku kaget mendengarnya aku takut disangka berbuat macam-macam padanya. Is she crazy?? Kurasa iya
"Heh! Lo jangan nangis dong!" kuhampiri tubuh Agatha yang beringsut mundur bahkan kini ia terjatuh. Kuhampiri tubuhnya yang sudah jatuh.
Entah kenapa, aku memeluknya. Dia berontak seolah aku akan menyakitinya.
"Lepass! Lepasss! Jangan ... Hiksss." Dia memukul dadaku dengan tangannya.
Aku tak memperdulikannya, semakin erat kupeluk tubuhnya dengan harapan ia akan tenang seperti saat dipeluk pria kemarin yang dipanggil Erick.
"Kenapa kau tidak tenang seperti saat kemarin kau dipeluk pria itu heh?" kesal Yoga namun tetap memeluk Agatha.
Kurasakan gadis itu melemah, dia tidak lagi memberontak tapi masih menangis dalam pelukanku. Kurasakan tangannya yang tadi ia gunakan untuk memukul dadaku kini mulai membalas pelukanku. Bahkan mempererat pelukannya.
Kutatap matanya yang masih jelas sorot ketakutan di matanya. Napasnya yang tidak teratur juga dapat kurasakan.
Ada apa dengan Agatha sebenarnya?
Kuajak Agatha berdiri, namun nampaknya dia lemas. Matanya juga mulai terpejam. Apa dia pingsan? Kuraih tubuhnya dan menggendongnya. Tara terkejut melihatku.
"Wehh!nBro lo apain anak orang??" Ucap Tara dengan tatapan curiga. Aku mengacuhkannya dan membawanya ke UKS. Setelah menghubungi guru mata pelajaran hari ini bahwa aku dan Agatha absent.
Kutatap matanya yang masih betah terpejam.
"Gue penasaran sama Agatha Daisy," desisku.
"Eughhh ..." lenguhan kecil keluar dari bibirnya, matanya mengitari ruang kesehatan ini. Dan saat matanya menangkap sosokku. Dia kembali ketakutan. Bibirnya bergetar menahan tangis. Apa kalian tahu saat anak kecil direbut mainannya?? Seperti itulah ekspresinya saat ini.
"Kau sudah bangun." Aku duduk di samping ranjangnya agar ia tidak takut.
Dia tampak lebih tenang setelah memandangku lebih lama. Mungkin dia ingat aku adalah si tampan yang menenangkannya tadi.
"Minum dulu yaah," ucapku lembut, sungguh ini kejadian langka. Seorang Yoga berbicara lembut!!
Agatha hanya mengangguk, dia lucu sekali.
Kemudian kuberikan gelas berisi air mineral padanya. Dia meraihnya dan saat dia baru minum seteguk Tara dan Revan datang.
"Woyy ngapain berduaan mulu lohh!" ucap Revan.
Sorot ketakutan itu kembali ada saat Agatha melihat mereka. Dia langsung memelukku erat.
"Pergii! Pergii dari sini! Hikss ... Hikss ..." dia mulai histeris lagi. Ohh aku terjebak dengan gadis ini.
Prankkk...
Agatha melemparkan gelas yang dipegangnya ke arah Tara dan Revan, untung saja mereka menghindar hingga gelas itu jatuh ke lantai.
"Hiksss ... Pergiii!" ucap Agatha masih memelukku erat.
"Lebih baik kalian pergi," ucapku tegas pada Tara dan Revan yang nampak syok dan mereka segera pergi.
Agatha masih saja menangis meski sudah sedikit lebih tenang.
"Ssssttt ... Tenang yaa?" ucapku yang hanya bisa menenangkannya dengan memeluknya.
Kurasakan kepalanya yang ia simpan di dadaku mengangguk.
Apa kalian berpikir posisiku dan dia sekarang terlalu intim?? Kami baru saja kenal dua hari, dan sudah dua kali dia histeris karena ku. Tapi sekarang aku bagaikan tempatnya berlindung.
