Share

Mau Ngapain, Mas?

Author: Herfisha18
last update Last Updated: 2023-06-13 14:04:28

"Eh, kamu kenapa sih. Kamu ngiranya aku ini mau jahatin kamu gitu. Aku kan ngajak kamu ke sini karena kangen, ya kali mau macem-macem. Kamu masih takut ya sama aku?" tanya cowok itu melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Ah, nggak gitu. Maksudnya ... gak usah pegang-pegang," ucapku mengecilkan suara diakhir kalimat. Dengan hati yang tak henti berdebar, tetap kutampilkan senyum di wajah ini. Seketika suasana jadi canggung di antara kami.

Mas Erlan mengangguk menanggapi jawabanku, kukira ia akan tersinggung. Namun, nada suaranya malah lembut tak terlihat marah sedikit pun. Ia kembali mengajakku naik, segera aku mengekor di belakangnya. Dalam hati aku berharap tidak ada yang mengenalku saat ini.

"Mau duduk di mana?" tanyanya menoleh ke arahku, aku menjawab terserah. Meski sudah pernah ke tempat ini, aku belum pernah masuk ke cafenya. Hanya pergi ke spot foto yang tak mahal.

Secara anak sekolahan sepertiku akan mikir seribu kali memesan menu di sini, mahal katanya. Mas Erlan memilih meja paling ujung, dekat dengan taman mini yang di sebelahnya.

Ia menarik kursi dan mempersilahkanku untuk duduk, "Makasih, Mas." Aku kembali mengulas senyum. Ingin kuhentakkan kaki ke tanah berulang kali sangking senangnya diperlakukan begini. Belum pernah dan untuk pertama kalinya aku merasakan adegan-adegan di ftv yang biasa kutonton. Cowok itu tampaknya membalas, terlihat dari matanya yang menyipit.

Setelahnya Mas Erlan duduk di depanku, ia membawa tas ransel dan meletakkanya di bawah kursi, kini kami berhadapan. Aku menarik napas dalam, rasanya jantung ini tak bisa diam barang sejenak. Ditatap langsung begini adalah juga hal pertama bagiku. Selama ini aku belum pernah pacaran, dekat dengan cowok pun ya hanya lewat sosial media. Terakhir dikenalkan Vina, teman dari pacarnya, tetapi tiba-tiba ia malah memacari anak SMA lain. Kan minta dihajar.

"Kamu mau pesen apa, mau makan. Udah makan belum?" Aku menggeleng, padahal belum sarapan sih, tetapi sedang berduaan dengan cowok begini rasa lapar itu sirna.

Aku hanya menoleh saat ia bicara, lalu kembali membuang muka ke arah rumput di bawah sana.

"Ngelihatin apa sih, lihatin aku dong. Kamu masih takut ya, apa malu. Ah sedih deh, malah ngelihatin semut daripada aku. Apa aku jadi semut aja ya, biar kamu perhatiin gitu?"

Aku menggeleng pelan dengan senyum canggung. Hanya itu yang bisa kulakukan, sebab tak bisa berkata-kata menanggapi ucapannya. Mana nada suaranya lembut, tutur katanya sopan banget masuk ke telingaku. Dia tak tahu saja, jariku saling mencubit sangking groginya. Dari ucapannya manis, persis kek.pesan-pesan yang dikirimkan selama ini di WA.

"Aku pesenin minum ya, takutnya nanti haus kamu diem aja. Kamu mau apa?"

"Terserah," jawabku.

"Mau teh, kopi, apa es?" tanyanya melihat kertas menu yang sudah terletak di meja.

"Terserah, Mas aja."

"Kopi ya?" Ia mendongak dengan kedua alisnya terangkat. Duh, penasaran wajahnya sesuai ekpektasiku gak ya?

"Aku gak suka kopi," sergahku menggigit bibir bawahku. Terserahlah asal jangan kopi.

Terdengar ia menghembuskan napas, apa dia kesal? "Oke ... kupesenin jus aja. Tunggu di sini bentar ya."

Aku manggut-manggut, ia segera berdiri. Mataku mengikuti langkahnya yang menuju meja kasir, kuperhatikan punggungnya begitu juga dari kaki hingga kepala. Sepatu yang ia kenakan, celana lepis dengan atasan memakai jacket hitam. Badannya terlihat bagus dari belakang, masih satu misterinya. Wajahnya yang ditutupi masker.

