Sore yang membosankan bagi Yoga, karena ia hanya berdiam diri di kamarnya yang hanya ditemani smartphone miliknya.
"Huh! Suntuk gue di rumah. Mending gue lari sore dehh!" Yoga melempar smartphone ke sampingnya.
Dihampirinya lemari berwarna coklat tua yang menjadi tempatnya menyimpan pakaiannya. Yoga berganti baju dengan hanya menggunakan kaos oblong putih dan celana joger selutut berwarna hitam.
"Waww.! Baru sadar gue ganteng," ucap Yoga begitu percaya diri ketika memandang dirinya di cermin.
Tak lupa Yoga mengenakan sepatu berwarna hitam yang membuat penampilannya kian sempurna untuk olahraga.
*****
"Capekk gue," Yoga mendudukan dirinya di kursi taman setelah satu jam ke belakang dia berlari kecil.
Matanya mengitari seisi taman. Melihat banyaknya anak kecil yang bermain riang dengan teman seusianya.
Matanya berhenti pada satu objek yang menurutnya menarik. Agatha!!! Dia duduk di bawah pohon, kakinya selonjoran dan tangannya sibuk memasukkan permen kapas berwarna pink ke mulutnya.
Di sampingnya ada Erick sang Kakak yang duduk bersila dengan mata dan tangan yang berkutik pada laptop.
Ada rasa ingin menghampiri keduanya. Namun rasa gengsi menyelimuti.
"Masaa gue samperin? Kan baru ken--" ucapan Yoga terhenti ketika ada suara yang memanggilnya.
"Yogaaaa!" panggil Agatha sambil melambaikan tangannya, percis seperti anak TK memanggil temannya. Yoga menganggukkan kepalanya dan berjalan menghampiri keduanya.
Yoga mendudukkan dirinya di samping Agatha. Jadi kini gadis itu duduk di antara Yoga dan Erick.
"Kalian lagi ngapain di sini??" tanya Yoga sekedar basa-basi.
"Main," jawab Agatha dam kembali memakan permen kapasnya.
Dia seperti anak kecil, Yoga berbicara dalam hati sambil memperhatikan Agatha.
"Ehemm," suara deheman Erick mengalihkan pandangan Yoga.
"Kakak senang kamu sudah mendapat teman," lanjut Erick sambil menutup laptopnya.
"Iyaa! Aku juga," jawab Agatha dan terus melanjutkan makannya.
"Tapi baru satu." Agatha terlihat sedih.
"Besok aku kenalkan sama temenku," Yoga angkat bicara ketika melihat kesedihan di mata Agatha.
"Beneran??" Agatha kegirangan sampai dia memeluk Yoga.
Yoga kaget dan malu pada Erick karena Agatha memeluknya. Namun Erick hanya tersenyum.
"Asal jangan histeris ajaa," perkataan Yoga membuat Agatha mengeratkan pelukannya. Yoga bingung ketika merasakan dadanya mulai basah. Apakah gadis ini menangis?? Atau ini keringatnya karena sudah olahraga??"
Yoga melihat Erick yang mengeraskan rahangnya. Nampaknya ia marah.
"Tolong jangan bahas itu Yoga!!!" tekan Erick mengelus rambut Agatha yang masih memeluk Yoga.
"Maaf," jawab Yoga gugup. Tangannya mulai membalas pelukan Agatha.
"Maaf." satu kata yang Yoga ucapkan membuat Agatha meleraikan pelukannya.
"Iyaa." Agatha tersenyum dan memakan kembali permen kapasnya yang hampir habis. Ternyata gadis dihadapan Yoga sangat mudah berubah moodnya, baru saja ia menangis dan sekarang bertingkah seakan baik-baik saja.
"Euu ... Gue pulang dulu yaa," pamit Yoga sebelum berdiri.
"Iya. Dadahh Yogaa" Agatha melambaikan tangannya, benar-benar seperti anak kecil.
Yoga pun meninggalkan Kakak beradik itu.
"Agatha?" panggil Erick
"Hemmm??" jawab Agatha yang masih memandang kepergian Yoga.
"Apa yang kamu rasakan saat bersama dia??" tanya Erick.
Agatha mengalihkan pandangannya pada Erick. Ohh! Seharusnya Erick mengetahui ini. Agatha tak mengerti siapa dia yang Erick maksud.
"Yogaa," lanjut Erick.
"Nyaman aja," jawabnya polos.
"Seperti sama Kakak??" tanya Erick lagi. Dan Agatha menggelengkan kepalanya.
"Berbeda," jawab Agatha, Erick terdiam menatap Agatha. Entah apa yang dipikirkannya kini.
"Kak," suara Agatha membuat Erick tersadar.
"Iya kenapa??" tanya Erick lembut, sangat lembut. Mungkin dia adalah kakak yang paling menyayangi adik perempuannya di dunia ini.
"Ituu," suara manja yang menggelitik hati keluar dari mulut Agatha dengan telunjuk yang ia arahkan pada seorang pedagang ice cream.