Sore yang membosankan bagi Yoga, karena ia hanya berdiam diri di kamarnya yang hanya ditemani smartphone miliknya."Huh! Suntuk gue di rumah. Mending gue lari sore dehh!" Yoga melempar smartphone ke sampingnya.Dihampirinya lemari berwarna coklat tua yang menjadi tempatnya menyimpan pakaiannya. Yoga berganti baju dengan hanya menggunakan kaos oblong putih dan celana joger selutut berwarna hitam."Waww.! Baru sadar gue ganteng," ucap Yoga begitu percaya diri ketika memandang dirinya di cermin.Tak lupa Yoga mengenakan sepatu berwarna hitam yang membuat penampilannya kian sempurna untuk olahraga.*****"Capekk gue," Yoga mendudukan dirinya di kursi taman setelah satu jam ke belakang dia berlari kecil.Matanya mengitari seisi taman. Melihat banyaknya anak kecil yang bermain riang dengan teman seusianya.Matanya berhenti pada satu objek yang menurutnya menarik. Agatha!!! Dia duduk di bawah pohon, kakinya selonjo
Yoga sudah duduk manis di kursinya, dilihatnya ke samping Tara dan Revan masih belum menampakkan batang hidung belang mereka. Saat matanya melihat ke ambang pintu dirinya melihat Agatha yang baru saja datang sedang mengobrol dengan Erick yang mengantarnya.Agatha mulai memasuki kelas yang mana hanya ada beberapa orang saja. Semua menatap tajam padanya. Mungkin karena kejadian hari pertamanya.Agatha hanya menunduk, Yoga memperhatikan Agatha. Tubuhnya yang proporsional dibalut sweater pendek warna peach yang mana sangat cocok dengan rok abu selutut yang dikenakannya. Rambutnya yang hitam sedikit bergelombang dibiarkannya terurai. Wajah bersih tanpa make up tapi tetap sangat cantik."Yoga," sapa Agatha setelah tubuhnya duduk di bangku samping Yoga."Hemmm." Yoga tersenyum.Agatha mengambil sesuatu dari sling bag bergambar bunga daisy
Agatha terlihat tak bersemangat hari ini. Dia melipat tangannya di meja dan meletakkan kepalanya. Wajah pucat pasi, tubuhnya memakai jaket. Nampaknya ia tengah sakit.Yoga, Revan dan Tara baru saja memasuki kelas. Mereka melihat Agatha yang tengah memejamkan matanya."Ga, yu cewek sakit deh," bisik Tara saat mereka berjalan mendekati Agatha. Yoga menganggukkan kepalanya."Agatha?" ucap Yoga lembut seraya mengelus rambut Agatha yang membuatnya terbangun menegakan duduknya.Matanya melihat ke arah Yoga, Tara dan Revan secara bergantian. Masih ada sorot ketakutan di sana, namun kali ini lebih tenang."Eeu ... kita cabut deh takutnya dia histeris lagi," bisik Revan pada Yoga dan Tara namun masih dapat didengar oleh Agatha."Gak usah," ucap Agatha menatap Revan dan Tara."Lo udah gak takut sama kita??" tanya Tara yang dibalas gelengan kepala oleh Agatha.Mereka semua tersenyum."Lo sakit bukan??" tanya Yoga memegang dahi Agat
Agatha membuka matanya dengan berat karena rasa mengantuk yang masih menderanya. Diliriknya jam kecil di atas nakas yang menunjukan pukul 06.30 pagi. Seperti kebiasaannya yaitu melihat sang Kakak yang biasa sudah bangun terlebih dahulu. Namun kali ini ada pemandangan yang berbeda di mana Erick Alexander sang kakak masih tertidur. Dan di sampingnya ada seorang pria yang seharian kemarin menemaninya. Agatha menurunkan kakinya pada lantai berwarna hitam yang membuat telapak kakinya merasakan dingin. Dan menghampiri sang Kakak. "Kakakk, bangun," suara manja Agatha juga guncangan dari tangannya membuat Erick segera bangun. Bukan hanya Erick, Yoga pun ikut terbangun. "Eughh ..." lenguhan kecil yang keluar dari mulut Erick dan Yoga berbarengan. "Jam berapa ini?" tanya Erick dengan matanya yang masih terpejam. "Jam setengah tujuh pagi Kak," jawab Agatha. "Udah siang ternyata. Kakak mandi dulu yah." Erick langsung bangkit dan masuk ke k
Yoga's PovAku mengantarkannya lagi kerumahnya. Setelah kejadian di mall aku jadi heran pada Agatha. Sebenarnya dia kenapa? Tingkahnya yang seperti anak kecil, polos, sering histeris dan banyak tingkahnya yang aneh. Seperti tadi dia mengajak ke taman hanya untuk melihat bunga sebentar. Sangat sebentar.Apa dia setengah gila?? Ohh tidak Yoga buang pikiran itu jauh-jauh. Kalau dia seperti itu mungkin sekarang dia berada di rumah sakit jiwa. Tentu kakaknya si formal itu mampu membayarnya. Tapi kalau bukan gila dia kenapa??Kulihat dia hanya melamun sepanjang perjalanan. Jujur saja aku iba melihatnya. Biar dia terhibur aku memutar lagu Sleeping With Sirens kesukaanku. Namun musiknya yang beraliran rock nampaknya mengganggu. Dia menutup telinganya.Kuganti menjadi lagu Lullaby yang dinyanyikan oleh Sia Furler. Nampaknya dia merasa tenang mendengar alunan musik dan suaranya yang halus. Bagaimana tidak, ini kan lagu Nina Bobo. Mana mungkin seperti musik DJ.