Tiba-tiba cowok itu menoleh ke arahku. Aku tertangkap basah memandanginya. Cepat-cepat kupalingkan wajah, tak berani lagi aku menoleh ke arahnya, tengsin dong. Tak lama ia kembali ke meja, tetapi tak duduk di kursi.

"Aku mau ke toilet, kamu tunggu bentar gak papa kan?" tanyanya meraih ranselnya, aku langsung mengiyakan.

Begitu raganya menjauh, kurogoh ponsel dari celana lepisku. Langsung kubuka WA dan mengirim pesan pada Vina.

[Aku udah sampai, Vin. Beneran diajak ke gunung madu, Kok.]

Pesannya masih centang dua abu-abu. Semenit, dua menit tak kunjung dibales padahal online. Aku memilih kembali membuka foto profil Mas Erlan, fotonya kali ini adalah foto bersama dengan teman kuliahannya. Foto itu dari jauh, tak terlihat jelas.

Lalu aku ke galeri fotoku, mencari beberapa tangkapan layar foto Mas Erlan yang ia posting di story WAnya. Baru kusadari, beberapa foto selalu menutupi wajahnya. Entah ingin menciptakan kesan misterius, atau memang ada sesuatu?

Ada foto yang ia menenggelamkan wajah di jacketnya, foto ia miror selfi di kaca spion motor dan wajahnya tak terlihat dan foto yang mana hanya tampak badan belakangnya. Sayangnya, foto profil pertama menyimpan nomor Mas Erlan tak sempat kusimpan. Dia sudah ganti profil pose berdiri dan dibelakangnya gunung. Dia suka mendaki sepertinya.

Terasa lama, aku melihat ke arah Mas Erlan tadi pergi. Sepertinya yang kutunggu muncul, tampak seorang cowok jalan ke arahku. Semakin lama semakin dekat, dan ...

"Minumannya belum dateng juga ya?" tanya Mas Erlan membuyarkan lamunanku.

"Ah?" Aku mengedipkan mata berulang kali, lalu mencoba fokus menatap sosok di depanku. "Belum," jawabku.

Jaketnya sudah dilepas, tinggal kemeja kotak-kotak biru yang tak dikancingi sehingga terlihat dalaman kaos putih, dan masker yang menutupi wajah sudah terlepas. Sungguh membuatku tak habis pikir. Dia seganteng ini?

Ya ampun, kulitnya putih, hidungnya mancung. Rambutnya hitam legam begitu rapi, kaya habis sisiran. Apa jangan-jangan dia lama karena dandan dulu di kamar mandi?

"Kenapa, sekarang baru mau lihat ke aku. Udah gak takut dong ya kan udah lepas masker," ucapnya mengembangkan senyum di wajah bersihnya.

Ah jantungku seolah mau copot, tubuhku seketika hendak melayang ke udara.

Aku lega, setidaknya hal yang kutakutkan tak terjadi. Aslinya ia berparas lumayan. Bukan lumayan lagi, lebih ganteng dari cowok-cowok yang sebelumnya dekat denganku. Ya ampun, di sekolahku aja gak ada yang seganteng ini.

Kini aku yang jadi minder, kulitku yang sawo matang ini, badanku yang tak sampai 150 cm ini. Apa dia gak malu dilihatin orang kaya bawa anak ingusan kek aku? Tiba-tiba kepercayaan diriku anjlok seanjlok-anjloknya.

"Siapa bilang kamu jelek, manis gini. Mana senyum ada lesung pipinya, coba senyum dong kaya di foto profil kamu. Aku pengen lihat secara langsung, pasti cantik deh."

"Eh?" Dia bukan dukun kan, kok tahu amat isi hati orang.

Mas Erlan terkekeh, "Ah eh ah eh, kenapa sih kayaknya kamu gak fokus gitu. Kamu lagi mikirin apa sih ... apa lagi mikirin aku ya?" Aku hanya diam, masa mau jawab iya gitu?

"Ini minumannya dua ya, Mas," ucap pelayan cafe itu meletakan dua gelas jus. Mas Erlan menyodorkan satu untukku.

Mas Erlan berterima kasih pada pelayan dengan ramah, tampak mereka saling lirik. Seperti sudah kenal, mungkin sudah sering ke sini.

"Di minum, seger itu juga sehat. Biar kamu fokus aku ajak ngobrol." Aku memandangi minuman itu, lalu meraih sedotannya. Menatapnya beberapa detik, berdoa dalam hati lalu baru meminumnya.

Mas Erlan hanya menatapku, lagi-lagi ia berhasil membuat tersipu. "Kenapa?" tanyaku.