"Baiklahh, baiklahh. Ayoo!" seolah mengerti dengan maksud Agatha Erick membawa laptopnya dan mengajak Agatha menghampiri pedagang ice cream.
"Pak beli ice cream rasa coklat dan strawberry jangan pakai vanilla." Erick memesam ice cream yang mana ia tahu adiknya tak menyukai rasa vanilla.
Agatha pernah mengeluhkan pusing setiap apapun makanan yang mengandung rasa vanilla.
"Ini." pedagang tersebut menyodorkan ice cream yang langsung diterima oleh Agatha.
"Yeayy! Makasih," ucap Agatha girang dan langsung mulai memakan ice nya saat itu juga.
Yoga sudah duduk manis di kursinya, dilihatnya ke samping Tara dan Revan masih belum menampakkan batang hidung belang mereka. Saat matanya melihat ke ambang pintu dirinya melihat Agatha yang baru saja datang sedang mengobrol dengan Erick yang mengantarnya.Agatha mulai memasuki kelas yang mana hanya ada beberapa orang saja. Semua menatap tajam padanya. Mungkin karena kejadian hari pertamanya.Agatha hanya menunduk, Yoga memperhatikan Agatha. Tubuhnya yang proporsional dibalut sweater pendek warna peach yang mana sangat cocok dengan rok abu selutut yang dikenakannya. Rambutnya yang hitam sedikit bergelombang dibiarkannya terurai. Wajah bersih tanpa make up tapi tetap sangat cantik."Yoga," sapa Agatha setelah tubuhnya duduk di bangku samping Yoga."Hemmm." Yoga tersenyum.Agatha mengambil sesuatu dari sling bag bergambar bunga daisy
Agatha terlihat tak bersemangat hari ini. Dia melipat tangannya di meja dan meletakkan kepalanya. Wajah pucat pasi, tubuhnya memakai jaket. Nampaknya ia tengah sakit.Yoga, Revan dan Tara baru saja memasuki kelas. Mereka melihat Agatha yang tengah memejamkan matanya."Ga, yu cewek sakit deh," bisik Tara saat mereka berjalan mendekati Agatha. Yoga menganggukkan kepalanya."Agatha?" ucap Yoga lembut seraya mengelus rambut Agatha yang membuatnya terbangun menegakan duduknya.Matanya melihat ke arah Yoga, Tara dan Revan secara bergantian. Masih ada sorot ketakutan di sana, namun kali ini lebih tenang."Eeu ... kita cabut deh takutnya dia histeris lagi," bisik Revan pada Yoga dan Tara namun masih dapat didengar oleh Agatha."Gak usah," ucap Agatha menatap Revan dan Tara."Lo udah gak takut sama kita??" tanya Tara yang dibalas gelengan kepala oleh Agatha.Mereka semua tersenyum."Lo sakit bukan??" tanya Yoga memegang dahi Agat
Agatha membuka matanya dengan berat karena rasa mengantuk yang masih menderanya. Diliriknya jam kecil di atas nakas yang menunjukan pukul 06.30 pagi. Seperti kebiasaannya yaitu melihat sang Kakak yang biasa sudah bangun terlebih dahulu. Namun kali ini ada pemandangan yang berbeda di mana Erick Alexander sang kakak masih tertidur. Dan di sampingnya ada seorang pria yang seharian kemarin menemaninya. Agatha menurunkan kakinya pada lantai berwarna hitam yang membuat telapak kakinya merasakan dingin. Dan menghampiri sang Kakak. "Kakakk, bangun," suara manja Agatha juga guncangan dari tangannya membuat Erick segera bangun. Bukan hanya Erick, Yoga pun ikut terbangun. "Eughh ..." lenguhan kecil yang keluar dari mulut Erick dan Yoga berbarengan. "Jam berapa ini?" tanya Erick dengan matanya yang masih terpejam. "Jam setengah tujuh pagi Kak," jawab Agatha. "Udah siang ternyata. Kakak mandi dulu yah." Erick langsung bangkit dan masuk ke k
Yoga's PovAku mengantarkannya lagi kerumahnya. Setelah kejadian di mall aku jadi heran pada Agatha. Sebenarnya dia kenapa? Tingkahnya yang seperti anak kecil, polos, sering histeris dan banyak tingkahnya yang aneh. Seperti tadi dia mengajak ke taman hanya untuk melihat bunga sebentar. Sangat sebentar.Apa dia setengah gila?? Ohh tidak Yoga buang pikiran itu jauh-jauh. Kalau dia seperti itu mungkin sekarang dia berada di rumah sakit jiwa. Tentu kakaknya si formal itu mampu membayarnya. Tapi kalau bukan gila dia kenapa??Kulihat dia hanya melamun sepanjang perjalanan. Jujur saja aku iba melihatnya. Biar dia terhibur aku memutar lagu Sleeping With Sirens kesukaanku. Namun musiknya yang beraliran rock nampaknya mengganggu. Dia menutup telinganya.Kuganti menjadi lagu Lullaby yang dinyanyikan oleh Sia Furler. Nampaknya dia merasa tenang mendengar alunan musik dan suaranya yang halus. Bagaimana tidak, ini kan lagu Nina Bobo. Mana mungkin seperti musik DJ.