"Akan saya jelaskan keadaan Agatha," ucap Erick.Yoga begitu antusias mendengar penuturan Erick. Terlihat dari wajahnya yang begitu bersemangat untuk mendengarkan hal yang akan disampaikan oleh Erick."Tiga tahun lalu Agatha mengalami musibah karena kelalaian saya. Dia hampir saja diperkosa oleh seorang pria, entahlah dia itu preman atau bukan yang pasti dia berniat buruk sama Agatha. Beruntung kejadian itu diketahui warga, namun Agatha luka-luka. Sampai harus dirawat di rumah sakit."Yoga tercengang mendengar penjelasan Erick."Sejak saat itu Agatha mengalami trauma berat. Dia menutup diri, sekolah pun home schooling. Gak pernah keluar rumah, baru sekarang dia mulai berani sekolah." Erick menarik napas gusar."Brengsek banget cowok yang udah buat Agatha kayak gini!!" Yoga terlihat berapi-api sambil mengepalkan tangannya."Begitulah," balas Erick singkat karena mengingat kejadian yang menimpa adi
Seiring berjalannya waktu, trauma yang melekat pada diri Agatha perlahan menipis. Kepercayaan dirinya kini mulai ada, dapat bergaul setidaknya dengan teman-teman kuliahnya. Bersamaan dengan itu, kedekatannya dengan Yoga pun kini semakin terlihat.Mereka yang selalu berangkat dan pulang bersama mengundang praduga banyak orang jika ada hubungan special di antara mereka. Namun, praduga hanyalah praduga. Pada faktanya mereka belum mempunyai hubungan yang lebih dari kata, teman.Mobil berwarna putih berbalut hitam milik Yoga baru saja sampai di halaman rumah yang ditempati Agatha. Tak lama, Agatha muncul dengan setelan seragam putih abu, namun tetap tanpa make up. Rambut yang hitam dan bergelombang diikat asal membuat aura kecantikan alaminya semakin memancar."Yoga," panggil Agatha riang setelah dirinya masuk tanpa dipersilahkan oleh Yoga."Happy banget kamu," balas Yoga tersenyum sedikit sambil mulai menjalankan mobilnya."Hehehe!" Agatha hanya terkek
Yoga's PovAkhirnya jam kuliah berakhir, kini seperti biasa aku akan mengantarkan Agatha untuk pulang. Namun, saat kami di parkiran ada Keyna, ya anak baru itu menghampiri kami."Emm.. Boleh nebeng gak?? Soalnya aku gak bawa mobil," pinta dia sedikit kikuk, mungkin takut keinginannya ditolak."Tentu," jawabku dengan senang hati, entah mengapa aku merasa senang mulai dari aku berkenalan dengannya. Is this love??Kulihat Agatha yang nampak tak suka dengan kehadiran Keyna. Apalagi saat Keyna meminta untuk duduk di samping kemudi, bersamaku. Dengan wajah jutek-nya dia menuruti dan duduk di kursi belakang. Dan akupun mulai menjalankan mesinnya."Gak apa kan aku duduk di depan??" tanya Keyna melirik pada Agatha sekilas."Hemm? Iya," balas Agatha malas-malasan. Dasar gadis itu!!"Ga, anter Agatha dulu yaa baru aku," pinta Keyna lagi. Aku berpikir sejenak dan menganggukkan kepalaku. Mungkin Keyna mau berduaan denganku?Ku