"Gak papa, seneng aja. Gak nyangka bisa ketemu juga, kamu juga seneng kan?" Aku mengulum bibir, mengalihkan pandangan ke taman mini yang tak jauh dari sana.

Suasana hening seketika, aku lagi-lagi meminum jus itu sebagai pengalihan rasa grogiku. Tiba-tiba ponselku bergetar, aku ingin mengeceknya. Namun, Mas Erlan berdehem.

"Hpnya di buka nanti ya, masa kita ketemu kamu malah sibuk sama hp. Aku mau ngobrol banyak hal tahu, kan biar kita bisa saling kenal lebih jauh dan aku juga mau nyampein sesuatu yang penting hari ini."

Ponsel di tangan segera kulepas, "Sesuatu apa?" tanyaku penasaran.

Mas Erlan tak menjawab, tetapi ia malah menggeser kursinya yang semula tepat di depanku kini perlahan mendekat ke sebelah kiriku. Hingga jarak kami lumayan dekat.

"Mau ngapain, Mas?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cowok yang Kukenal dari WA   26. End Season 1

    Seperti jahitan akan luka itu mau sembuh, sebentar lagi akan mengering. Segala upaya aku coba untuk membuat luka itu terus membaik. Siapa sangka, hampir di garis finish justru sosok Erlan tiba-tiba muncul. Memanggilku, membuat langkahku yang akan sampai terhenti di tengah jalan tanpa aba-aba.[Balas aja, Ta. Dia katanya mau minta maaf secara langsung]Sejujurnya aku sedikit kecewa dengan Mbak Izza. Kenapa ia malah memberikan nomorku pada Erlan. Bahkan tanpa izin dulu padaku. Ia menganggap itu hal lumrah, seperti dirinya yang bisa kembali berteman dengan mantan-mantannya.Sayangnya, aku tidak begitu. Nomor Erlan sudah kuhapus. Di nomor baru ini pun tentu namanya sudah tak ada. Lagi pula pesan Mbak Izza bertentangan dengan hatiku. Melihat profil foto Erlan yang duduk manis di sebuah kursi. Dia tampak baik-baik saja, tak kutemukan penyesal dari wajahnya. Apa dia kira masih bisa menipuku?Lagipula kenapa mendadak muncul kembali. Aku sudah lama berusaha melupakannya. Bahkan setiap pria ya

  • Cowok yang Kukenal dari WA   25. Membuka Luka Lama

    "Yank?"Aku terkejut mendengar suara itu, seorang wanita sedang berbonceng dengan teman perempuannya. Siapa yang barusan ia sapa? Cowok yang menawariku bareng ini?"Iya, duluan aja. Kasihan ini jalan kaki.""Oke, nanti aku tunggu di depan rumah ya, daaa. Naik aja, Mbak," ucap wanita itu menatapku. Dia kan juga satu kerjaan denganku, tetapi aku lupa namanya karena jarang berinteraksi.Motor wanita tadi melaju pergi, aku menoleh ke cowok tadi. Ia kembali mengajak naik, lumayan bisa sampai dengan cepat. Aku naik saja dengan duduk menyamping. Setelah motor berjalan, kami hanya diam. Lima menit kemudian, aku meminta berhenti di depan gang memasuki rumah. "Terima kasih ya," ucapku. Ia hanya mengangguk lalu kembali melajukan motornya dengan cepat.Aku langsung berjalan memasuki gang sambil bermain ponsel. Ada notifikasi dari grup tempat kerjaku. Mataku memicing menatap layar, sebuah undangan diperuntukan semua karyawan di konveksi.Saat kulihat namanya, ternyata Mas Edi. Kulihat lagi, denga

  • Cowok yang Kukenal dari WA   24. Erlan lagi Erlan lagi

    "Iyalah di blok, orang kamu nyumpahin gini," ujarku terkekeh membaca pesan Fandi pada Erlan. Tanpa dibalas, Erlan langsung memblokir nomor adikku setelah membacanya.Sungguh aku tak menyangka Fandi akan mengumpati Erlan begitu. Pasti Erlan kaget bukan main, mungkin juga langsung ketakutan baca ancaman Fandi. Salah sendiri macam-macam denganku. Meski kami setiap harinya ada saja yang jadi bahan gelut, jarang akur. Tentu hubungan darah kakak adik tak bisa terputus kan.Dulu saat aku kecelakaan, bahkan Fandi menangis. Pertama kalinya aku lihat sosoknya yang cengeng. Padahal aku yang kepalanya berdarah saja santai. Eh dia setiap aku akan terpejam langsung mengguncangkan tubuhku."Baca surat pendek, Kak. Surat an nas, Al fatihah, jangan merem!" Ingat sekali ekspresi takutnya itu. Ia mengira saat aku terpejam, kakaknya akan mati.Meski kata-kata kasar yang keluar, di satu sisi aku senang. Fandi melakukan itu karena geram, dan sakit hati kakaknya disakiti. Meski adikku itu tak bisa menghibu