"Akan saya jelaskan keadaan Agatha," ucap Erick.Yoga begitu antusias mendengar penuturan Erick. Terlihat dari wajahnya yang begitu bersemangat untuk mendengarkan hal yang akan disampaikan oleh Erick."Tiga tahun lalu Agatha mengalami musibah karena kelalaian saya. Dia hampir saja diperkosa oleh seorang pria, entahlah dia itu preman atau bukan yang pasti dia berniat buruk sama Agatha. Beruntung kejadian itu diketahui warga, namun Agatha luka-luka. Sampai harus dirawat di rumah sakit."Yoga tercengang mendengar penjelasan Erick."Sejak saat itu Agatha mengalami trauma berat. Dia menutup diri, sekolah pun home schooling. Gak pernah keluar rumah, baru sekarang dia mulai berani sekolah." Erick menarik napas gusar."Brengsek banget cowok yang udah buat Agatha kayak gini!!" Yoga terlihat berapi-api sambil mengepalkan tangannya."Begitulah," balas Erick singkat karena mengingat kejadian yang menimpa adi
Seiring berjalannya waktu, trauma yang melekat pada diri Agatha perlahan menipis. Kepercayaan dirinya kini mulai ada, dapat bergaul setidaknya dengan teman-teman kuliahnya. Bersamaan dengan itu, kedekatannya dengan Yoga pun kini semakin terlihat.Mereka yang selalu berangkat dan pulang bersama mengundang praduga banyak orang jika ada hubungan special di antara mereka. Namun, praduga hanyalah praduga. Pada faktanya mereka belum mempunyai hubungan yang lebih dari kata, teman.Mobil berwarna putih berbalut hitam milik Yoga baru saja sampai di halaman rumah yang ditempati Agatha. Tak lama, Agatha muncul dengan setelan seragam putih abu, namun tetap tanpa make up. Rambut yang hitam dan bergelombang diikat asal membuat aura kecantikan alaminya semakin memancar."Yoga," panggil Agatha riang setelah dirinya masuk tanpa dipersilahkan oleh Yoga."Happy banget kamu," balas Yoga tersenyum sedikit sambil mulai menjalankan mobilnya."Hehehe!" Agatha hanya terkek
Yoga's PovAkhirnya jam kuliah berakhir, kini seperti biasa aku akan mengantarkan Agatha untuk pulang. Namun, saat kami di parkiran ada Keyna, ya anak baru itu menghampiri kami."Emm.. Boleh nebeng gak?? Soalnya aku gak bawa mobil," pinta dia sedikit kikuk, mungkin takut keinginannya ditolak."Tentu," jawabku dengan senang hati, entah mengapa aku merasa senang mulai dari aku berkenalan dengannya. Is this love??Kulihat Agatha yang nampak tak suka dengan kehadiran Keyna. Apalagi saat Keyna meminta untuk duduk di samping kemudi, bersamaku. Dengan wajah jutek-nya dia menuruti dan duduk di kursi belakang. Dan akupun mulai menjalankan mesinnya."Gak apa kan aku duduk di depan??" tanya Keyna melirik pada Agatha sekilas."Hemm? Iya," balas Agatha malas-malasan. Dasar gadis itu!!"Ga, anter Agatha dulu yaa baru aku," pinta Keyna lagi. Aku berpikir sejenak dan menganggukkan kepalaku. Mungkin Keyna mau berduaan denganku?Ku
Sudah sepuluh menit berlalu Agatha menunggu kedatangan Yoga untuk menjemputnya. Namun, pria tersebut belum menampakkan batang hidungnya sama sekali.Kling...Suara notifikasi yang masuk di smartphone-nya membuat Agatha membulatkan matanya. Ternyata itu adalah pesan dari Yoga yang mengatakan tak bisa menjemputnya karena sudah menjemput Keyna dan bila menjemput Agatha dahulu akan membuat mereka terlambat."Duhh.. Mana Kak Erick udah berangkat lagi.." keluh Agatha. Yang akhirnya memutuskan untuk berangkat menggunakan Taxi.Mata pelajaran pertama sudah selesai dilaksanakan, namun Agatha masih belum sampai di kelas. Ada perasaan menyesal di hati Yoga karena tak menjemput Agatha.. Pasalnya, setelah menjemput Keyna mereka memutuskan langsung pergi ke sekolah dengan pertimbangan jika menjemput Agatha akan membuat mereka bertiga terlambat."Ga, kok Agatha belum datang. Apa gak masuk??" tanya Tara memecah lamunan Yoga dari penyesalannya pada Agatha."