  • Cowok yang Kukenal dari WA   23. Diblokir

    [Bukan aku yang blokir, tapi Erlan.] Mataku berkedip berulang kali, mendekatkan layar ponsel ke wajah. Jadi, bukan Mbak Izza pelaku pemblokirannya. Kukira Mbak Izza kemakan dengan omongan Erlan kalau aku ini akan menganggu hubungan mereka. Padahal yang kuberitahu pada Mbak Izza, semua adalah kenyataan. Tak kulebihkan, alias apa adanya.[Terus, sekarang kok blokirannya dibuka. Ntar orangnya marah tahu Mbak WAnan sama aku]Aneh saja kan, tiba-tiba Mbak Izza menghubungi lebih dulu. Nanti aku lagi yang disalahkan.[Kami udah putus]Hah? Mereka berdua sudah putus?Aku terdiam menatap layar ponsel yang masih menyala. Membaca lagi pesan yang baru saja dikirim Mbak Izza. Tanpa sadar kedua sudut bibirku menyungging. Mengetahui mereka pada akhirnya juga putus. Ada sedikit perasaan senang dalam hatiku.[Aku baru inget aja nomor kamu di blok sama dia]Balasan Mbak Izza lagi, aku mulai menggerakan jariku lebih bersemangat. Tetap saja aku kepo apa yang terjadi sampai akhirnya mereka putus juga.[

  • Cowok yang Kukenal dari WA   22. Hari-Hari yang berat

    Aku menghembuskan napas perlahan, bayang-bayang wajah Erlan terus saja melintas di benakku. Sudah tak selera makan, tak bersemangat setelah putus dengannya. Namun, kehidupan cowok itu sama sekali tak berubah. Tentu saja, ia masih memiliki Mbak Izza di sisinya.Demi apapun, di sisi manapun, aku merasa tak rela akan kenyataan itu. Hatiku seolah menuntut sesuatu yang memuaskan egoku. Erlan harusnya juga sakit, setidaknya efek dari perbuatannya adalah kehilangan Mbak Izza. Namun, dunia masih memberi kesempatan pada cowok seperti Erlan?Kuletakkan ponsel di ranjang lalu keluar membasuh wajah. Berharap bisa menghapuskan kenangan bersama Erlan dalam sekejap. Sungguh aku benci mengingat semua ekspresinya yang selama ini kusuka. Kini, aku membencinya.Vina mendatangiku, ia hanya berdiri menunggu, tetapi aku tahu ia pasti cemas.Segera kusudahi bermain air dan kembali masuk ke kamar. Kami harus tidur lebih awal hari ini karena acara besok mengharuskan bangun cepat karena CVD itu diadakan pagi

  • Cowok yang Kukenal dari WA   21. Kenapa sesakit ini?

    "Udah jam dua belas, tidur gih," ujar Vina. Aku mengangguk, beranjak ke ranjang. Meletakkan ponsel begitu saja dan merebahkan diri.Tidur, Ta. Berulang kali aku bergumam, agar bisa tidur segera.Aku melirik Vina yang sudah tidur, ia pasti menahan kantuk mendengarkan curhatanku. Kutarik napas dalam-dalam, lalu menghadap ke kanan, ke dinding dan memejamkan mata.Mataku terbuka, aku meraba mencari ponsel. Kukira sudah pagi, tetapi melihat jam di layar aku meringis. Ternyata aku hanya tertidur selama dua jam. Kupaksakan lagi agar bisa terlelap, tetapi sulit.Aku akhirnya turun dari ranjang, meraih ponsel membawanya keluar. Aku kembali duduk di tangga, kepalaku bersandar ke dinding. Tak terasa air mataku kembali berjatuhan.Hingga azan subuh berkumandang, terdengar Vina mencariku. Begitu keluar, ia terkejut menemukanku di tangga. Namun, ia tak banyak bicara. Hanya mengajakku untuk subuhan. Ketika matahari sudah terlihat, rasanya malas untuk bergerak. Aku hanya merebahkan diri di ranjang, p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status